Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lidah Palsu Demokrasi

18 Oktober 2020   18:59 Diperbarui: 18 Oktober 2020   19:01 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nabi adalah penyambung lidah Sang Pencipta (Tuhan) kepada umat-Nya. Demokrasi juga mempunyai penyambung aspirasi rakyat. Lantas, lidah-lidah penyambung demokrasi hanya numpang lewat mencari ketenaran dan kekayaan. Ketenaran dan kekayaan adalah dua hal yang diincar oleh para utusan Sang Pencipta dan Demokrasi. Padahal, hakekat nabi/penyambung lidah adalah memperjuangkan apa itu kebenaran.

Setiap menjelang pesta Demokrasi, banyak menjamur lidah-lidah rakyat yang mengatasnamakan ketidakadilan. Ribuan provokasi terdengar di setiap sudut desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga Pusat. 

Setiap provokasi berpotensi menghancurkan persatuan. Karena provokasi adalah sarana marketing para penyambung lidah rakyat yang super power/dahsyat. Kekuatan maha dahsyat ada pada setiap sisi tergelap dan terlemah rakyat yakni psikologisnya.

Para penyambung lidah rakyat memiliki tendensi mengadu - domba. Karena bangsa Indonesia sangat mudah untuk dihancurkan hanya melalui rasis. 

Mengingat bangsa Indonesia kaya akan keanekaragaman. Jadi, sarana yang paling mudah dan cepat adalah mengumbar kamar orang lain di depan publik. Otomatis banjir kebencian menjamur dari hilir menuju hulur sungai Indonesia. 

Kebencian bak virus yang menjangkiti setiap orang. Bila zaman dahulu para utusan Tuhan membawa misi persatuan umat-Nya. Kini, utusan demokrasi adalah pembawa kebencian. 

Sumber dari masalah ini adalah keinginan untuk memiliki segalanya. Karena manusia tak pernah puas dengan apa yang dimilikinya saat ini. Istilah kerennya adalah kenikmatan semu/sesaat. Layaknya, kenikmatan bercinta antar pasangan.

Sesuai dengan riset yang saya amati di lingkungan sekitarku, media sosial rawan terhadap isu-isu seputar SARA. Karena para pengguna media sekarang sangat sensitif. Kehadiran media sosial sebagai pengganti propaganda yang sangat elegan dan efektif bagi para penyambung lidah demokrasi. Psikologis rakyat dibombardir dengan aneka wacana yang menuai banyak kontroversi. 

Sebagai jalan tengah untuk memilih antara nabi/penyambung lidah demokrasi yang tulus dan tidak adalah melalui langkah berikut ini:

1. Background/latar belakang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun