Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Bisnis - Pembicara - Penulis - Aktivis

Better is not enough. The best is yet to come

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Blusukan

26 Mei 2019   13:46 Diperbarui: 26 Mei 2019   14:31 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.bbc.com/ 

Kata Blusukan berasal dari Bahasa Jawa : Blusuk, yang berarti masuk. Blusukan diartikan sebagai : masuk ke tempat tertentu untuk mengetahui sesuatu. Dalam beberapa tahun ini, kita pasti sudah sering membaca berita mengenai kunjungan Kepala Negara atau Kepala Daerah ke pasar tradisional, kawasan pemukiman penduduk, hingga terminal atau stasiun kereta dan lainnya. 

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan blusukan ini. Ini hanyalah kunjungan kerja dan mengamati kondisi lapangan. Tapi blusukan ini menjadi istimewa karena kita melihat seorang Kepala Daerah atau Kepala Negara mau terjun langsung, melihat kondisi dan berdiskusi langsung dengan rakyat tanpa harus melalui birokrasi yang panjang bagi masyarakat. Selain Kepala Negara atau Kepala Daerah, ada juga beberapa pimpinan tertinggi perusahaan yang mau blusukan untuk meninjau dan berdiskusi dengan konsumennya. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai blusukan dari sektor swasta.

Saat saya menulis artikel ini, rekan saya tidak sependapat dengan saya. Menurutnya, blusukan itu tidak perlu sampai seorang pemimpin harus turun tangan, cukup dilakukan staf di bawahnya yg memang bertugas di lapangan, kemudian informasi tersebut diteruskan kepada atasannya hingga Direksi. "Toh biasanya juga memang demikian prosesnya. Tugas pemimpin itu yah memimpin orang-orang di kantor" timpal rekan saya. 

Hmmm.., saya tidak sependapat sama sekali.

Dari pengamatan dan pengalaman saya, justru seorang pemimpin eksekutif di tingkat pengambil keputusan strategis harus tahu kondisi sebenarnya yg terjadi di pasar. Terlebih lagi perusahaan tersebut bergerak di bidang Fast Moving Consumer Goods (FMCG). FMCG adalah bisnis yang sangat dinamis. Apa yg terjadi di pasar hari ini belum tentu sama dengan apa yg terjadi bulan lalu. Perubahan bisa terjadi setiap saat. Kompetitor bisa mengganti dan mengeluarkan jurus baru setiap saat. Kalau sebagai pemimpin tidak mengerti kondisi terkini di pasar, tidak mengerti apa yg diinginkan oleh penjualnya, agennya, distributornya; niscaya strategi dan kebijakan yang dikeluarkan bisa meleset dan kontraproduktif. Pemimpin yang tidak menguasai kondisi pasar dipastikan tidak akan berhasil.

Lalu buat apa ada team sales atau merchandise di lapangan, kemudian supervisor dan manager hingga NSM/GM kalau direksi sampai harus turun ke lapangan?

Pernahkah anda bermain permainan bisikan berantai? Kordinator permainan ini akan meminta 5-10 orang berbaris ke depan, kemudian kordinator menunjukkan selembar kertas berisi kalimat kepada orang pertama di depan. Orang pertama bertugas menghafal dan menginformasikan apa yg dilihat kepada orang kedua dgn berbisik, kemudian orang kedua menginformasikan kepada orang ketiga, dan seterusnya? Menurut anda, apakah informasi yg benar dan akurat sesuai dengan kertas yg dilihat orang pertama akan mulus dan tidak salah sampai orang ke-5 atau ke-10? Jangankan orang ke-5. Saya yakin sampai di orang ke-2 saja umumnya sdh mendapat informasi yg salah atau bias dari orang pertama kan?

Kalau begitu, masihkah kita bisa percaya pada rantai informasi yg panjang?

Dalam kasus konkret di lapangan, masukan dan keluhan yg diberikan oleh penjual kepada tim di area, belum tentu informasinya sama persis diteruskan hingga level National Ssales Manager, General Manager bahkan ke direksi. Atau bisa jadi keluhan dari penjual kepada wiraniaga area hanya disimpan sendiri bersama kepala cabangnya, tidak diteruskan ke pusat, karena ada konstribusi kesalahan di cabang.

