Mohon tunggu...
Fredi Yusuf
Fredi Yusuf Mohon Tunggu... Insinyur - ide itu sering kali datang tiba-tiba dan tanpa diduga

selalu bingung kalo ditanya, "aslinya orang mana?".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Cinta untuk Zola

30 Maret 2021   02:51 Diperbarui: 30 Maret 2021   03:02 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin jika disandingkan antara alam dan diri sendiri, kamu lebih memilih alam untuk kamu cintai dengan lebih dibandingkan dirimu sendiri.... Tak banyak sosok wanita yang memiliki rasa cintanya pada alam dengan tulus sebagaimana kamu memberikan cintamu pada alam...

Jika saya boleh berkata pada alam, ingin saya katakan betapa beruntungnya kamu dicintai dengan rasa yang tulus oleh seorang wanita yang sangat sopan dijalan namun liar dihutan... liar dalam arti liar menjaga keutuhan apa yang dititipkan oleh sang pencipta agar apa yang terkandung di dalamnya tak terancam punah...

Siapakah diaa???

Dia adalah....

Zolaa...

Lengkapnya Zola Angelita... itulah nama yang dilekatkan kedua orang tuanya,

Setiap orang tua melekatkan nama pada anaknya tentu melalui harap dan doa, agar ia tumbuh cantik, membanggakan bagi orang tua dan alam semesta... sesuai dengan namanya Angel... dalam bahasa tetangga sebelah Angel berarti malaikat... ya dia bak malaikat yang dititipkan tuhan untuk menjaga dan mencintai alam dengan tulus, dengan caranya sendiri...

Tidak hanya alam tanah kelahirannya yang telah ia telusuri, alam Sumatera pun hampir terjamah olehnya... dan kali ini Borneo menjadi saksi untuk petualangan selanjutnya...

-o0o-

Ukuran Bandaranya tergolong kecil, hanya terlihat beberapa pesawat kecil dengan cat hijau khas militer terparkir disini. Sekelompok tentara terlihat sedang sibuk mengangkut logistic ke dalam pesawat. Disalah satu sisi, sekelompok ibu-ibu menggunakan pakaian seragam, beserta anak-anak yang beberapa diantaranya menangis merengek, memperhatikan dengan para tentara yang sedang bekerja tersebut. Sesaat kemudian, para tentara yang selesai bekerja, menghampiri kelompok ibu dan anak tersebut, lalu peluk cium dan suara tangis membludak diantara mereka.

"Mmm... sepertinya sedang ada upacara pelepasan bagi tentara akan bertugas ke daerah lain" pikirku. Sesaat setelah kami mendarat di Bandara Robert Atti Besing, setelah lebih dari satu jam terbang menggunakan pesawat kecil dari Balikpapan.

Perjalanan udara yang cukup melelahkan, setelah sehari sebelumnya kami harus terbang dari Jambi -- Jakarta -- Balikpapan dan menginap dan Balikpapan. Sebelum keesokan harinya kembali melanjutkan penerbangan ke Malinau, Kalimantara Utara.

"Selamat datang di Malinau, petualangan di Borneo akan segera kita mulai" ujar Jansen yang menyambut kami di Bandara.

-o0o-

"Perkenalkan, nama saya Zola... Zola Angelita, asal Padang" seorang remaja putri berjilbab menghampiri meja kerjaku dan memperkenalkan dirinya. "Saya anggota baru tim Abang".

"Mmm... selamat bergabung. Kita akan meeting pertama selepas makan siang, sampai ketemu di ruang meeting" sahutku dingin.

Tidak seperti beberapa staf baru lainnya, yang memperkenalkan diri dengan senyum lebar dan sedikit berbasa-basi. Zola hanya sedikit menatap sambil tertunduk, kemudian berlalu meninggalkankanku.

Entahlah... Jangan-jangan dia juga bisa merasakan bahwa kehadirannya tidak begitu aku kehendaki.

"He broi... mengapa kau pilih cewek untuk masuk dalam timku? kau kan tahu, pekerjaan ini tidak mudah. Orang-orang yang ada dalam tim ini tidak saja membutuhkan kepintaran secara intelegensi, tapi juga akan menguras fisik serta mental" protesku pada Anto rekan timku di manajemen atas perekrutan staf baru tersebut, saat ia menyodorkan nama-nama yang masuk dalam timku.

