Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Sales - Marketing - Operation

To complete tasks and working target perfectly. Leave path in a trail.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kiat Jitu Melangkah di Awal Karier

31 Maret 2021   18:19 Diperbarui: 26 Agustus 2021   22:15 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Onboarding is an art. Each new employee brings with them a potential to achieve and succeed. To lose the energy of a new hire through poor onboarding is an opportunity lost - Sarah Wetzel

Approximately 10% of new hires decide whether to stay or leave an organization within the first six months of joining - Human Capital Institute

Musim wisuda barusan di bulan November 2020 dan Februari 2021 baru saja kita lalui. Sebentar lagi kita akan menghadapi musim wisuda selanjutnya di Bulan Mei 2021 dan Agustus 2021. 

Namun berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sejak 2020 akibat pandemi Covid-19, wisuda kebanyakan dilakukan secara online, tidak ada lagi hingar bingar keceriaan wisudawan-wisudawati yang telah berhasil melalui jenjang pendidikan sebelum melangkah ke tahap berikutnya dalam perjalanan hidupnya, yaitu mendapatkan pekerjaan guna menjadi pribadi yang mandiri dan meraih kesuksesan dalam perjalanan hidupnya.

Sekitar 2 (dua) minggu lalu, saya mewawancarai beberapa kandidat dengan latar belakang fresh graduate yang baru lulus di Tahun 2021 ini. 

Dalam kesempatan tersebut saya coba menggali sejauh mana pemahaman dirinya terkait pekerjaan yang dicari dan apa yang akan dilakukan ketika berhasil mendapatkan pekerjaan tersebut. Saya ingin mereka "mengenali" pekerjaan yang akan mereka hadapi kelak. 

Sebagian besar kandidat dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini tidak mempedulikan di bagian mana mereka akan ditempatkan, tidak masalah walaupun tidak sesuai dengan bidang studinya, asalkan bisa segera mendapatkan pekerjaan. Hanya sebagian kecil yang teguh hanya mau bekerja di bidang pekerjaan yang sesuai dengan studi yang telah ditempuh. 

Mereka yang "nyeleweng" bekerja di luar bidang studinya, apakah benar-benar salah memilih studi pendidikan di awal? 

Apa yang kita mau dengan apa yang kita dapatkan sering kali tidak sama hasilnya. Saya tidak bisa mengatakan bahwa mereka telah salah memilih bidang studi, karena pada kenyataannya banyak profesional yang sukses juga mengambil bidang studi yang berbeda. 

Saya jadi teringat di awal saya berkarier, mantan atasan saya, Bp. BEJ, yang menjabat sebagai manager pemasaran di sebuah perusahaan properti nasional. 

Beliau mengambil pendidikan sebagai arsitek di sebuah perguruan tinggi terkenal di Bandung. Namun pekerjaan yang digeluti dan meraih sukses di kariernya bukan sebagai manager arsitek di perusahaan properti, melainkan di bidang pemasaran. 

Saya banyak belajar strategi pemasaran dari beliau saat saya mengawali karier profesional di bawah kepemimpinan beliau. 

Kemudian saat saya bergabung di Sariroti Tahun 2011-2012. Direktur Operasional yang membesarkan Sariroti, Bp. YH lah yang membawa sistem SAP dan membangun sistem supply chain serta pemasaran. 

Pendidikan beliau adalah sarjana teknologi pangan di ITB. Mungkin kalau hanya melihat dari segi pendidikannya, harusnya mungkin beliau cocoknya menjabat direktur produksi saja. Untuk operasional perusahaan yang meliputi supply chain hingga pemasaran, biarlah orang manajemen saja yang melakukannya. 

Belum lama ini saya juga mengenal seorang relationship manager di sebuah bank nasional milik pemerintah yang background pendidikannya bukan keuangan atau pemasaran, melainkan lulusan dari sekolah tinggi PLN. Dan ternyata ada banyak lagi contoh di luar profesional yang sukses namun tidak sesuai dengan latar belakang studi pendidikan yang diambil.

Tapi saya setuju bahwa ada beberapa bidang pekerjaan yang menuntut kesesuaian antara pekerjaan dengan bidang studinya, karena pekerjaan yang akan dijalani menuntut pengetahuan dasar, seperti keuangan, akuntansi, hukum, perpajakan, juga di industri-industri spesifik. Tapi intinya, kita jangan meremehkan karyawan baru yang bekerja dengan latar belakang pendidikan yang tidak sama. 

Selanjutnya dalam kesempatan wawancara tersebut saya bertanya, apakah mereka telah memiliki bayangan pekerjaan dari bidang yang mereka lamar? 

Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay
Semua bisa menjawab secara umum. Sebagai Salesman, berusaha menjual produk perusahaan. Di bagian promosi, ya, bagaimana mempromosikan produk atau jasa perusahaan, terutama zaman sekarang di mana media promosi yang banyak digunakan adalah media online. 

Di bagian distribusi, ya, mengatur bagaimana agar barang-barang perusahaan atau klien dapat diatur distribusinya agar tepat waktu. 

Di bagian customer service, ya, menghadapi dan melayani konsumen dengan baik, mendengar keluhan konsumen dan bekerja sama dengan bagian terkait agar masalah konsumen dapat diselesaikan. 

Semua jawabannya yang saya peroleh menggambarkan kondisi umum yang mereka pahami juga secara umum. Memang semuanya bisa menjawab dengan benar. Tapi saya juga mengingatkan bahwa mereka harus siap sedia mengerjakan hal-hal di luar area pekerjaan yang mereka kira di dapat di awal berkarier. 

Saya memberikan contoh berdasarkan pengalaman saya bekerja sebelumnya untuk memberikan gambaran. 

Saya mengawali karier bekerja sebagai staf tenant relation di sebuah perusahaan properti pemilik sebuah pusat perbelanjaan grosir di Mangga Dua, Jakarta.

Sebagai staf tenant relation, kami diberikan informasi deskripsi pekerjaan yang harus dilakukan setiap hari dan apa saja aspek penilaian kinerja sebagai staf tenant relation. 

Pekerjaan tersebut bisa saya lakukan dengan baik, hanya inti dari pekerjaan ini adalah membangun hubungan baik antara tenant dengan pihak pengelola gedung di mana saya bekerja.

Lompatan pekerjaan saya dapatkan saat pindah bekerja sebagai staf pemasaran di sebuah perusahaan properti nasional sekitar Tahun 1998. 

Saya membayangkan sebagai staf pemasaran (marketing development), saya langsung terlibat dalam pekerjaan strategis yang menantang, turut serta memberikan sumbangsih pemikiran untuk strategi pemasaran yang meliputi promosi, penjualan maupun pengembangan produk-produk properti dimana saya bekerja. 

Namun ternyata selama 1 (satu) tahun awal saya bekerja di sana, bukan itu yang saya kerjakan. Bisa dibilang saya "hanya" mengerjakan pekerjaan apa saja untuk membantu atasan saya. 

Saya memang aktif diajak ikut serta dalam rapat atasan saya saat membahas strategi pemasaran, evaluasi dan lainnya. tapi di sana saya tidak duduk di meja yang sama. 

Saya duduk di sudut ruangan sambil menanti perintah dari atasan saya; mengambil materi yang lupa di bawa dari meja ruangan beliau, mencatat hasil rapat, hingga memanggil OB untuk membawakan minuman untuk peserta rapat. 

Singkat kata, itu pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan studi pendidikan sarjana atau bahkan ijazah SMA. Saat itu saya masih terdaftar sebagai mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta dengan bidang studi pilihan manajemen pemasaran. 

Mungkin bagi sebagian dari kita akan menolak melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut, pasti bukan itu yang kita cari sebagai staf pemasaran (marketing development). Tapi saya tidak merasa malu, tidak merasa risih dengan apa yang saya kerjakan saat itu. Mengapa? Karena saya memandang pekerjaan-pekerjaan yang diberikan kepada saya saat itu dari segi positif dengan minimnya pengalaman saya di bidang pemasaran properti.

Dengan diajak ikut serta dalam rapat-rapat atasan, saya belajar seperti halnya apa saja yang harus disiapkan dalam suatu rapat agar berjalan baik. 

Saya juga belajar bagaimana proses dan aspek-aspek yang diperhatikan dalam pengambilan suatu keputusan strategis. Walaupun saya harus diminta bolak-balik ruangan rapat mengambil berkas ketinggalan, memanggil peserta rapat lain, mencari OB agar membawakan minuman bagi peserta rapat, menyiapkan peralatan-peralatan dalam ruang rapat dengan baik sebelum rapat dimulai, saya mengerjakannya dengan senang hati. 

Mungkin untuk sebagian orang berpikir, "Ini si Freddy mau-mau nya saja dijadikan OB pribadinya manager pemasaran". 

Tapi saat itu saya sama sekali tidak melihat apa yang saya lakukan, melainkan saya anggap saya sedang belajar bagaimana melakukan sesuatu dengan baik dan benar.

