Saya kecewa dengan realita. Sebab blue fire tak bersahabat dengan diriku dan yang lainnya. Akibatnya saya hanya menikmati bau belerang yang amat menyengat menembusi telapak tangan para pencuci gudang rakyat yang selalu menghiasi ruang publik. Tak masalah, yang terpentin rasa penasaran diriku sudah terbayar dengan kehadiran saya di dasar gunung Ijen. Saya bangga dengan diriku. Karena saya berhasil menaklukan rasa takut dan cemas dalam menembusi gelap malam alam kosmos gunung Ijen.
2.386 mdpl gunung Ijen telah saya taklukkan. Kisah perjalanan saya tak semenarik dan seromantis kisah perjalanan lima sahabat dalam novel 5 CM karya Donny Dhirgantoro. Akan tetapi, nilai filosofi alam semesta gunung Ijen telah menjadikan diriku sebagai pribadi yang selalu haus dan lapar akan keindahan.
Setelah berwisata dengan blue fire dan bau belerang di dasar gunung Ijen, saya menikmati sunrise di puncak kenikmatan gunung Ijen di pagi hari.Bias sinar mentari pagi telah menghilangkan sekat sosial, budaya dalam kehidupan manusia.Â
Puncak gunung Ijen tak ada xenofobia dan skeptis akan budaya lain. Puncak gunung Ijen telah menyatukan segala perbedaan. Manusia adalah pusat alam semesta. Kemanusiaan sangat dihormati di atas puncak gunung Ijen. Gunung Ijen telah menyatukan semua golongan manusia.
Gunung Ijen telah menyetarakan martabat manusia dalam pandangan agama Kristen dan manusia berevolusi dalam pandangan biologis. Elaborasi antara kesetaraan dan evolusi manusia bersama cakrawala di puncak gunung Ijen. Saya tak melewatkan sunrise cepat berlalu. Saya mengabadikan momen langkah itu dengan swafoto. Saya mencari angle untuk meneropongi siklus semesta dalam bayangan mentari pagi.
Sinar mentari, bau belerang, embun dan awan telah mengusir saya untuk kembali mendarat. Bersama wisatawan mancanegara, kami melebur menjadi satu kawanan dalam menuruni gunung Ijen. Sinar mentari semakin menembusi dedaunan pohon raksasa disepanjang jalan. Saya terpana dengan negeri awan yang meliputi sebagaian alam Ijen. Jika seandainya saya mempunyai kekuatan supnatural, makan saya mau menyejarah bersama awan.
Sepenggalan kisahku dalam menjelajahi dunia telah berakhir di batas kota ini. Kemarin saya menciptakan sejarah, hari ini saya menuliskannya, esok akan menjadi kenangan untuk dunia dan sejarah keabadian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H