Hari itu aku memang berhalangan hadir dalam wawancara rekruitmen staf baru untuk timku sendiri. Conference of Parties (COP) di Paris, memaksaku harus berada disana, untuk turut memantau dan memastikan bahwa negara-negara di dunia bersepakat untuk melakukan mitigasi dan adapatasi terhadap perubahan iklim.

Syukurlah, dalam COP yang menghasilkan Paris Agreement tersebut, negara-negara di dunia bersepakat untuk menahan peningkatan temperatur rata-rata global dibawah 2C, supaya memberi peluang terhadap makhluk hidup untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Selain itu, Paris Agreement diarahkan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim, menuju ketahanan iklim dan pembangunan rendah emisi, tanpa mengancam produksi pangan, dan menyiapkan skema pendanaan untuk menuju pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim. Indonesia sangat berkepentingan untuk melakukan meratifikasi Paris Agreement karena mandat Konstitusi bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28H). Terlebih kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat rentan terkena dampak perubahan iklim.

Sepulang dari sana, aku memang beri tugas memimpin tim ini untuk melakukan berbagai kajian berkenaan dengan penurunan emisi karbon dari sector kehutanan. Utamanya di wilayah-wilayah kelola masyarakat yang tinggal terpencil, jauh di dalam hutan.

"Pekerjaan ini berat To, bahkan cowok-cowok yang ada di tim lama kita aja, banyak yang menolak ketika diajak secara serius untuk focus di kajian ini" tegasku.

Iya, aku pernah menawarkan pekerjaan ini kepada beberapa cowok di tim lama. Tetapi mereka ngeles dengan berbagai alasan, ada yang bilang sudah kadung janji bikin serial meeting dengan stakeholder, sibuk ngurusin sawah organic dengan kelompok tani, atau sibuk ngurusin community business development. Tapi, pastinya tidak mudah mengajak orang untuk survey ditengah hutan, jauh berjalan sampai kaki lecet dan digigit pacet, serta harus tidur ditenda berlantai tanah diselimuti udara dingin berminggu-minggu lamanya.

"Tenang masbro, yang aku rekrut ini bukan perempuan sembarangan, dia pernah jadi Ketua Kelompok Pencinta Alam di Kampusnya, berbagai puncak gunung di Sumatera pernah dia taklukan" sahut Anto.

"Whuh..." dengusku,

"Ukuranmu terlalu mainstream, kalau sekedar Gunung yang biasa didaki anak-anak PA itu biasanya, tracknya kayak jalan tol, manusia terbiasa lalu lalang disana. Ada tim rescue dan pemangku kawasan yang senantiasa memantau dan siap membantu jika terjadi hal-hal yang tak diingingkan. Tapi proyek kita ini, akan bermain di belantara yang bahkan tidak seorangpun pernah menyentuhnya. Not apple to apple" cerocosku.

"Percayalah, sebelum mencapai puncak, seseorang akan memulainya dengan meniti dari bawah" Anto berlalu meninggalkanku.

-o0o-

"Piye kabare Mas? lancar gawean sampeyan ning alas" sapaku pada Mas Kardi, Forester senior yang sudah malang melintang dalam dunia survey kehutanan. Hari itu ia baru masuk kantor, setelah hampir tiga minggu survey di dalam hutan.

"Alhamdulillah lancar" sahutnya.

"Trus, cah anyar kui nggak ngerepotkan sampeyan kan mas" tanyaku sok-sok pakai Bahasa Jawa, padahal kemampuanku tentang Bahasa Jawa sangat terbatas.

"Wuih apik... fisiknya kuat, nggak kalah sama orang-orang desa yang memandu kita masuk ke hutan" jawab Mas Kardi.

"Syukurlah..." pikirku.

Aku sempat membaca laporan-laporan kegiatan mereka, mulai dari kegiatan analisa vegetasi, HCVF, sampai pemasangan kamera traf. Secara keseluruhan it's okay, nggak ada masalah, mudah dicerna dan dipahami.