Jadi kembali ke wawancara kami, saya selalu menyisipkan pesan bagi mereka lulusan baru sarjana yang akan memulai karier mereka di perusahaan-perusahaan. 

Lakukan semua pekerjaan yang diberikan atasan, dan belajar memahami semua proses pekerjaan yang dilakukan serta mengambil hikmah positif dari semua pekerjaan yang diberikan atasan. Ini lah masa adaptasi karyawan baru dengan pekerjaan, lingkungan dan atasan.

Saya mengibaratkan lulusan baru sebagai cangkir yang berisi kopi ilmu-ilmu yang dipelajari selama kuliah. Namun saat memulai suatu pekerjaan, oleh atasan ternyata yang dituangkan bukan kopi yang sama ke dalam cangkir pengetahuan kita, melainkan teh, atau kopi susu, atau bahkan sirup. 

Sebagai pribadi yang baru memulai karier dengan pengalaman nihil, kita tidak perlu sungkan atau gengsi mengosongkan kopi yang telah kita terima dalam cangkir pengetahuan kita untuk memberi tempat agar pekerjaan baru dan atasan kita dapat mengisinya dengan minuman lain. 

Dalam perjalanan waktu kita bisa sambil mempelajari apakah kopi yang dulu dituangkan ke kita benar-benar minuman ternikmat atau kopi susu atau teh yang dituangkan atasan kita lebih nikmat. 

Tapi jangan sekali kali mempertahankan kopi ilmu kuliah dalam cangkir pengetahuan kita, kalau ternyata dalam pekerjaan kita yang tersedia adalah teh. 

Kopi dicampur teh tidak akan menjadi minuman yang enak bagi kita maupun bagi atasan dimana kita bekerja. Dan jangan menolak pekerjaan apapun yang diberikan atasan kepada kita.

Selanjutnya selain beradaptasi, selanjutnya adalah meningkatkan potensi diri dengan belajar hal-hal baru dari pekerjaan-pekerjaan yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan kita saat itu.

Setelah 6 (enam) bulan memulai pekerjaan baru, kita harusnya sudah mendapat gambaran pekerjaan seperti apa yang kita cari dan sangat inginkan. Bukan berarti kalau yang kita inginkan kelak ternyata tidak sama dengan pekerjaan kita di saat itu, lalu serta merta pindah bekerja di perusahaan lain. 

Tingkatkan potensi diri di sini tidak lain mengasah diri kita di perusahaan tersebut dengan ilmu yang dibutuhkan untuk membantu kita bergerak menuju pekerjaan yang kita inginkan.

Saya ambil contoh, 6 (enam) bulan setelah saya bekerja sebagai staf pemasaran dengan pekerjaan umum membantu kelancaran pekerjaan atasan, saya mendapati diri saya tertarik dengan business development yang merupakan cikal bakal suatu proyek properti diluncurkan. 

Saya menyempatkan diri untuk selalu bertanya dan belajar kepada supervisor senior saya yang fokus mengerjakan studi kelayakan proyek baru. 

Mulai dari survey lokasi, melihat potensi wilayah, perumahan-perumahan kompetitor, harga jual pasaran di daerah tersebut, hingga rencana pemasaran dan penjualan serta target penjualan untuk menghitung kelayakan suatu proyek baru dari segi keuangan. Semua saya pelajari, saya minta diajarkan. Beruntung saya memiliki atasan yang mendukung "pembelajaran" saya. 

Dalam tempo kurang dari 2 tahun saya mengawali karier sebagai staf pemasaran, saya kemudian dipercayakan menjadi marketing supervisor yang bertanggung jawab mulai dari membuat studi kelayakan proyek, bersama dengan manajer proyek baru merencanakan tipe rumah yang dijual, harga jual hingga rencana pemasaran nya. Padahal saya mengawali karier saya dari pekerjaan yang " tidak dianggap".

Pesan saya kepada mereka, juga kepada semua lulusan baru sarjana yang akan membuat langkah awal dalam karier profesionalnya, koentjinya adalah KENALI - ADAPTASI - TINGKATKAN POTENSI DIRI.

Selama beradptasi, jangan pernah menolak apapun pekerjaan yang diberikan. Apapun pekerjaan yang diberikan, belajar untuk melihat sisi positif yang bisa kita peroleh dari pekerjaan tersebut. 

Syukur-syukur dengan supervisi mnimal kita mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Ini adalah pondasi kita untuk melangkah lebih lanjut dalam perjalanan karier kita kelak.

Jadilah apa pun yang kita mau. Melangkah lah dari awal dengan kerendahan hati.

Salam,

Freddy Kwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun