Dalam Pasal 88D ayat (2) Perpu Cipta Kerja, dinyatakan bahwa formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan tiga variabel, yaitu:
- Pertumbuhan ekonomi,
- Inflasi, danÂ
- Indeks tertentu.Â
Pasal tersebut merupakan hasil revisi dari pasal yang sama di dalam UU 11/2020 yang sebelumnya tidak terdapat variabel indeks tertentu. Penambahan variabel tersebut banyak disorot oleh masyarakat. Hal itu karena terdapat ketidakjelasan dalam variabel indeks tertentu tersebut. Bagi para pekerja, indeks tertentu dikhawatirkan merupakan indeks yang dapat mengurangi kenaikan upah minimum.Â
Sebaliknya, para pengusaha mengkhawatirkan bahwa indeks tertentu sendiri dapat memberatkan pengusaha apabila variabel tersebut membuat kenaikan dari upah minimum secara signifikan. Hal itu tentunya akan membebani keuangan perusahaan untuk membayar upah tenaga kerjanya.Â
Berbeda dengan dua variabel lainnya yang tolok ukurnya sudah jelas, indeks tertentu tidak. Hal itu tentunya akan menimbulkan ketidakpastian hukum di kalangan pengusaha dan pekerja. Padahal, dalam Pasal 3 Konvensi Penetapan Upah Minimum Tahun 1970 telah diatur secara jelas apa saja unsur yang patut dipertimbangkan dalam penetapan upah minimum. Dalam hal itu, di samping aspek ekonomi, terdapat pertimbangan aspek kesejahteraan buruh dalam Pasal 3 huruf a konvensi tersebut. Hal itulah yang seyogianya diperhatikan oleh Pemerintah. Apalagi, adanya unsur indeks tertentu yang multitafsir tersebut yang bisa saja merupakan pengurangan justru bertentangan dengan Pasal 2 Konvensi Penetapan Upah Minimum Tahun 1970.
Pasal 88F
Berbeda dengan UU 11/2020, terdapat tambahan pasal dalam pengaturan soal upah dalam Perpu Cipta Kerja, yaitu pada Pasal 88F. Adapun pasal tersebut menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2) Perpu Cipta Kerja. Penambahan pasal ini membuat peraturan soal penetapan upah dalam Perpu Cipta Kerja menjadi penuh ketidakpastian dan rawan kesewenang-wenangan dari pihak Pemerintah.Â
Hal itu karena dalam Pasal 88F Perpu Cipta Kerja tidak diberikan kualifikasi keadaan seperti apa yang membuat Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah disamping yang telah ditetapkan. Apalagi, dalam Pasal 88D Perpu Cipta Kerja saja telah terdapat penambahan variabel berupa indeks tertentu yang juga sama-sama sumir dan multitafsir.Â
Hal itu ditambah dengan lahirnya Pasal 88F Perpu Cipta Kerja tentunya akan membawa ketidakpastian hukum yang amat sangat. Padahal, menurut Pasal 4 ayat (2) Konvensi Penetapan Upah Minimum Tahun 1970, modifikasi atau perubahan terhadap perangkat penentuan upah minimum, harus melibatkan pihak buruh dan pihak pengusaha. Jelas, Pasal 88F bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) Konvensi Penetapan Upah Minimum Tahun 1970 karena memungkinkan Pemerintah untuk mengubah mekanisme penentuan upah tanpa terlebih dahulu, membahasnya dengan pihak buruh dan pengusaha.