"Kita tahu teori rantai makanan, dimana masing-masing makhluk hidup satu sama lain memiliki keterkaitan. Jika salah satu kaitan itu terputus, maka salah satu populasi akan berkembang tanpa kendali, akibatnya keseimbangan ekologi menjadi terganggu. Oleh karena itu, beberapa species kunci terancam punah, harus kita lestarikan keberadaannya, demi menjaga keseimbangan ekologi, kelestarian sumberdaya alam, dan kesejahteraan bukan saja saja manusia, tetapi makhluk lain yang juga menjadi penghuni bumi ini" ucap Zola menyampaikan presentasinya pada suatu workshop hasil risetnya.

"Mmm... So, bisa jadi meningkatnya populasi babi yang saat ini menjadi hama nomor satu para petani di Desa-desa hingga mereka tak bisa lagi bercocok tanam, adalah akibat dari putusnya salah satu rangkai makanan. Dimana harimau yang sejatinya menjadi musuh alami atau pemangsa hama babi, keberadaannya terancam punah, sehigga populasi bagi meingkat dengan pesatnya" timpal Mas Kardi.

"Jadi maksud Mas Kardi, supaya hama babi bisa terkendali, setiap petani harus memelihara harimau di ladangnya masing-masing" selorohku, disambut gelak tawa peserta yang hadir.

Entah kenapa selera humorku yang telah lama hilang kini bangkit lagi.

-o0o-

Hutan Borneo|Dokpri
Hutan Borneo|Dokpri
Atas dasar capaian-capaian baik kami di Sumatera, donor meminta kami mengembangkan proyek ini di Kalimantan. Daerah yang masih asing bagi kami. Aku harus membagi sumberdaya untuk bekerja di Sumatera dan Kalimantan. Ketika aku tawarkan kepada tim ini, hanya Zola dan Mas Kardi yang bersedia berangkat ke Kalimantan.  

"It's Okay, nggak masalah, kita punya mitra kerja yang akan membantu disana" pikirku.

Aku harus mengantar mereka ke Kalimantan, sekalian memamahami situasinya, serta untuk beberapa urusan dengan mitra disana.

"Selamat datang di Malinau, petualangan di Borneo akan segera kita mulai" ujar Jansen yang menyambut kami di Bandara.

Jansen adalah Ketua mitra kerja, yang akan membantu berbagai urusan kami di Malinau. Ia asli orang Dayak, yang merupakan salah satu suku asli dan terbesar di Kalimantan. Dia tidak sendiri, ada Oggy dan Diana, yang dari sosok dan gaya bicaranya cukup terlihat jelas jika mereka berasal dari Indonesia Timur. Kedua orang ini yang membantu Jansen, untuk pekerjaan-pekerjaan lapangan, dan kan menjadi tandem Zola dan Mas Kardi selama menjelajah hutan Kalimantan.

Kami menginap tiga malam di Kota Malinau yang tidak bising dengan keramaian kota. Kami melakukan briefing serta menyiapkan berbagai perlengkapan menjelang kami berangkat ke Desa Long Nyapa, tempat kami riset nanti.

Zola mulai mengeluh dengan makanan yang kurang sesuai dengan lidah Minangnya. Hingga ia harus memasak sendiri di Basecamp tempat kami menginap.

"Sebenarnya lidahku tidak payah, yang penting ada cabe giling yang digoreng itu sudah cukup. Makanan lainnya tinggal dicampur saja dengan cabe giling tersebut" ucap Zola sambil mengulek cabe yang akan dia masak. Ia sedikit kesulitan mengulek cabe, karena batu ulekan cabe di Sumatera biasanya berbentuk bulat, sedangkan disini bentuk seperti pistol.

Dari keterangan Jansen, Desa Long Nyapa yang akan jadi tempat tujuan riset ini belum bisa diakses oleh kendaraan. Untuk menuju kesana, hanya bisa dilakukan dengan berjalan kaki selama 9 hingga 12 jam dari Desa Long Tuvu. Untuk menuju desa Long Tuvu sendiri harus ditempuh selama 8 sampai 10 jam, dengan kendaran kendaraan bergardan ganda, karena medan jalannya yang offroad abis. Perjalanan yang pastinya akan menguras energi dan emosi.

