Romantika Sesaat di Kota Kediri
Sambungan dariJogjakarta -- Malioboro adalah salah satu destinasi yang tak bisa dilewatkan, tatkala berkunjung ke kota Jogjakarta. Dari kota Tulungagung aku memutuskan untuk melepas rasa penat di kota Jogjakarta.
Aku tak mau banyak berharap kepada Winda. Toh orangtuanya tak merestui hubungan terlarang kami. Perjalanana aku menuju kota Jogjakarta melalui jalur darat.
Sepanjang perjalanan aku menikmati indahnya persawahan warga yang terhampar dan menyambut setiap orang. Indahnya persawahan sangat memanjakan mata untuk berlama-lama menatapnya.
Sekadar aku ingin berfilsafat tentang keindahan, tapi logikaku tak bisa mengakomodirnya. Karena aku bukanlah seorang filsuf Metafisika yang bisa menginterpretasikan bagian-bagian terkecil alam kosmos (Mikroorganisme) menjadi paduan harmoni (Makroorganisme). Tapi, wajah Winda selalu terbayang dalam anganku. Aku memutuskan untuk mengibas pikiran-pikiran liar yang makin menggerogoti liburanku di kota Jogjakarta.
Kereta Api dari kota Tulungagung berhenti di stasiun Malioboro. Aku sudah berada di kota impianku. Aku bangga sekaligus terharu atas nikmatnya Sang Pencipta di kota Jogjakarta.Â
Hal pertama yang aku incar di kota Jogjakarta bukanlah spot-spot menarik yang sudah biasa bertebaran di media sosial. Tapi, aku mencari makanan khas kota Jogjakarta. Hayo, jangan ngaku kalau sudah pernah ke kota Jogja, tapi tidak tahu makanan khasnya.
Gudeg Jogja adalah makanan khas yang selalu meninggalkan porsi kerinduan di manapun kita mencicipinya. Sejatinya, aku sudah terbiasa makan Gudeg Jogja di kota Malang. Tapi, porsi-porsi kerinduan yang tersisa di setiap mangkok serasa menambah rasa rindu dan ingin terus menikmatinya.
Gudeg yang terbuat dari nangka muda, bumbu yang lengkap dan santan adalah obat manjur bagi aku untuk melupakan Winda. Aku jatuh cinta dengan Gudeg Jogja. Liburan aku di kota Jogja ditemani oleh makanan khasnya. Ke manapun aku menyusuri keindahan kota Jogja, aku selalu terbayang-bayang dengan lezatnya Gudeg.
Apakah cintaku semanis Gudeg Jogja? Aku tak bisa memastikan. Karena setiap ada situasi baru, aku pasti memiliki perasaan baru dan sulit untuk ditebak. Sebab kehidupan selalu dipenuhi dengan intrik ketidakmungkinan. Lalu berakhir pada pilihan dilema bagi aku.
Malioboro menemani rasa penat aku selama Seminggu. Spot-spot-nya sulit aku lukiskan dengan kata-kata. Sama halnya aku tak bisa mengungkapkan perasaan aku, tatkala perpisahan aku dengan Winda di kota Tulungagung.
Jika seandainya aku memilih antara Mortal dan Imortal, aku akan memilik Imortal. Karena aku ingin hidup abadi di dunia. Tapi, aku tak mungkin memaksa logikaku untuk berpikir sejauh itu. Karena pada kenyataannya aku dipisahkan dari Winda. Kisah cinta yang benar-benar sulit aku jalani di tanah rantau.
Gudeg Jogja sebagai penawar rasa sakit aku. Aku akan tetap berharap, sekembalinya dari kota Jogjakarta, aku akan mencari Winda di kota Kediri.
Porsi-porsi kerinduan yang terkandung di dalam semangkok Gudeg Jogja telah mencairkan suasana batin aku. Kisah liburan aku di Jogja adalah bagian dari skenario percintaan aku dan Winda. Kisah cinta terlarang. Karena masalah kepercayaan. Tapi, aku akan menikmati skenario permainan dari orangtua Winda.
Selamat tinggal kota Jogja. Selamat tinggal Gudeg Jogja. Aku berharap, setelah aku menemukan Winda dan mendapat restu dari orangtuanya, aku akan mengajak Winda kembali berlibur di kota Jogja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H