Suku Biak merupakan kelompok etnis yang berasal dari Kepulauan Biak di Teluk Cendrawasih, tepat di pantai lepas pantai utara Pulau Papua. Penamaan Biak sendiri diawali pada zaman kolonial Belanda pada abad ke-17. Keterangan secara lisan rakyat berupa mite. Penamaan Biak berawal dari warga klan Burdam yang meninggalkan pulau Biak karena bentrok dengan warga klan Mandowen.Â
Saat klan Burdam meninggalkan pulau Warmambo yang merupakan nama asli pulau Biak untuk menetap di tempat yang jauh sehingga tidak melihat pulau Warmambo lagi, tetapi saat mereka sesekali menoleh ke belakang, pulau Warmambo masih terlihat. Kondisi tersebut menyebabkan mereka berkata " v'iak wer " atau " v'iak" yang artinya ia muncul lagi. Nama Biak dipakai oleh orang yang meninggalkan pulau itu. Dari " vyak " Â menjadi "Biak" terjadi karena fonem [v] yang berubah menjadi [b] yang memunculkan kata Biak.
Pulau yang diduduki Suku Biak
Suku Biak mendiami wilayah utara Teluk Cendrawasih, yaitu pulau Biak, Supiori, dan Numfor. Suku Biak merupakan suku yang bertahan hidup dengan melaut, dia bahkan mendapatkan julukan Vikingnya Papua karena kehebatan mereka menaklukkan laut Papua.
Tiga pulau tersebut adalah pulau indah bak surga yang terletak di utara Papua, keindahan alamnya tak bisa diremehkan. Pulau indah yang belum dikenal banyak orang sehingga masih amat terjaga keelokannya.
Struktur organisasi Â
Suku Biak juga memiliki struktur pemerintahannya sendiri, pemilihan kepala suku biak didiskusikan oleh Sidang Pleno Luar Biasa Majelis Kankain Karkara Byak yang merupakan lembaga adat masyarakat Biak. Pemimpin suku Biak yang terpilih akan mendapatkan gelar yaitu Kawasa Biak.
Upacara Suku Biak
Upacara Wor merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh keluarga inti yang harus melibatkan kerabat suami dan istri. Tujuan dari upacara ini adalah memohon dan meminta perlindungan untuk anak mereka pada penguasa alam semesta.
Menurut suku Biak, Wor sebagai upacara adat mengandung suatu makna simbol dalam kehidupan orang Biak yang dalamnya terkandung nilai budaya yang mengatur hubungan mereka dengan sang pencipta.
Biasanya Wor dapat disampaikan melalui nyanyian,dan doa. Suku Biak mempercayai bahwa Wor merupakan pemujaan terhadap laut, darat, udara, dan penyembahan itu dilakukan di mana pun orang bidak berada. Wor juga diartikan sebagai upacara upacara kenem ( adat ). Wor merupakan upacara inti dari kenem orang biak yang disebut roh kehidupan orang Biak.
Kesenian Suku BiakÂ
Di masyarakat Biak juga terdapat kesenian yang berbentuk tarian yang bernama Tari Yospan. Nama Yospan didapat dari penggabungan tari Yosim dan tari Pancar. Tari Yospan terdiri dari dua tim, bagian penari dan musisi. Pertunjukan ini dilakukan dengan gerakan dasar yang penuh semangat, dinamis, dan sangat menarik perhatian. Gerakan yang terkenal dari Tari Yospan di antaranya yaitu Pancar gas, Gala gale, Jef, Pacul Tiga, Seka, dan lain-lain.
Tak hanya kesenian tari, suku Biak juga memiliki rumah adat yang bernama Rumsram. Rumah adat Rumsram berbentuk persegi dengan atap seperti perahu terbalik dari pelepah sagu, lantainya terbuat dari kulit kayu, dan dindingnya dari bambu air yang dibelah dan dicacah. Uniknya dari rumah adat Rumsram ini adalah ketika anak laki-laki yang sudah dianggap remaja setelah melalui upacara Wor Kapanknik akan menempati Rumsram untuk belajar mandiri dan mempersiapkan diri untuk masa depan sehingga perempuan dilarang mendekati atau memasukinya.
Keagamaan Suku Biak
Keragaman agama dalam suku Biak sangat terlihat, beberapa agama dianut di dalamnya tanpa menjadi penghambat dalam menjalankan kehidupan tiap individu. Di antara agama yang dianut masyarakat Biak yaitu Kristen sebagai mayoritas, Islam hingga animisme.
Menurut data Kementerian Dalam Negeri tahun 2021 tercatat bahwa mayoritas masyarakat suku Biak Numfor 83,58% beragama Kristen, dengan 81,33% Protestan dan 2,25% Katolik. Masyarakat Manokwari, Provinsi Papua Barat yang mayoritas beragama Kristen Protestan beribadah di GKI (Gereja Kristen Injil) di Tanah Papua.
Tak hanya agama tersebut, ada juga Totem sebagai bentuk dasar agama lokal di Biak yang dianggap suci dan sakral. Totem dipercaya oleh masyarakat Biak sebagai bentuk kepercayaan tertinggi kepada Dewa Penolong. Dengan adanya Totem di tengah-tengah masyarakat Biak menjadikan mereka semakin satu hati dalam berkehidupan bahkan meningkatkan solidaritasnya. Totem ini memiliki berbagai jenis misalnya Totem kepada Gurita, Totem kepada Anjing, Totem kepada Ular, serta kepada tumbuhan dan hal lainnya.
Peralatan Hidup Suku Biak
Suku Biak bermata pencaharian melaut dan berladang. Alat- alat yang mereka gunakan adalah alat- alat berladang berupa parang, kapak, dan tugal (tongkat kayu) untuk bercocok tanam. Mereka juga menggunakan alat alat untuk melaut. Ada riken, pukat yang disebut pampapos, tombak ikan yang disebut manora, yang terbuat dari bambu yang diberi peruncing dari besi di ujungnya. Mereka juga menggunakan alat untuk berburu, yaitu berupa tombak. Juga alat- alat rumah tangga suku Biak, misalnya sendok kayu yang disebut adwar, piring atau aibar, pakaian orang Biak yang terbuat dari kulit kayu berupa cawat yang disebut sarare
Kuliner Suku Biak
Papua adalah wilayah Indonesia dengan kekayaan alam yang berlimpah di setiap sudutnya, begitu pula dengan jenis makanan yang bisa dihasilkan dari berbagai sumber daya alam di sana. Suku Biak juga punya kuliner makanannya sendiri, loh,salah satu makanan tradisional dari suku Biak adalah Pokem. Pokem adalah makanan khas suku Biak yang berasal dari tanaman pokem, yaitu tanaman yang mirip gandum dan berbentuk seperti padi. Pokem merupakan makanan pokok masyarakat Pulau Numfor dan memiliki nilai budaya yang penting dalam kehidupan lokal.
Pokem adalah terigu dari tumbuhan kelas  Monocotyledonae , famili Gramineae, genus Sorghum, spesies Sorghum rumbrawer yang mirip dengan gandum (Avena sativa). Tanaman ini meerupakan asli dan dibudayakan oleh suku bangsa Biak sebagai makanan pokok di Pulau Nimfor.
Bahasa Suku Biak
Suku Biak juga punya bahasa aslinya sendiri yaitu Bahasa Biak atau Wos Biak/Wos Vyak. Bahasa ini merupakan salah satu dari sekitar 414 bahasa daerah di Papua. bahasa Biak dituturkan di Pulau Biak, Pulau Numfor, dan sekitarnya.
Pengguna bahasa Biak diperkirakan antara 30.000 hingga 70.000 orang, bahasa Biak digunakan penduduk asli di 8 kecamatan, dan dibedakan dialek bahasa seperti di Sambe, Swapodibo, Wadibu, Sopen, Mandander, Wombonda, Wurmbor, Sawias, dan dialek Doreri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H