Hari itu pun tiba. Dua kendaraan offroad double cabin yang akan mengangkut kami ke Long Tuvu sudah terparkir didepan base camp sedari tadi. Dari bentuk fisiknya, sepertinya ini bukan kendaraan offroad, tapi kendaraan perang. Kendaraan off road biasanya dipelihara pemiliknya yang biasanya sangat telaten dan ngerti seluk beluk armada, secara baik hingga terawat dan mulus.

Tapi ini...

Bukan hanya goresan, bahkan bodinya pun penyok disana-sini. Joknya tak hanya penuh peta kepulauan dan tetesan hitam bekas oli, tapi juga robek dan tercabik dibeberapa bagian. Begitupun dengan kompartementnya, yang biasa terisi minuman dan makan ringan, tapi justru penuh dengan lap kotor, kunci, baut dan sperpart bekas. Jadi jangan berharap ada AC dingin mengisi kabin, sebaliknya kepulan asap rokok akan senantiasa menghiasi isi kabin.

Tapi it's okay, ini armada tempur kita, mari meluncur.....   

Ternyata armada ini cukup kuat untuk melintasi jalan tanah yang terjal dan mendaki membelah hutan Kalimantan. Sesekali armada ini harus turun melintasi sungai tanpa jembatan. Perjalanan yang cukup menyenangkan, hingga sore harinya kami tiba di Desa Long Tuvu.

Keesokan harinya, perjalanan dilanjutkan menuju Desa Long Nyapa, tempat kami akan melakukan riset. Dengan dipandu beberapa masyarakat local, kami mulai bergerak sejak pagi buta, agar tidak terlambat dan kemalaman sampai ditujuan.

Jalanan membelah hutan ini cukup licin, mengingat semalaman tadi diguyur hutan. Tak terhitung pacet yang menggigit betis, pinggang bahkan leher. Sesekali kami harus melintasi sungai dengan arus yang cukup besar.

Pada sebuah pendakian yang cukup tinggi, nafasku mulai terengah dan mataku mulai berkunang-kunang. Aku duduk berselelonjor sambil bersandar disebuah pohon, sejenak beristrirahat sambil mengatur jalan nafasku.

"lai aman bang" sebuah suara berbisik disampingku menggunakan Bahasa Minang.

"Oh, kamu Zola, aku pikir tadi Zackia Arfan" selorohku.

"Siapa tu Zackia Arfan, mantan pacar Abang ya"

"Aaarcgh... kamu, masa nggak tahu. Makanya jangan nonton drakor melulu"

Dalam kondisi letih dan cukup menegangkan seperti ini, bercanda bukanlah hal yang buruk. Bahkan bisa memulihkan tenaga dan menenangkan jiwa.

Tapi iya, aku merasa mulai kedodoran melintasi medan seperti ini. Maklumlah perutku mulai buncit, karena cukup lama tak turun ke lapangan. Sementara Zola, yang perawakannya ramping seperti News Anchor Metro TV itu, terlihat tetap bugar.

Menjelang matahari tenggelam, kami tiba di Desa Long Nyapa. Desa yang tengah hutan yang dihuni tidak lebih dari 40 kepala keluarga tersebut, terlihat cukup tertata dan begitu asri. Kepala Desa dan penduduknya mulai dari orang dewasa hingga anak-anak seakan menyambut kami dengan riang gembira.

Bahkan keesokan harinya, ketika Zola, Mas Kardi, Oggy dan Diana didampingi beberapa orang desa yang akan memandu, menuju titik pengamatan dan akan ngecamp selama sekitar 2 minggu lamanya didalam hutan. Hampir seluruh penduduk desa turut melepas kepergian mereka, dengan sedikit seremoni berupa sambutan Kepala Desa dan Do'a bersama.

Zola dan rombongan pun, pergi meninggalkan kami dan desa ini, lalu perlahan tak lagi Nampak dipandangan kami.

Petualangan di Hutan Borneo|Dokpri
Petualangan di Hutan Borneo|Dokpri
-o0o-

Assalamu'alaikum Zola,

Apa kabar kamu hari? semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT ya.

