Mungkinkah bahasa daerah hilang ditelan zaman? Tentu segala sesuatu mempunyai potensi untuk hilang.
Namun, di sisi lain, saya melihat ada pegiat-pegiat literasi daerah yang mulai berani untuk menerbitkan novel bahasa daerah, sebagai kearifan lokal yang perlu dilestarikan.
Ya, salah satu contohnya adalah Kompasianer Ikhwanul Halim yang berani mempublikasikan novel bahasa daerah.Â
 Ada juga Pak Pepih Nugraha yang semakin getol mempublikasi karya bahasa daerah (Sunda) di websitenya.
Selain itu saya banyak belajar dari Komunitas Biara Katolik, khusunya Kongregasi SVD (Sicietas Verbi Divini), Provinsi Jawa yang setiap tahun mengadakan Hari Budaya Nusantara.Â
Acara Hari budaya Nusantara sebagai ajang pembelajaran antar budaya yang ada di Nusantara. Setiap budaya wajib menampilkan acara daerahnya. Tentu setiap orang akan mempelajari bahasa daerah yang dipentaskan. Bukankah ini merupakan langkah yang tepat, untuk mengukuhkan atau melestarikan budaya Nusantara?
Bahasa daerah adalah identitas dari mana kita berasal. Boleh kita mempelajari budaya/bahasa asing untuk menunjang karier dan pergaulan kita dengan dunia luar. Asalkan bahasa daerah jangan kita menodai dengan sikap durhaka.
Mari mencintai bahasa daerah. Jangan biarkan bahasa daerah semakin hilang di tengah gempuran bahasa asing di dalam kehidupan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H