Reading is the birthright of every child and a door opener to leading successful lives - Greg Worrell
Baru saja saya bangun dari tidur di pagi hari, sebuah pesan dari WhatsApp masuk ke hape saya. Ternyata dari mantan atasan saya. Beliau menawarkan saya untuk ikut serta dalam acara bincang seru di Zoom yang digelar oleh penerbit BIP dengan tema "Mendongeng sebagai jalan menuju sukses" dengan menghadirkan pembicara utama mantan atasan saya, Arleen Amidjaya. Kesempatan baik ini tentu saja tidak saya sia-siakan, apalagi keponakan-keponakan saya adalah penggemar buku cerita anak yang ditulis oleh Arleen A.Â
Arleen A. merupakan seorang eksekutif keuangan di sebuah perusahaan lubrikan nasional yang merknya dikenal luas dan merajai pasaran lubrikan motor dan motor di Indonesia.Â
Kecintaan beliau pada anak-anak dan semangat untuk membantu meningkatkan keinginan anak-anak untuk membacalah yang membuat beliau meluangkan waktunya yang padat untuk terus produktif menghasilkan buku-buku cerita untuk anak-anak.
Saya jadi teringat, dalam film-film barat yang bercerita mengenai keluarga, hampir selalu ada scene di mana orangtua membacakan buku cerita kepada anaknya menjelang anak tidur. Sementara dalam film-film keluarga Indonesia, hampir tidak bisa menemukan scene yang sama. Ini memang cerminan dari budaya kita yang belum terbiasa membaca dan mendongeng untuk anak.Â
Padahal di Amerika, dokter anak selain mengingatkan pentingnya faktor gizi, selalu mengingatkan orangtua anak untuk membacakan buku untuk anak-anaknya. Saya belum pernah menemukan hal tersebut pada dokter anak di Indonesia. Nampaknya hal ini perlu dijadikan referensi bagi dokter anak.
Membaca adalah jalan untuk membuka pikiran kita dengan pengetahuan-pengetahuan baru. Sudah banyak penelitian yang mengaitkan kecerdasan anak dengan kebiasaan membaca.Â
Namun bagaimanakah caranya kita meningkatkan kecintaan anak-anak untuk rajin membaca? Karena kebiasaan membaca tidak bisa dibentuk melalui pemaksanaan kepada anak-anak.Â
Arleen A. menganjurkan agar orangtua mulai membiasakan diri membaca buku cerita kepada anak-anaknya. Dengan sering mendengar cerita yang dibacakan oleh orangtua, anak-anak di saat mulai memiliki kemampuan untuk membaca akan "meneruskan" kebiasaan yang dilakukan orangtuanya, membaca buku-buku.Â
Kalau dipikir, kiat dari Arleen memang benar dan ampuh. Sangat tidak mungkin memaksa anak untuk cinta membaca kalau anak-anak tidak pernah mendengar cerita-cerita yang menarik dan melihat orangtuanya membacakan cerita untuk mereka. Dan yang utama juga, selain mendongeng membuat anak-anak suka membaca, juga mempererat ikatan cinta kasih antara orangtua dengan anak.
Dalam kesempatan sharing melalui zoom tersebut, Arleen membagi suatu penelitian yang menjelaskan terjadi gap tingkat perbendaharaan kata yang dimiliki oleh anak usia 16 bulan hingga 36 bulan antara anak-anak dengan orangtua yang memiliki tingkat pendidikan yang baik, dengan anak-anak yang orangtua kelas pekerja (buruh) serta orangtua yang hidup dalam tingkat kesejahteraan yang rendah. Di mana anak-anak dengan orangtua berpendidikan tinggi memiliki perbendaharaan kata yang lebih banyak. (Lihat tabel di bawah ini)
Karena orangtua di kelas pekerja dan pra sejahtera juga bisa memberikan anak-anaknya kesempatan untuk tumbuh dan hidup lebih baik. Caranya? Ya itu, mendongeng untuk anak-anak di saat mereka masih usia balita, kemudian dorong anak-anak untuk rajin membaca dengan membelikan buku-buku bacaan anak anak.Â
Maaf saya ralat, buku-buku bacaan tidak harus selalu dibeli, orangtua bisa pinjam meminjamnya di perpustakaan. Sebagai orangtua kelas pekerja atau pra sejahtera, mungkin di masa lalu kurang beruntung untuk mendapatkan jenjang pendidikan yang baik. Namun bukan berarti anak-anaknya juga dibiarkan mengalami apa yang telah dialami orangtua dulu kan.