Abang ingin sedikit cerita. 

Jadi pas keberangkatan kamu dari Long Nyau menuju Hutan Desa tempo hari, abang ngerasa sedih. Tapi bukan sedih karena kamu akan pergi menunaikan tugas yang berat, melainkan sedih karena abang ngiri. 

Loh kok ngiri...?! nggak nganan.. hehe

Iya ngiri, karena ketika abang dulu mau survey di banyak hutan di Sumatera dengan tim dari lembaga kita yang hanya abang sendirian, jangankan masyarakat yang mengiringi kepergian kita, atau atasan dan rekan tim lainnya, sepertinya waktu itu tim yang biasa tugas di Desa pun entah kemana. Tak ada ucapan selamat, tak ada ucapan semangat, apalagi peluk cium dari sahabat.

Jadi saat kepergian kalian yang diiringi dengan 'seremoni', awalnya sebenarnya tidak ada kesedihan dan rasa haru dihati, yang ada justru rasa geli.  Melihat kalian pergi bak tentara yang akan berperang dilepas dengan canda, tawa, hingga tangis sanak dan keluarga. Padahal abang dulu sendirian, sedangkan kamu sekarang bahkan berempat. 

Tapi setelah kalian pergi meninggalkan kami, pikiran lain mulai terlintas, hingga rasa sedih dan haru muncul, bahkan hingga ingin rasanya meneteskan air mata.

Bagaimana tidak... saat ini semuanya berbeda.

Ini hutan Borneo, bukan hutan dimana kamu cukup dekat dengan keluarga dan tanah kelahiranmu. 

Ini belantara di pedalaman Kalimantan, yang bahkan sulit untuk diakses. Orang-orangnya pun baru dikenal, dengan budaya yang sangat berbeda.

Dan kamu... sosok gadis, yang seharusnya duduk manis dan bersolek menanti pria tampan nan mapan datang mempersuntingmu. 

Tapi kamu, malah mau-maunya pergi ke belantara yang entah berantah, dimana tak banyak diantara kita yang tahu seluk beluknya. Ini bukan perkara mudah, dan hanya orang-orang yang luar biasa hebatlah yang mau melakukannya.

Jadi abang mohon maaf atas perasaan itu.

Dan abang bangga punya rekan tim seperti kamu, sosok perempuan muda yang mau berpetualang di belantara. Kamu begitu cinta dengan apa yang kamu lakukan, bahkan sepertinya melebihi kecintaanmu terhadap diri sendiri. Kamu rela menguras waktu dan tenaga untuk semua ini.

Sebagai permintaan maaf, abang bawain kamu sebuah batu yang abang bawa langsung dari Muara Sungai Long Betung. Eh... yang bawa porter ding, abang cuma nyariin aja hehe...

Kok batu sih..?!

Iya, siapa tahu kamu taragak masak dan manggiling lado di Base Camp kita di Malinau. Secara batu giliang di Base Camp Malinau tu kan kurang suai jo tangan awak. Mudah2n ini agak sesuai, karano dak dapek yang rancak bana haha....

Bersama surat ini, abang juga menyelipkan juga selembar uang kertas, siapa tahu pengin beli es pisang ijo atau yang lainnya. Silahkan, pergunakanlah piti tu. Itu piti pribadi abang loh, ndak ado potong perdiem. Silahkan traktir kawan2, tapi kalau kurang nombok sendiri ya hehe...

Zol.. niatmu begitu tulus, semoga apapun yang kamu lakukan dengan ikhlas segera di Aamiinkan oleh semesta..

Salam untuk Mas Kardi, Oggy dan Diana.

Abang bangga pada kalian, karena kalian luar biasa...

Jaga terus kesehatan ya, tetap semangat, dan 

sukses selalu...

Malinau, 14 Februari 2020

Wassalam,

Alfred Hasibuan

 

-o0o-

-o0o-

-o0o-

 

 

Thanks Ncep, telah bantu editing dan finishing, 

Berikutnya kita tulis cerpen berjudul "Anak Mama Tapi Bukan Anak Manja" ya hihi.....

Sampai jumpa,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun