"Asyik. Aku dan winda memiliki kesempatan untuk ngobrol. Aku senang winda pun senang. Ya, karena kami saling menahan gelora asmara di dalam dada. Sembari menikmati jogging pagi bersama winda, kami pun ditemani dengan suasana hiruk - pikuk para Lansia yang dengan bersemangat berlari ke sana - kemari sembari menebarkan senyuman khas dari raut wajah mereka. Aku dan winda sangat menikmati moment seperti itu. Maklumlah ada kebebasan untuk mengekspresikan diri. Karena sebagian besar waktu yang kami miliki dihabiskan dalam dunia kerja.
"Win.....aku senang kamu mau jalan bareng sama aku."
Jawabnya, wes, aku juga senang, kok mas." Percakapan diantara aku dan winda semakin ngalir. Moment seperti ini, kami gunakan untuk saling mengenal satu sama lain. Sembari kami mencari udara segar di taman kota Aloon - Aloon Tulungagung.
"Win.....kamu agama Islam kan?
"Jawabnya, wes, aku agama Islam."
"Lah, sampeyan agama opo?
"Aku agama Katolik, Win."
Kayaknya dia agak terkejut. Karena ia tidak menyangka aku beragama katolik. Tetapi, antara aku dan dia tidak mempersoalkan agama. Karena agama itu berkaitan dengan ruang privat. Ruang yang hanya bisa diketahui dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan.
Namun, realitas bangsa Indonesia yang menggunakan agama untuk saling mencari kelemahan bagi sesamanya. Meminjam istilah Thomas Hobbes,"manusia adalah serigala bagi sesamanya (Homo Homini Lupus)."
"Winda.....oh Winda mengapa engkau menghipnotis diriku dengan senyuman manjamu. Kondisi ini mendorong aku untuk mengecup keningnya, tapi aku malu dengan orang-orang yang sedari tadi memperhatikan tingkah laku kami."
Maklum sebagian besar yang jogging pada pagi hari ini adalah para lansia. Aku dan Winda hadir dengan warna pelangi.
Akhirnya, aku pun berani untuk merangkul dia. Winda pun malu-malu. Katanya, aku malu dilihatin orang. Jawabku, ngak perlu malu winda." Lalu, winda semakin memancarkan senyuman malu-malu, sembari wajahnya yang mulai memerah. Hhhhhhhh........
Setelah sekian belasan kali, aku dan winda mengelilingi taman kota Aloon - Aloon Tulungagung yang luas dan panjangnya tidak sebanding dengan Taman Alun - Alun kota Malang. Meskipun, aku orang asli Timor tapi aku sudah cukup mengenal Jawa Timur dengan baik. Sementara winda cuman mengenal Kediri kota kelahirannya. Lalu aku mengajak winda untuk liburan di kota Malang.
Winda gadis manja yang melemahkan mataku. Maklum laki-laki mengawali perasaan cinta dari pandangan mata.
Tanpa terasa petualangan aku dan winda berakhir dengan seiring datang dan perginya detik demi detik menuju pekerjaan kami.