Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kenikmatan di Balik Kegiatan Menulis dan Manfaat Karya Sastra bagi Persatuan Bangsa

15 Maret 2021   18:01 Diperbarui: 15 Maret 2021   19:45 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya Sastra sebagai pemersatu bangsa. Foto dari Pixabay.

Banyak orang yang pingin menulis. Tapi tidak semua orang memiliki potensi untuk mengutarakan ide yang terlintas di dalam benak pikirannya. Saya dan kamu yang saat ini memiliki berkat sebagai pengulik aksara, tentunya bersyukur dengan potensi yang kita miliki. Karena karya Sastra adalah bentuk pemersatu bangsa.

Ribuan bahkan jutaan pembaca hanyalah penikmat. Menikmati setiap ukiran aksara yang ditata oleh seorang pengeksekutor sejati, sama halnya, bila kita menikmati kopi hangat di sore hari. Ada kerinduan yang ditahan oleh sesuatu yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Kecuali kita mendengarkan bisikan suara hati kita, tatkala menikmati kehangatan kopi.

Setiap kali kita mengutarakan apa yang terlintas di dalam pikiran, belum tentu pembaca memiliki potensi sama halnya dengan apa yang kita ulik. Pembaca memiliki segudang inspirasi, tapi mereka kesulitan untuk menuangkannya di dalam sebuah karya tulis.

Tak jarang, dari kalangan pembaca, ada yang menyewa jasa seorang penulis untuk mengisahkan kisah hidupnya. Tentunya, dengan imbalan yang setara dengan kerja cerdas seorang penulis.

Hubungan timbal balik ini sudah terjalin dari zaman lampau hingga sekarang. Konon dalam sistem kerajaan, seorang penyair mendapatkan tempat yang istimewa di dalam istana kerajaan. Karena ia bertugas untuk mencatat semua peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan kerajaan.

Dari kerajaan, kita bersafari menuju kegiatan menulis dalam sistem pemerintahan. Seorang penulis selalu mendapatkan tempat yang istimewa pula dalam lingkungan pemerintahan. Di mana, ia bertugas untuk menyusun naskah-naskah yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin.

Jasa seorang penulis selalu dipakai di mana-mana. Ada penulis yang hanya fokus mengupas masalah patah hati, situasi Sosio-Politik bangsa, ada yang menulis karena tidak pernah merasa puas dengan keadaan sekitar, dsb.

Menarik salah satu tradisi dari Partai Demokrat Amerika Serikat. Di mana setiap pelantikan pemimpin Presiden yang terpilih dari Partai Demokrat, Puisi adalah menu utama yang disajikan dalam upacara serah terima masa jabatan dari pemimpin yang lama ke pemimpin terpilih.

Presiden Amerika Serikat ke-35, John F Kennedy sangat mencintai Sastra. Mencintai Sastra, termasuk para penyairnya. Salah satu ungkapannya yang melegenda adalah, "Jika seandainya setiap pemimpin politik mencintai Sastra, alangkah indahnya kehidupan politik bangsa."

John F Kennedy menaruh harapan besar politik bangsanya dalam dunia Sastra. Ungkapannya terbukti, tatkala ia di hari pelantikannya, di mana ia membacakan karya Puisi yang syahdu dan merdu, sekaligus puisi dianggap sebagai pemersatu bangsa.

Kita beralih ke pelantikan Presiden Joe Biden bulan Januari 2021, di mana ia meneruskan tradisi membacakan puisi dari Partai Demokrat, semenjak era John F Kennedy. Dilansir dari Liputan6.com "Puisi Amanda Groman berjudul The Hill We Climb."

"Kita memang jauh dari terpoles, jauh dari pristin, tetapi kita tidak berjuang mencari persatuan yang sempurna, kita berjuang untuk menempa persatuan dengan tujuan menyusun sebuah negara yang berkomitmen kepada semua budaya, warna, karakter, dan kondisi manusia," demikian petikan puisi Amanda Gorman yang dibaca Rabu (20/1/2021) di Washington, D.C.

Pertanyaannya, apakah pemimpin kita sudah mencintai Sastra dan penyair tanah air? Kondisi ini memang berbanding terbalik di dalam negara kita. Ribuan penyair atau penulis hidupnya tak jelas. Karena kurang perhatian dari pemerintah. Padahal maju dan mundurnya sebuah bangsa, tergantung dari budaya Sastranya.

Sastra adalah bagian pemersatu bangsa. Tatkala kita berjalan di toko-toko buku terdekat, ketika kita melihat sebuah sampul buku yang mencuri pandangan pertama kita, kita tak pernah mempertanyakan latar belakang penulis. Termasuk kepercayaan apa yang dianutnya, dari suku mana ia berasal, tingkat pendidikannya, dll. Yang terpenting kita bisa membaca dan mendapatkan inspirasi dari buku tersebut.

Potretan ini setidaknya mewakili jeritan suara penulis tanah air yang sampai kini masih berjuang untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Menulis adalah bagian dari persatuan bangsa. Mencintai Sastra dan para penulisnya adalah jalan mutlak bagi siapapun di tanah air tercinta.

Semoga ke depan, setiap pelantikan para pemimpin publik, tradisi membacakan karya puisi diterapkan, sebagai bangsa yang mencintai Sastra dan penyairnya.  Selain itu, sebagai perjuangan untuk membangkitkan minat membaca di kalangan masyarakat.

Salam literasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun