Tuntutan untuk menghapuskan dwifungsi ABRI dirasa sangat diperlukan pada masa orde baru demi terciptanya stabilitas sosial agar setiap unsur yang ada dalam lapisan masyarakat, dapat menjalankan setiap tugas dan wewenangnya berdasarkan kapabilitasnya masing-masing.
Sehingga, alur kerja yang ada di dalam pemerintahan menjadi lebih teratur dan warga sipil dapat berperan besar bagi terciptanya Indonesia yang lebih maju.
Namun, beberapa waktu lalu telah beredar sebuah berita yang kabarnya akan memperbolehkan TNI-Polri untuk mengisi jabatan ASN sehingga teori siklus perubahan sosial menjadi relevan dalam hal ini.
Teori Siklus Perubahan Sosial menyatakan bahwa sejarah akan terus berulang, yang berarti bahwa manusia dalam upayanya membangun peradaban sangat mungkin untuk mengulang kembali peristiwa masa lalu; peristiwa baik maupin buruk. Salah satu tuntutan Reformasi menyatakan kehendak rakyat yaitu Penghapusan Dwifungsi ABRI secara total dan menyeluruh. Realita saat ini mulai menunjukkan adanya pembicaraan kembali terkait dengan TNI-Polri yang diizinkan untuk mengisi jabatan ASN.
Gejala politik ini menimbulkan tanda tanya besar bagi masyarakat Indonesia Pasca-Reformasi: Apakah sejarah akan terulang kembali? Apakah pengesahan RPP tentang manajemen ASN akan melahirkan kembali Dwifungsi ABRI 2.0? Bagaimana dengan komitmen elit politik dalam mengawal cita-cita Reformasi?
Masyarakat berharap Dwifungsi ABRI tidak terjadi karena Dwifungsi ABRI hanya mempunyai satu arti: Penyimpangan cita-cita Reformasi 1998 sekaligus menandai kembalinya rezim kaku otoriter yang anti-kritik. RPP tentang Manajemen ASN ini perlu ditinjau kembali dan dipikirkan dengan baik.
Amandemen UUD 1945
Agenda reformasi selanjutnya adalah amandemen UUD 1945. Sebelum diadakannya amandemen, UUD 1945 memiliki banyak kekurangan seperti tidak adanya peraturan yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Selain itu, UUD 1945 sebelum perubahan tidak memiliki mekanisme check and balances yang berfungsi untuk setiap lembaga negara dapat saling mengawasi agar tidak terjadinya pemusatan kekuasaan.
Tidak heran jika pada saat itu pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan demi kepentingan pribadi dan golongan mulai terjadi.
Selanjutnya, yaitu tentang hak asasi manusia yang pada saat itu belum diatur dengan jelas dan rinci dalam UUD 1945 yang menimbulkan banyaknya kasus pelanggaran hak asasi manusia.
Amandemen 1945 ini memiliki tujuan untuk melengkapi dan menyempurnakan kembali UUD 1945 seperti dengan membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden agar terciptanya pemerintahan yang bersih, menjelaskan secara lebih rinci tentang hak asasi manusia karena ini merupakan hal pokok dalam kehidupan bernegara, dan menerbitkan mekanisme check and balances sehingga pemerintah dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik.
Otonomi Daerah yang Seluas-Luasnya