Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Melatih Psiko Emosional, Sebelum Menikah!

8 Februari 2021   02:06 Diperbarui: 8 Februari 2021   03:17 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenali kelebihan dan kelemahan pasangan dengan melatih Psiko Emosional. Foto dari Pixabay

Sumber permasalah utama dalam kehidupan berkeluarga adalah psiko emosional.

Psiko emosional yang matang, rumah tangga pun terawet. Psiko emosional menyangkut pengenalan diri, baik kelebihan maupun kelemahan. Mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, akan mempermudah kita menerima kelemahan pasangan.

Materi yang berlimpah, popularitas yang mumpuni di segala bidang, tak akan mempan dengan kelemahan psiko emosional. Psiko emosional ibarat fondasi rumah. Bila fondasi rumah dibangun di atas dasar yang kokoh, bangunan rumah pun akan tetap berdiri kokoh dalam segala permasalahan hidup.

Bullshit! Bila dalam kehidupan berkeluarga tak ada permasalahan. Permasalah itu universal. Layaknya kebahagiaan dan kesedihan itu universal. Artinya, setiap orang pasti dan selalu mengalami masalah, kebahagiaan dan kesediahan.

Masalah, kebahagiaan dan kesedihan bisa diolah dengan psiko emosional. Melatih psiko emosional bukan hanya semalam suntuk saja. Melainkan dilatih sepanjang hidup.

Saya tahu pasti kamu mencibir bahwasan saya belum menikah, tapi sok bijak! Ya, memang saya masih lajang. Tapi, menyangkut pengalaman berjumpa dan sharing dengan lintas profesi, agama, rasa dan budaya, turut memberikan pengalaman baru bagi saya dalam memahami semak-beluk kehidupan pernikahan.

Sebagai bukti empirik, saya pernah menangani salah satu ranting WKRI (Wanita Republik Indonesia) di kota Malang. Tepatnya, di St. Thomas, Paroki Tidar, Keuskupan Malang tahun 2018.

Bayangkan seorang anak muda yang mendampingi ibu-ibu rumah tangga, bahkan Oma-Oma pun saya gembleng dalam terang Iman Katolik. Ya, waktu itu status saya sebagai  calon Imam Katolik (Frater).

Terlepas dari visi dan misi WKRI, tentu kita tahu bahwasannya, di mana ada kumpulan ibu-ibu, topik pembahasan mereka tidak terlepas dari ngerumpi atau pun curhat permasalahan kehidupan bersama pasangan mereka.

Saya menyimak, sesekali diminta untuk memberikan insight seputar terang imam Katolik tentang pentingnya persiapan mental (Psiko Emosional) dalam menjalin kehidupan berkeluarga.

Selama 6 bulan, menu utama saya selalu berhadapan dengan Emak-Emak yang curhat, sharing seputar kehidupan suami mereka. Aih, saya sudah melanggar kode etik jurnalistik ini. Tak apalah, dalam moral, melanggar demi kebaikan tak berdosa.

Ya, mudah-mudahan mereka tidak membaca artikel ini. Oke, intinya persiapan mental (Psiko Emosional) sangat penting sebelum memutuskan untuk menikah. Karena menikah itu mudah, tapi mempertahankan pernikahan itu yang sulit.

Sama saja, berkaul (janji) lebih mudah daripada menjalankannya. Merencanakan lebih mudah, daripada "take action." Bukankah seperti ini sobat?

Memang kita tidak bisa menafikan bahwasannya, apa yang ditampilkan di depan media sosial ataupun publik, akan berbeda dengan kehidupan nyata. 

Seirama pasangan Rachel Vennya dan suaminya. Di mana kawula muda sudah terlanjur mengidolakan kedua sejoli ini. Sembari berhalusinasi untuk mengikuti jejak idola mereka, tatkala sudah berumah tangga.

Eh,,,,, tak disangka-sangka, Rachel Vennya terciduk melayangkan gugatan kepada suaminya di Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Pupuslah harapan romantika kawula muda dengan cuitan-cuitan satiris dan skeptis di dunia tipu-tipu (Jagat Maya).

Aih, kata Daeng Khrisna Pabichara, makin runyam dunia ini. Lalu, kata Engkong Felix, "cemana pula ini."

Tak ada yang salah untuk mengidolakan figur publik, asalkan jangan berlebihan. Entar impiannya enggak kesampain, sakit lah hati ini. Kata bang Susy,"Hooo itu derita loe."

Bagi saya, pernikahan itu bukan perkara kawin-cerai, tapi pernikahan itu adalah komitmen. Komitmen untuk terus bersama pasangan selama suka maupun duka. Jangan hanya maunya yang enaknya saja. Lalu, tatkala menemui air daun pepaya, tinggalin anak-istri begitu saja.

So, latihlah psiko Emosional secara matang, sebelum menikah.

Mohon maaf untuk Daeng Khrisna, Engkong Felix dan Bang Susy, karena telah melibatkan anda sekalian.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun