Dalam klaimnya, Pemerintah meyakini bahwa hadirnya kembali Pasal 64 merupakan hal yang baik karena ketentuan alih daya (outsourcing) menjadi lebih jelas. Hal itu karena, dalam UU 11/2020 tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, sedangkan dalam Perpu ini, jenis pekerjaan alih daya dibatasi. Sayangnya, hal itu tidak sepenuhnya benar. Terdapat beberapa catatan terhadap dihidupkannya kembali Pasal 64.Â
Potensi Perluasan Jenis Pekerjaan Alih Daya
Salah satu catatan utama adalah pengaturan perihal alih daya sendiri tidak lengkap dan malah dapat merugikan tenaga kerja. Hal itu karena Perpu Cipta Kerja tidak turut memperbaharui beberapa hal yang harusnya turut diperbaharui beserta Pasal 64 Perpu Cipta Kerja, yaitu Pasal 65 Perpu Cipta Kerja dan Pasal 66 Perpu Cipta Kerja.Â
Sayangnya, Perpu Cipta Kerja sama sekali tidak memperbaharui pasal-pasal tersebut sehingga tetap sebagaimana diatur dalam UU 11/2020. Padahal, Pasal 65 Perpu Cipta Kerja dan Pasal 66 Perpu Cipta Kerja mengatur perihal batasan-batasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan kepada perusahaan alih daya.Â
Dalam perkembangannya, Pasal 65 Perpu Cipta Kerja malah dihapus dalam Perpu Cipta Kerja. Sementara itu, Pasal 66 Perpu Cipta Kerja direvisi sehingga tidak membahas sama sekali jenis pekerjaan yang dibatasi untuk dialihdayakan.Â
Dalam hal ini, perusahaan menjadi mendapat keleluasaan yang sangat besar dalam hal mengalihdayakan pekerjaan terlepas apakah pekerjaan tersebut berkaitan langsung dengan kegiatan pokok atau utama dari bidang pekerjaan terkait sebagaimana diatur dalam UU 13/2003.Â
Lebih parah lagi, perusahaan bahkan dapat mengalihdayakan seluruh jenis pekerjaan yang ada di perusahaan melalui mekanisme outsourcing. Hal itu tentu akan mengancam pekerja karena akan marak terjadinya pekerja alih daya yang mengambil pos-pos pekerjaan di perusahaan. Dampaknya adalah pada kesejahteraan buruh yang terancam karena dapat terjadi pengurangan tenaga kerja atas dasar jenis pekerjaan yang dapat diserahkan kepada pekerja alih daya.
Problematika Pekerjaan Alih Daya (Outsourcing)
 Alih daya atau kerap disebut outsourcing, memang merupakan salah satu masalah krusial dalam persoalan ketenagakerjaan di Indonesia. Sayangnya, Pemerintah dan pengambil kebijakan lainnya belum juga mampu menyelesaikannya.Â
Sebagai contoh, demonstrasi buruh yang terjadi pada tahun 2012 yang terjadi di Jakarta yang dipelopori oleh beberapa serikat buruh, seperti Konferensi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) yang diwakili oleh Said Iqbal memprotes perihal pekerjaan alih daya. Dalam hal itu, Ia menuntut agar proses produksi dan kegiatan pokok di perusahaan tidak boleh mempekerjakan outsourcing.Â
Kegiatan penunjang juga hanya boleh dilakukan di lima jenis pekerjaan saja yang menggunakan outsourcing pekerja dan tidak boleh untuk jenis pekerjaan lainnya.Â