Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Sales - Marketing - Operation

To complete tasks and working target perfectly. Leave path in a trail.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

3K, Kunci Sukses dalam Karier

24 November 2019   22:46 Diperbarui: 25 November 2019   09:14 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto, sumber : Pixabay.com

Your positive action combined with positive thinking result is Success - Shiv Khera

Semua orang ingin sukses. Dan sukses itu kita artikan sebagai : punya usaha yang berhasil, karier mentereng di posisi puncak, rumah gapapa hanya 1 tapi di kawasan elit dengan luas tanah besar plus kolam renang, mobil minimal 3 untuk kerja, jalan bersama keluarga, hangout sama teman lain lagi mobilnya (ini pun belum termasuk mobil untuk dipakai istri dan anak tentunya).

Masalah kalau anak-anak kurang perhatian dan kasih sayang karena ayah sibuk kerja dan ibu sibuk bersosialita, itu urusan nomor sekian. Lihat keluarga orang yang sederhana, seluruh anggota keluarga rukun dan saling menyayangi, itu belum termasuk sukses kalau rumah masih ngontrak, mobil gak punya, kemana mana pakai kendaraan umum. Sukses itu yah kaya raya, titik. Suka tidak suka memang pandangan kita mengenai kesuksesan yah seperti itu.

Lalu siapa yang kita anggap orang-orang yang pasti sukses?  Umumnya kita setuju bahwa mereka yang berhasil mengenyam pendidikan tinggi di universitas ternama, atau kalau kuliahnya di luar negeri, pasti sukses kariernya. Kita percaya bahwa anak-anak orang kaya yang memiliki kemampuan menyekolahkan anaknya keluar negeri, hidup anaknya pasti akan sukses dan bahagia.

Pendidikan hanya SMA? Atau bahkan SMP? Lupakan saja cita-cita sukses, terlalu berat melawan mereka yang lulusan universitas ternama dalam negeri atau yang dari luar negeri. Mengapa? Karena sekarang ini, jangankan perusahaan multianasional, perusahaan-perusahaan nasional kelas menengah saja kalau cari karyawan tidak mau yang hanya lulusan SMA, walaupun "hanya" untuk salesman. Padahal kalau dipikir-pikir, apa hubungannya salesman dengan pendidikan S1 atau S2? Bukannya semakin banyak "S" nya, pasti semakin hebat dalam berjualan.

Kalau begitu, berarti yang tidak mampu kuliah, pasti gagal dong yah dalam hidup, alias tidak akan pernah bisa sukses?? Sebaliknya mereka yang mengenyam pendidikan kuliah diluar negeri pasti sukses dong..

Jawabannya, bisa iya, bisa tidak. Faktor pendidikan memberikan pengaruh, namun bukan faktor utama.

Mereka yang mengenyam pendidikan universitas diasah untuk berpikir lebih kritis disamping ilmu pengetahuan yang lebih bermanfaat dalam dunia kerja dibanding pendidikan hanya SMA/SMK semata.

Mereka yang kuliahnya di luar negeri, selain faktor ilmu, ditempa kemandiriannya, juga mendapat keuntungan tambahan berupa jaringan pertemanan dari keluarga-keluarga yang sudah terbukti berhasil dalam bisnis maupun karier. Keuntungan yang bisa juga diperoleh bilamana kuliah di dalam negeri, namun sangat sedikit. Sedikit dalam arti kuantitas maupun peluang nya.

Jadi faktor pendidikan diluar negeri benar memberikan peluang untuk berhasil dalam bisnis maupun karier, dengan pertimbangan jaringan pertemanan dari keluarga yg sudah sukses. Bukankah membangun suatu bisnis butuh dukungan dari teman-teman dan relasi?

Demikian juga, punya teman anak konglomerat, sama sama menempuh kuliah di luar negeri, jalan-nongkrong-belajar bareng; selepas kuliah diluar negeri misalnya harus bekerja, dengan menghubungi teman yang anak konglomerat, minimal memulai karier sudah bisa duduk di posisi manager di perusahaan besar, bukan?. Sahabat tidak mungkin memberikan jabatan paling bawah dalam jenjang karier.

Kita setuju dari pendidikan memberikan kita pengetahuan baru serta teman-teman yang kelak bisa menjadi relasi guna mendukung karier kita. Tapi, peranan pendidikan hanya sampai disini. Setelah diterima bekerja di perusahaan milik keluarga sahabat kita, jalan ke depan masih berliku dan panjang untuk meraih kesuksesan. Dan disini dibutuhkan peran lain selain pendidikan. 

Bisa kita lihat dalam lingkungan kerja kita, teman-teman kita maupun referensi-referensi dari buku-buku. Banyak lulusan S1 yang kariernya mentok di Staff, sebaliknya tidak sedikit mereka yang berpendidikan "hanya" SMA, berhasil dalam karier dan menduduki posisi puncak perusahaan ternama. Dan jangankan S1, seingat saya, bahkan saya pernah bertemu dengan orang dengan titel S2, kariernya tidak bisa meraih kursi direktur, hanya maksimal di manager, atau bahkan ada yang staf saja.

Jadi kalau pendidikan saja bukan faktor utama meraih kesuksesan, apa sebenarnya kunci menuju sukses dalam berkarier?

Dari banyak referensi yang saya peroleh, baik pengalaman diri sendiri, pengalaman orang lain, cerita-cerita kesuksesan orang-orang besar yang mampu bertransformasi "from Zero to Hero", kunci untuk sukses dalam karier butuh 3K :

1. Kemauan

2. Kemampuan

3. Kesempatan

Kemauan, berhubungan dengan passion, keinginan untuk jadi yang terbaik, untuk meraih posisi yang lebih tertinggi, menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya. Kata buku yang pernah saya baca : lebih baik saja tidak cukup kalau yang diharapkan adalah yang terbaik.

Kemampuan berhubungan dengan keahlian yang kita miliki. Kepemimpinan, kemampuan konsepsual, kemampuan menjalankan mesin, kemampuan dalam melakukan analisa secara tepat, mengatur keuangan perusahaan dengan baik, mengelola sumber daya manusia dalam perusahaan dan lain sebagainya yang berhubungan serta dibutuhkan sesuai dengan bidang pekerjaan kita.

Kesempatan atau peluang. Pas kita mau jadi manager, dan perusahaan sudah melihat kemampuan kita utk dijadikan manager, eh, manager diatas kita tiba-tiba mengundurkan diri / pindah ke perusahaan lain sehingga posisi manager terbuka bagi kita dan berhasil mendapat promosi jabatan tersebut. 

Dari ke-3 K tersebut, 2K bergantung pada individu dan karakter yang melekat dalam diri kita yang bisa kita kontrol, yaitu : Kemauan dan Kemampuan. Itu Faktor Internal kita dalam mencapai suatu kesuksesan. 1K terakhir adalah Faktor Eksternal yang tidak bisa kita kontrol, yaitu : Kesempatan.

Mari kita bahas Faktor Internal dulu.

Dari Faktor Kemauan dan Kemampuan, manakah yang lebih penting bagi kita untuk kita fokuskan? Sebagian dari kita setuju Faktor Internal yang penting adalah Kemampuan. Bagaimana mungkin kita dipromosikan menjadi Manager Keuangan, atau bahkan Direktur Keuangan kalau kita tidak memiliki kemampuan dalam pengelolaan keuangan yang baik dan benar? 

Maaf, untuk ini saya tidak sependapat. Menurut saya, dan sudah terbukti dari pengalaman karier banyak orang, dari kedua Faktor Internal, Kemauan-lah yang paling penting bagi kita untuk meraih sukses dalam karier. Ingat, Kemauan ini menyangkut passion, menjadi yang terbaik, ingin berhasil dalam karier. Dengan Kemauan, yang awalnya belum mampu, bisa menjadi Mampu. Ingat, ada pepatah yang mendukung pernyataan ini : "Dimana ada kemauan, disitu ada jalan". 

Saya teringat dengan jalan karier seorang sahabat saya. Selepas kuliah, itu bekerja di perusahaan pengembang ternama. Berangkat karier dari posisi Staf Pemasaran. Saat baru mulai bekerja, ia sudah punya cita-cita : tahun depan maksimal 2 tahun lagi, ia harus bisa jadi supervisor.

Namun karena baru lulus, praktis ia tidak memiliki Kemampuan yang dibutuhkan perusahaan tersebut untuk tanggung jawab di posisi Supervisor. Jangan Kemampuan sebagai Supervisor, sebagai Staff saja juga Kemampuannya masih tanda tanya. Belum punya pengalaman kerja, kan?

Tapi ia tidak putus asa. Saat itu ia memang tidak Mampu. Namun karena ia memiliki Kemauan yang kuat untuk segera naik jabatan menjadi Supervisor, ia segera belajar. Ia belajar apa yang dikerjakan supervisornya. Ia tidak segan-segan minta diajarkan supervisornya. Bahkan ia dengan senang hati menawarkan bantuan kepada Supervisornya dalam mengerjakan tugas sang supervisor.

Yang ia tidak tahu, ia cari tahu. Yang ia tidak bisa, ia belajar hingga bisa. Hasilnya, tidak sampai 2 tahun, ia benar-benar dipromosikan menjadi Supervisor, dan bahkan dipercayakan perusahaannya memimpin pemasaran proyek perumahan baru.

Di sisi lain, kita banyak menemukan orang-orang yang memiliki Kemampuan, "know how", tidak sedikit yang kariernya mentok di posisi bawah. Jangankan posisi atas, posisi menengah saja tidak. Mengapa? Karena mereka tidak memiliki passion untuk maju. Mereka tidak punya Kemauan yang kuat. Bahkan tidak jarang diantaranya yang menyimpan cara berpikir yang negatif. 

