Banyak orang yang pingin menulis. Tapi tidak semua orang memiliki potensi untuk mengutarakan ide yang terlintas di dalam benak pikirannya. Saya dan kamu yang saat ini memiliki berkat sebagai pengulik aksara, tentunya bersyukur dengan potensi yang kita miliki. Karena karya Sastra adalah bentuk pemersatu bangsa.
Ribuan bahkan jutaan pembaca hanyalah penikmat. Menikmati setiap ukiran aksara yang ditata oleh seorang pengeksekutor sejati, sama halnya, bila kita menikmati kopi hangat di sore hari. Ada kerinduan yang ditahan oleh sesuatu yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Kecuali kita mendengarkan bisikan suara hati kita, tatkala menikmati kehangatan kopi.
Setiap kali kita mengutarakan apa yang terlintas di dalam pikiran, belum tentu pembaca memiliki potensi sama halnya dengan apa yang kita ulik. Pembaca memiliki segudang inspirasi, tapi mereka kesulitan untuk menuangkannya di dalam sebuah karya tulis.
Tak jarang, dari kalangan pembaca, ada yang menyewa jasa seorang penulis untuk mengisahkan kisah hidupnya. Tentunya, dengan imbalan yang setara dengan kerja cerdas seorang penulis.
Hubungan timbal balik ini sudah terjalin dari zaman lampau hingga sekarang. Konon dalam sistem kerajaan, seorang penyair mendapatkan tempat yang istimewa di dalam istana kerajaan. Karena ia bertugas untuk mencatat semua peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan kerajaan.
Dari kerajaan, kita bersafari menuju kegiatan menulis dalam sistem pemerintahan. Seorang penulis selalu mendapatkan tempat yang istimewa pula dalam lingkungan pemerintahan. Di mana, ia bertugas untuk menyusun naskah-naskah yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin.
Jasa seorang penulis selalu dipakai di mana-mana. Ada penulis yang hanya fokus mengupas masalah patah hati, situasi Sosio-Politik bangsa, ada yang menulis karena tidak pernah merasa puas dengan keadaan sekitar, dsb.
Menarik salah satu tradisi dari Partai Demokrat Amerika Serikat. Di mana setiap pelantikan pemimpin Presiden yang terpilih dari Partai Demokrat, Puisi adalah menu utama yang disajikan dalam upacara serah terima masa jabatan dari pemimpin yang lama ke pemimpin terpilih.
Presiden Amerika Serikat ke-35, John F Kennedy sangat mencintai Sastra. Mencintai Sastra, termasuk para penyairnya. Salah satu ungkapannya yang melegenda adalah, "Jika seandainya setiap pemimpin politik mencintai Sastra, alangkah indahnya kehidupan politik bangsa."
John F Kennedy menaruh harapan besar politik bangsanya dalam dunia Sastra. Ungkapannya terbukti, tatkala ia di hari pelantikannya, di mana ia membacakan karya Puisi yang syahdu dan merdu, sekaligus puisi dianggap sebagai pemersatu bangsa.