Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Sales - Marketing - Operation

To complete tasks and working target perfectly. Leave path in a trail.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bagaimana Sebaiknya Metode Regenerasi di Perusahaan Keluarga Dijalankan?

18 Agustus 2019   17:13 Diperbarui: 30 Agustus 2019   09:58 2247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi estafet kerja. Sumber: raynoah.com

Lalu apakah metode kaderisasi generasi penerus milik orang Jepang adalah satu-satunya yang paling tepat?.

Saya memahami metode kaderisasi milik orang Jepang sebagai upaya dari ayah agar anaknya memahami operasional perusahaan secara menyeluruh. Karena sang anak disiapkan menjadi penggantinya, maka sang anak diharapkan memahami bagaimana proses yang berjalan di perusahaan milik ayah, mengenal orang-orang yang bekerja pada perusahaan ayahnya.

Untuk alasan ini, saya setuju kita mengadopsi metode kaderisasi orang Jepang. Dengan berbaur dan memulai karir dari bawah, sekat antara status sebagai anak pemilik perusahaan menjadi lebih tipis. Sehingga sang anak bisa mengenal lebih dekat bukan saja orang per orang, namun juga permasalahan yang terjadi dibawah yang seringkali diabaikan atasan atau juga yang sungkan disampaikan oleh bawahan kepada atasan di perusahaan milik ayah. 

Di samping itu anak bukan hanya memahami semua aspek operasional di perusahaan, namun juga menguasai semua permasalahan dalam perusahaan milik ayahnya. Ia akan tahu celah lubang mana yang harus ia tutup atau kran mana yang harus dibuka lebih besar. Lagipula bukankah kebijakan yang tepat lahir dari pemahaman situasi yang baik?.

Kembali ke cerita pengusaha senior tersebut, beliau cerita bagaimana kekagumannya pada metode kaderisasi milik orang Jepang dan berniat menerapkannya di perusahaan miliknya kepada anak-anaknya. 

Jadi saat anak tertuanya kembali ke Indonesia setelah selesai kuliah dari luar negeri, anaknya "digembleng" dari bawah. Beliau menempatkan anaknya mulai dari posisi logistik dengan pekerjaan mulai dari mengangkut barang-barang. 

Hasilnya? Sang anak sering mengadu perlakuan ayahnya kepada ibu-nya. Ayah dan ibu nya menjadi sering bertengkar gara-gara urusan kerjaan anaknya, serta akhirnya sang anak keluar dari perusahaan milik ayahnya.

Saya sendiri dari awal kurang setuju dengan metode tersebut. Mendidik anak untuk memahami operasional perusahaan milik ayah tidak harus se-ekstrim itu. 

Memang benar anak harus mendapat pengalaman dari posisi bawah, tapi tidak harus selalu dimulai dari posisi buruh maupun pekerjaan kasar. Paling tidak mulailah dari level staf. Tujuannya kan memberikan pengalaman kerja kepada anak, bukan men-plonco anak kan... 

Seperti hampir semua orang yang kini duduk di posisi pemimpin, bukankah dulu juga mengawalinya dari posisi bawah. Ada yang memulainya dari posisi staf, bahkan ada juga yang mengawali karir dari posisi Office Boy dan berhasil menduduki jabatan direktur di perusahaan perbankan internasional. Demikian juga proses kaderisasi anak juga membawa semangat yang sama. Bedanya, bekerjanya di perusahaan milik keluarga sendiri.

Kemudian menurut saya, dengan memahami proses operasional secara menyeluruh di perusahaan milik sang ayah, anak juga diharapkan tidak serta merta merombak sistem dan metode kerja. Dengan memahami, maka proses perubahan juga bisa dilakukan setahap demi setahap sesuai kebutuhan dan perkembangan perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun