Selama 6 bulan, menu utama saya selalu berhadapan dengan Emak-Emak yang curhat, sharing seputar kehidupan suami mereka. Aih, saya sudah melanggar kode etik jurnalistik ini. Tak apalah, dalam moral, melanggar demi kebaikan tak berdosa.
Ya, mudah-mudahan mereka tidak membaca artikel ini. Oke, intinya persiapan mental (Psiko Emosional) sangat penting sebelum memutuskan untuk menikah. Karena menikah itu mudah, tapi mempertahankan pernikahan itu yang sulit.
Sama saja, berkaul (janji) lebih mudah daripada menjalankannya. Merencanakan lebih mudah, daripada "take action." Bukankah seperti ini sobat?
Memang kita tidak bisa menafikan bahwasannya, apa yang ditampilkan di depan media sosial ataupun publik, akan berbeda dengan kehidupan nyata.Â
Seirama pasangan Rachel Vennya dan suaminya. Di mana kawula muda sudah terlanjur mengidolakan kedua sejoli ini. Sembari berhalusinasi untuk mengikuti jejak idola mereka, tatkala sudah berumah tangga.
Eh,,,,, tak disangka-sangka, Rachel Vennya terciduk melayangkan gugatan kepada suaminya di Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Pupuslah harapan romantika kawula muda dengan cuitan-cuitan satiris dan skeptis di dunia tipu-tipu (Jagat Maya).
Aih, kata Daeng Khrisna Pabichara, makin runyam dunia ini. Lalu, kata Engkong Felix, "cemana pula ini."
Tak ada yang salah untuk mengidolakan figur publik, asalkan jangan berlebihan. Entar impiannya enggak kesampain, sakit lah hati ini. Kata bang Susy,"Hooo itu derita loe."
Bagi saya, pernikahan itu bukan perkara kawin-cerai, tapi pernikahan itu adalah komitmen. Komitmen untuk terus bersama pasangan selama suka maupun duka. Jangan hanya maunya yang enaknya saja. Lalu, tatkala menemui air daun pepaya, tinggalin anak-istri begitu saja.
So, latihlah psiko Emosional secara matang, sebelum menikah.
Mohon maaf untuk Daeng Khrisna, Engkong Felix dan Bang Susy, karena telah melibatkan anda sekalian.