Kirana Sasmito namanya. Gadis berambut hitam lurus panjang sepinggang. Senyumnya yang irit seperti enggan memamerkan lesung pipit semakin menambah aura. Bibir tipisnya menyimpan berjuta rasa. Binar matanya memancarkan gairah belajar dan hidup yang menular seperti wabah yang tak terbendung.
Aahhhh...aku sudah terpesona pada pandangan pertama. Kala itu aku melihatnya saat Masa Orientasi Siswa Baru di sekolahku. Aku duduk di kelas 2 IPA di sana. Semua orang mengakui kalau aku pintar, tapi untuk masalah lawan jenis aku nol besar. Apalagi untuk berkenalan dengannya...duhh...aku mana berani. Aku orangnya pemalu terutama bila berurusan dengan makhluk Tuhan yang paling cantik bernama perempuan. Padahal kata teman -- temanku aku tak kalah ganteng dari bintang laga Jepang pemeran Satria Baja Hitam.
Butuh puluhan hari sampai aku berani memulai perkenalan dan butuh ratusan pemikiran untuk mendapatkan cara yang paling ampuh untuk mendekatinya tanpa teman dan guruku tahu. Â Aku sudah mempelajari semua gerak -- gerik dan kegiatannya supaya bisa mencari waktu yang pas. Akhirnya kesempatan itu datang juga.
Siang itu, udara panas sekali. Kulihat dia berjalan seorang diri melewati gerbang utama sekolah hendak menuju ke asrama putri. Segera kususul langkahnya.
"Hei."
"Eh, kamu. Ada apa?"
Dia menjawab tanpa menghentikan langkahnya. Segera kusodorkan buku batik berwarna ungu setebal 100 halaman kepadanya. Tiba -- tiba dia berhenti.
"Apa ini?"
"Bacalah. Aku menuliskan sesuatu di lembar pertama. Kutunggu kau di sini besok pulang sekolah."
Dia memandangku ragu. Sedetik kemudian senyum tipisnya muncul menghiasi bening wajahnya.
"Oke. Sampai jumpa besok."