Dalam beberapa tahun terakhir saya mendapati beberapa artikel berita yang menginformasikan anak yang berhasil mendapat gelar sarjana, yang profesi orangtuanya tukang becak atau pedagang keliling. Ini sudah cukup membuktikan bahwa oran tua dengan pendidikan rendah tidak selalu lantas berwawasan sempit.Â
Arleen selanjutnya menunjukkan profil orang -orang sukses yang ternyata semuanya memiliki hobi yang sama, yaitu: Membaca. Orang-orang tersebut adalah:
1. Warren Buffet - meluangkan waktu 5-6 jam sehari untuk membaca
2. Bill Gates - membaca 50 buku setiap tahun. Atau 4- 5 buku setiap bulan = 1 buku setiap minggu.
3. Mark Zuckerberg - membaca 1 buku setiap 2 minggu
4. Oprah WInfrey - dikenal sebagai kutu buku, dan mendirikan Oprah's Book Club sejak Tahun 1996
5. Mark Cuban - meluangkan waktu membaca selama 3 jam sehari
6. David Rubenstein - membaca 6 buku per minggu = 1 buku sehari
7. Phil Knight (Nike) - dikenal sebagai kutu buku, dan memiliki perpustakaan pribadi di kantornya
8. Elon Musk - meluangkan waktu membaca 10 jam sehari
Kalau sebagian dari kita masih tidak mempecayai data di atas dan berpikiran bahwa orang-orang sukses di atas sukses karena semata keberuntungan, bukan faktor kebiasaan membaca.Â
Arleen menunjukkan data tingkat pendapatan per kapita di negara negara maju dan berkembang, dibandingkan dengan jumlah buku terbit per 1 juta penduduk sebagai berikut:
Di negara-negara maju, jumlah buku yang diterbitkan lebih banyak daripada negera-negara berkembang. Mengapa? Karena budaya membaca belum kuat terbentuk di negara-negara berkembang.Â
Dalam pemaparan selanjutnya, Arleen menjelaskan pentingnya membaca untuk anak, bahkan sejak masih dalam kandungan:
1. Kebiasaan yang ditanam sejak lahir akan melekat seumur hidup
2. 80% pertumbuhan otak manusia terjadi dalam 3 tahun pertama hidupnya
3. Kemampuan menganalisa terbentuk saat kita membaca untuk anak yang belum bisa membaca
4. Anak akan bisa membaca tanpa susah diajari dan tanpa harus menghafalkan
5. Anak lebih siap saat masuk sekolah dalam banyak hal (percaya diri, kemampuan menangkap pelajaran, penguasaan kota kata, dll)
Bagaimana membaca dan dongeng bisa meningkatkan kecerdasan anak?
Saya berikan ilustrasi secara sederhana. Kalau kita menonton film, mata kita fokus pada gambar, praktis otak kita tidak banyak bekerja dalam mengolah gambar-gambar dan cerita yg telah ditangkap oleh mata dan telinga. Namun apabila kita membaca, katakanlah contoh bacaan nya berikut : sebuah kereta kencana kerajaan berwarna emas yang ditarik oleh 4 (empat) ekor kuda berwarna putih melintas jalanan pedesaan dengan pemandangan indah sawah di sebelah kiri jalan dan pegunungan di sebelah kanan jalan. Bukankah kalimat tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk gambar imajinasi oleh otak kita? Sehingga otak kita pun menjadi lebih aktif, terlatih dan berdaya  melalui bacaan daripada hanya menonton serentetan gambar-gambar yang ditampilkan dari sebuah tayangan.
Sekarang kita paham mengapa mendongeng untuk anak memegang peranan yang sangat penting. Bagi orangtua dengan anak-anak yang sudah bersekolah di sekolah dasar, masih belum terlambat.Â
Memang benar perkembangan otak anak telah terbentuk sempurna di tahun ketiga. Namun kebiasaan baru membaca, akan menambah pengetahuan bagi anak dan tidak akan menjadi langkah yang sia-sia. Hanya saja di zaman sekarang ini kita memiliki tantangan yang besar, yaitu handphone.
Handphone telah membuat ayah, ibu, kakak dan adik sibuk sendiri dengan urusannya masing-masing melalui sarana handphone. Tidak salah kalau kita dan anak-anak yang hidup di zaman sekarang di cap sebagai "penderita" autis non medis.Â
Di rumah, semua anggota keluarga sibuk dengan gadget handphone masing-masing. Hal ini menimbulkan kerenggangan dalam ikatan keluarga masing-masing anggotanya.Â
Hal ini juga menurunkan minat anak-anak untuk membaca, karena banyak permainan atau tontonan yang bisa diperoleh dari berbagai aplikasi di handphonenya.Â
Untuk ini Arleen juga memberikan kiat yang baik. Orangtua tidak akan bisa berhasil melarang anak-anaknya berhenti bermain gadget handphone selama orangtua tidak mampu memberikan contoh kepada anak-anaknya.Â
Penekanan Arleen dalam hal ini bahwa sebenarnya di mata anak-anak, orang tua adalah "mainan" yang paling mengasyikkan bagi mereka. Sehingga di saat orangtua menyibukkan diri dengan gadget handphone, maka anak-anak otomatis mencontoh dan mencari keasyikan baru di gadget handphone sendiri.Â
Handphone memang telah menjadi mata pisau bermata dua. Di satu sisi baik untuk membantu kelancaraan pekerjaan kita, namun di sisi lain menjauhkan perhatian kita pada anak-anak di saat anak-anak membutuhkan kehadiran orangtua untuk membimbing mereka, bermain bersama dan belajar.
Sebagian orangtua mungkin merasa menemukan jalan pintas guna membentuk kecerdasan anak dengan cara mendaftarkan anak-anaknya ke berbagai kursus, mulai dari kursus pelajaran sekolah, kursus bahasa hingga kursus memainkan alat musik.Â
Namun tanpa kehadiran orangtua dalam kesempatan membacakan cerita utk anak-anaknya, kesibukan orangtua dalam urusannya sendiri dan tenggelam dalam keterikatan dengan gadget handphone, anak tersebut mungkin saja memiliki IQ yang tinggi, namun belum tentu memiliki EQ yang baik. IQ yang tinggi tanpa didukung dengan EQ yang baik, hanya lah menghasilkan kesia-siaan. Anak bisa tumbuh pintar tapi dengan perilaku yang buruk.
PSBB yang sedang kita jalani memang menimbulkan kejenuhan yang tinggi. Saya sendiri yang terbiasa keluar rumah untuk bertemu dengan teman dan kenalan dalam rangka networking atau mencari peluang-peluang bisnis baru, kini dipaksa untuk mendekam di rumah saja, sungguh menjenuhkan.Â
Hari ini saya patut bersyukur karena dengan diajak Arleen bergabung dalam sesi sharing nya, saya mendapat "insight" baru. Saat PSBB ini lah sebenarnya saat terbaik bagi orangtua untuk meningkatkan ikatan dengan anak-anaknya.Â
Dan bermain dengan anak itu tidak pernah membosankan sebenarnya, karena anak-anak tahu semua permainan yang ingin dimainkan bersama dengan orang tua nya. Setelah selesai satu permainan, anak akan memiliki ide baru bermain permainan lainnya.Â
Terima kasih Arleen.
PS : Kecintaan Arleen pada anak anak dan keinginannya membantu orangtua dalam membangun minat baca anak-anak guna membentuk anak -anak yang cerdas telah mendorong Arleen bekerja sama dengan Penerbit BIP membagikan gratis 3.000 buku karangan Arleen ke 20 rumah bersalin ibu dan anak utk dibagikan kepada ibu yang baru melahirkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H