Kedua hal ini: yaitu informasi yang bias hingga ketiadaan informasi kondisi pasar yang sesungguhnya, ditambah dengan pemimpin yang membuat strategi tidak mengetahui kondisi terkini, akan menghasilkan kebijakan yang salah atau kontraproduktif.

Lebih parah lagi kalau manajemen level menengah dibawah direksi diisi dengan orang-orang tipe Asal Bapak Senang. Sudah tahu keputusan yg dibuat direksinya salah atau tidak tepat, tapi karena ingin tetap mendapat tempat di hati direksi, keputusan tersebut di-amin-in sebagai keputusan yg benar. Nanti ternyata keputusan tersebut memang kontraproduktif, tinggal mengkambinghitamkan jajaran di lapangan demi menyenangkan hati direksi.

Rekan saya yg dari awal ngotot tidak setuju seorang pemimpin turun ke lapangan kembali mengeluarkan bantahan : kalau begitu, perkuat HRD perusahaan. Cari tim wiraniaga yg benar, cari manager yg benar, cari NSM yg benar, sehingga informasi dari pasar bisa mengalir ke atas tanpa terjadi bias.

Tetap menurut saya, seorang pemimpin harus turun ke pasar. Kalau hari ini Gubernur berkunjung ke tempat usaha atau komplek rumah kita, melakukan dialog, mendengar masukan dan keluhan kita dan menunjukkan simpati serta berjanji menindaklanjutinya segera, apakah kunjungan tersebut hanya akan menjadi kunjungan biasa tanpa kesan? Tidak, kan. Itu baru Gubernur. Bagaimana kalau seorang Presiden yg berkunjung?

Dalam lingkup perusahaan, seorang manager berkunjung ke pasar, sdh hal biasa. Seorang NSM turun ke pasar, juga sudah hal biasa. GM turun ke pasar, juga sdh mulai banyak yg lakukan. Namun berapa banyak pemimpin seperti Direksi, COO, CMO, CEO yg mau turun ke pasar? Kunjungan pemimpin kakap ke pasar, berdialog mendengar masukan dan keluhan retailer, agen serta distributornya akan membawa kesan yg mendalam. Ini adalah kenangan yang tidak bisa dinilai dengan uang atau hadiah dan sangat berarti bagi pelaku pasar : penjual dan agen. Ini adalah batere atau energi bagi penjual.

Namun tentu saja tujuan kunjungan ini haruslah untuk menggali informasi dan membina hubungan yg lebih erat, bukan acara "wisata" ke pasar yang kemudian berakhir kuliner; dan selanjutnya kembali ke kantor, tidak ditindaklanjuti.

Kali ini rekan saya terdiam tidak bisa membantah lagi.

Seorang pemimpin perusahaan sekelas Direksi, COO, CMO, bahkan CEO, selaku pihak yang membuat kebijakan strategis, harus meluangkan waktunya untuk BLUSUKAN turun ke pasar. Tidak perlu setiap minggu, cukup luangkan waktu 1-2 hari dalam sebulan. BLUSUKAN bukan hanya berhenti di kantor distributor di daerah, bukan juga hanya kpd agen besar, namun juga ke penjual kecil seperti warung. BLUSUKAN ini selain bisa memberikan informasi terkini, juga akan membawa manfaat meningkatnya hubungan baik perusahaan dengan penjualnya. Ingat, persaingan bisnis semakin ketat. Perusahaan A mengeluarkan program hadiah mobil, Perusahaan B juga bisa. Namun hubungan baik tidak bisa diduplikasikan begitu saja, karena ini masalah pendekatan masing-masing personil yg pasti tidak akan sama antara Bp X dgn Bp Y. 

Jadilah pemimpin yang dekat dengan konsumen, dekat dengan rantai penjual hingga ke tingkat bawah karena . BLUSUKAN ini adalah salah satu bentuk pendekatan kpd pelaku pasar yg paling mujarab.

Eiittss, ternyata rekan saya masih komplain juga. "Mengapa harus pakai foto Pangeran Charles dalam artikel ini? Mengapa tidak pakai foto Kepala Daerah atau Kepala Negara sendiri saja?  "Duh.., ini tahun politik belum selesai.., pakai foto Kepala Negara atau salah satu Kepala Daerah, nanti yang kontra tidak mau baca tulisan ini. Tulisan ini kan netral dari urusan politik... Ngerti ora son...?"

Salam Blusukan,

Freddy Kwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun