Berani bersuara, berani berkarya.
Ketika suara saya tenggelam dan tak didengar oleh siapapun, saya memutuskan untuk menulis. Kegiatan menulis adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Saya mengenal dunia Jurnalistik semenjak tinggal di dalam Biara Katolik.
Ya, saat itu hanya sebatas pengenalan saja secara umum. Kisah cinta saya mulai bersemi di dunia Jurnalistik, semenjak sebagai siswa di salah satu Platform digital yang didirikan oleh Pak Pepih Nugraha.
Tentunya, sebagian dari kita masih penasaran dengan Platform Jurnalistik yang didirikan oleh Pak Pepih Nugraha kan? So, don't worry! Karena sebagai salah satu alumni dari platform Jurnalistik itu, saya bakal sharing seputar pengalaman saya.
Tapi, rasanya kurang afdal, bila anda terus penasaran dengan nama Platform itu. Jadi, nama Platform Jurnalistik itu adalah Arkademi. Ya, ampun bang jagoooo, nulisnya muter-muter. Jalan saja berkelok-kelok, apalagi logika saya.
Bila anda yang pernah menggeluti dunia Filsafat, pasti pikiran kita langsung tertuju pada salah satu Akademi yang didirikan oleh Plato pada tahun 387 SM di kota Athena. Tentunya, kita akan berkenalan dengan salah satu murid kesayangan Plato yakni Aristoteles.
Aristoteles yang kiprahnya masyhur di dunia mana pun saat ini. Karena berkat ajarannya, dunia dicerahkan dengan pandangannya yang brilian.
Nah, kisah pengenalan saya seputar dunia Jurnalistik berawal dari Arkademi. Pelatihan yang luwes, sederhana, singkat, padat dan jelas sangat mudah untuk dipahami oleh para siswa Arkademi. Terutama saya.
Lalu, apa saja materi yang kita dapatkan di Arkademi? Sekali lagi saya tegaskan bahwasannya materi Jurnalistik di Arkademi sangat lengkap. Mulai dari pengenalan, apa itu jurnalis? Publik Relation (PR), Teknik peliputan berita, wawacara, penulisan berita, baik Feature, opini, kode etik, penjualan berita, masa depan Jurnalis dan berakhir pada ujian untuk mendapatkan sertifikat Jurnalis.
Itulah kelebihan, tatkala kita menimba ilmu Jurnalistik di Arkademi. Tapi, sehebat apapun materi yang kita dapatkan, bila tak dikembangkan dan kemauan untuk terus mencari tahu, semua pengorbanan waktu akan menjadi sia-sia.
Ya, sebagai alumni dari Arkademi, saya pun selalu belajar dan menerapkan ilmu yang saya dapatkan dari Kang Pepih Nugraha. Meskipun setiap artikel saya tak selalu masuk artikel utama, minimal masuk pilihan saja, saya sudah merasa bangga. Hehehe.
Orang yang sudah lama berkecimpung di dunia Jurnalistik pun masih terus belajar. Apalagi saya yang baru 6 bulan sebagai Alumni dari Arkademi. Perjuangan untuk belajar hal apa saja harus digaungkan dalam keseharianku.
6 bulan yang lalu saya menjadi mantan dari Arkademi. Selepas menimba ilmu Jurnalistik di Arkademi, saya memutuskan untuk menulis di Kompasiana. Dan ternyata, apa yang saya dapatkan dari Arkademi sangat membantu, tatkala mengulik setiap aksara di rumah Kompasiana.
Kisah perjumpaan dan belajar bersama Kang Pepih Nugraha turut membuka pintu bagi saya untuk menekuni dunia Jurnalistik. Walaupun hanya sebatas hobi. Tapi, setidaknya, saya sudah mencicipi ilmu yang saya dapatkan di Arkademi dalam karya-karya saya.
Bahkan melalui pelatihan Jurnalistik di Arkademi, saya sudah berhasil memiliki buku solo "Superego dan jejak Aksara."
Terakhir, ilmu yang kita dapatkan dari manapun itu hanya sebatas pemantik kreativitas kita. Senada kita tamatan dari Universitas ternama di belahan dunia manapun, semua itu akan kembali pada kemauan kita untuk mengembangkannya.
Terima kasih Arkademi. Berkat Arkademi, kini saya bisa menulis di Kompasiana. Orangtua saya juga bangga, tatkala membaca setiap artikel saya.
Salam literasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H