Karena tidak mau, jadi yang tumbuh subur dalam pikirannya adalah hal-hal negatif : "Ah, jadi atasan tugas dan tanggung jawabnya berat, pulang larut malam, ngapain? Mending jadi staf saja kerja santai". Atau banyak juga yang karena memiliki suatu skill tertentu, namun karena kemauan untuk maju nya tidak ada, jadi tidak belajar hal baru dan tidak berani eksplorasi, lalu berpikir : ini gak bisa, itu gak mungkin. Percuma begini, percuma begitu.

Jadi, memiliki Kemampuan saja tidak cukup. Bahkan Kemauan itu lebih berharga dan penting kita miliki kalau mau sukses. Idealnya memang kita punya Kemauan yang kuat dan Kemampuan yang mumpuni. Sempurna dah. Tapi jikalau kita merasa tidak memiliki Kemampuan yang mumpuni, sangat penting bagi kita untuk memiliki Kemauan yang kuat. 

Ingatlah kisah seorang Zainal Arifin, Vice President Citibank yang mengawali kariernya dari Office Boy. Siapa yang menyangka seorang Zainal Arfin yang awalnya tidak punya Kemampuan apa-apa, mulai bekerja sebagai Office Boy, akhirnya malah berhasil menduduki posisi strategis sebagai Vice President di perusahaan perbankan multinasional? Apa rahasia nya? Kemauan yang kuat untuk maju. Kemauan yang kuat untuk berhasil dalam hidup dan kariernya.

Lalu bagaimana dengan Kesempatan?

Sebagaimana yang saya sampaikan tadi, Kesempatan itu faktor eksternal. Kita tidak bisa mengendalikannya. Ini diluar jangkauan kita. Memang terkadang kita bisa seolah-olah mengatur suatu "Kesempatan" tapi hal tersebut sangat jarang bisa terjadi dan walaupun terkesan ada jalan yang bisa kita lakukan untuk meraih Kesempatan tersebut, namun hasil dari jalan yang kita ambil diluar kendali kita.

"Mengingat manager saya tidak puas dengan remunerasi nya sekarang, kalau saya bantu manager saya untuk dapatkan kerjaan baru di perusahaan lain dan dia terima, pasti posisi manager kosong dan saya bisa naik ke posisi manager menggantikan atasan saya". Eh benar, manager yang kita referensikan kerjaan di perusahaan lain alhirnya memgajukan pemgunduran diri, namun ending nya belum tentu sesuai rencana kita. Kalau Kesempatan itu belum datang, bisa saja terjadi hal-hal berikut ini :

a. Si manager ditahan bos, dan diberikan remunerasi yang diinginkannya. Akhirnya si manager tidak jadi resign.

b. Si manager diterima pengunduran dirinya. Kita memang terlihat berpotensi menggantikan si manager, namun owner ternyata punya pandangan lain. Ia ingin orang dari luar perusahaan yang dianggap bisa memberikan angin baru, sesuatu yang out of the box bagi perusahaan.

Sebaliknya Kesempatan itu bisa datang di saat kita belum memiliki Kemampuan. Kalau begitu, ambil apa jangan Kesempatan tersebut? Ingat kata orang-orang, Kesempatan itu tidak datang 2 kali. Mau diambil, kita belum Mampu. Tidak diambil, sayang Kesempatan ini lewat. Bagaimana kalau belajar lagi sambil berharap Kesempatan itu tetap menggantung untuk diri kita? 

Maaf, bukan begitu ketentuannya, dan sekali lagi, Kesempatan itu tidak datang 2 kali.

Jadi bagaimana? 

Sebaiknya kita menganalisa diri. Kita memang blm Mampu. Tapi apakah kita memiliki Kemauan yang kuat untuk maju? Kemauan untuk duduk di posisi yang datang bersama Kesempatan itu? Kemauan untuk berhasil dalam hidup dan karier? Kalau iya, ambil Kesempatan tersebut. Sir Richard Branson memberikan pesan yang sangat berharga bagi kita kalau kita menemukan kondisi seperti diatas : If somebody offers you an amazing opportunity, but you are not sure you can do it, say yes - than learn how to do it later.

Mengapa Sir Richard Branson meminta kita nekad menerima Kesempatan dulu walaupun kita belum memiliki Kemampuan? Karena Ia percaya, sepanjang kita punya Kemauan yang kuat, kita bisa mengubah dari yang awalnya tidak Mampu menjadi Mampu.

Jadi dari ke-3 K diatas : Kemauan menjadi faktor internal yang sangat penting diluar faktor Eksternal utama. Sementara untuk Faktor Eksternal, yaitu Kesempatan, kalau kita blm memilikinya saat ini, jangan berkecil hati. Tetap saja bekerja dgn baik dan berdoa pada Tuhan. Niscaya akan tiba Kesempatan yang terbaik bagi kita. Tetap semangat.

Salam,
Freddy Kwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun