Istilah "sultan mah bebas" akhir-akhir ini semacam slogan atau jargon di tanah air.
Gegara hasil up date yang tak dihargai oleh penguasa, semangat untuk menganggit aksara, kini sirna dalam dekapan emosi yang membara. Andaikan diriku ini adalah sang penguasa semesta, tak ku biarkan seorang pun yang menghalangi suara hatiku.
Serba salah adalah role model atau cara terbaru penguasa dalam mengebiri warganya. Giliran warga stagnan di satu bidang, penguasa tak suka.
Warga yang peka akan keadaan mulai membenahi diri untuk keluar dari zona nyamannya dalam mengulik aksara, malah dikebiri oleh penilain subjektif dari beberapa orang. Ambyar lah harapan untuk terus menganggit melodi aksara.
Giliran warga utama di luar sana mulai berbondong-bondong mengintip berita terhangat di belahan dunia yang lain, tersadarlah penguasa untuk ikut memberitakannya. Terlambatlah dan lola (loading lambat) dan kurang up date sang penguasa.
Semenit yang lalu ribuan informasi bertebaran di sudut-sudut semesta, mereka yang up date akan mengetahuinya. Sementara yang kurang up date akan terjebat dengan keinginannya.
Menulis bukan untuk memuasakan kesukaan penguasa. Apalagi penguasa milenial yang sok-sokan dengan gayanya yang makin menggelora semesta.
Semesta seakan terpana dan terpaku dengan tingkah laku penguasa. Kebebasan berpendapat dan demokrasi seketika berubah menjadi sistem monarki dan oligarki oleh segelintir orang.
Kecewa itulah kata sifat yang tepat untuk menggambarkan warganet saat ini. Bejibun cara dan puluhan waktu telah mereka habiskan untuk berbakti kepada penguasa, tapi yang didapatkan hanyalah sakit hati. Aiiiih matilah kau dan kami juga tak butuh kalian!
Siapapun yang pernah mendengar ungkapan ini dari penguasa, pasti merasa direndahkan. Apalagi mereka yang sudah lama menjadi pengikut setianya.