Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Bisnis - Pembicara - Penulis - Aktivis

Better is not enough. The best is yet to come

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Karyawan Dibajak Pesaing Bukan Akhir dari Segalanya

24 Mei 2019   08:39 Diperbarui: 24 Mei 2019   16:05 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu seorang rekan saya menceritakan kejadian yang menimpanya setelah pindah bekerja ke perusahaan pesaing, bagaimana ia menjadi "korban kampanye negatif" dari teman-teman dan atasan di perusahaan sebelumnya begitu mengetahui bahwa ia pindah bekerja di perusahaan pesaing.

Setelah saya ingat ingat kembali, ternyata di beberapa perusahaan di mana dulu saya bekerja, pemilik perusahaan memang memberlakukan peraturan kerja yg harus ditandatangani, di mana karyawan diminta berjanji tidak akan pindah bekerja ke perusahaan pesaing. 

Ternyata hal ini dianggap sesuatu hal yang lumrah bagi beberapa perusahaan untuk membatasi gerak gerik karyawannya yang akan pindah bekerja ke industri sejenis.

Saya jadi bertanya-tanya, apakah peraturan perusahaan tersebut efektif melindungi kepentingan perusahaan kita dari ancaman karyawan yang pindah ke perusahaan pesaing? Apakah kampanye negatif juga efektif meredam mantan karyawan untuk berprestasi di perusahaan pesaing? 

Sementara di perusahaan berskala international seperti telekomunikasi, otomotif maupun perbankan, perpindahan kerja ke perusahaan kompetitor merupakan hal yang biasa. 

Contohnya nama yang tidak asing bagi kita semua Erik Meijer, dari Telkomsel pindah ke Bakrie Telecom kemudian ke Indosat. Demikian juga di perbankan, sudah tidak asing lagi kita mendengar eksekutif dari bank A pindah ke bank B, dan seterusnya. 

Jadi, hal ini sebenarnya bukan hal yang tabu, lalu mengapa banyak perusahaan skala nasional kita justru meradang kalau karyawannya pindah bekerja ke perusahaan pesaing?

Kalau kita melihat dari sudut psikologi, kita cenderung melakukan hasutan dan kampanye negatif untuk menjatuhkan orang yang kita anggap berpotensi membahayakan kedudukan kita. 

Sebaliknya kalau orang yang kita anggap sama sekali tidak berpotensi membahayakan kita, kita akan cenderung mengabaikannya. Siapa yang meributkan kalau seorang Office Boy PT A pindah bekerja menjadi Office Boy PT B, yg merupakan kompetitor PT A?

Jadi saya katakan kepada rekan saya tersebut kalau Anda kena kampanye negatif, sebenarnya Anda harus bangga karena sebenarnya orang-orang di perusahaan lama takut terhadap kiprah Anda di tempat baru.

Mari kita menganalisis fenomena pindah bekerja ke perusahaan kompetitor dari sudut pandang masing-masing pihak.

Dari sudut pandang karyawan, akan lebih mudah bagi ia untuk mendapatkan pekerjaan dari industri yang sejenis daripada ia bekerja di perusahaan yang bidang industrinya sama sekali baru dan belum dikuasai. Demikian juga umumnya perusahaan dalam merekrut karyawan, akan cenderung mencari kandidat yang telah berpengalaman di industri yang sama. 

Perusahaan Industri Perkapalan mana yang dalam merekrut Direktur/GM/Sales Manager dari kandidat yang pengalamannya di Industri Consumer Goods, yang notabene tidak mengetahui sama sekali regulasi industri perkapalan dan seluk beluk lainnya?

Lalu mengapa perusahaan harus menghalangi atau melakukan kampanye negatif kepada karyawannya yang pindah bekerja ke perusahaan pesaing? Padahal perusahaan melakukan hal yang sama saat mencari kandidat karyawan? Jawaban yang paling logis adalah tidak siap bersaing, khawatir kliennya dibajak ke perusahaan kompetitor, atau takut kebijakan/programnya ditiru perusahaan pesaing.

Menurut saya, sebenarnya semua ketakutan tersebut berlebihan. Mengapa? Di zaman sekarang di mana informasi bergerak bebas dan sangat cepat ini, sudah tidak ada lagi yang namanya rahasia perusahaan (saya berbicara dalam konteks untuk industri umum, bukan produsen teknologi tinggi yang menciptakan produk-produk atau penghasil teknologi baru).

Tidak perlu membajak karyawan perusahaan kompetitor kalau hanya ingin mengetahui program pemasaran apa yang sedang dijalankan perusahaan tersebut, kebijakan-kebijakan operasionalnya, dan sebagainya. Pelaku di pasar bisa menginformasikannya secara gratis.

Demikian juga, perusahaan juga tidak perlu membajak karyawan perusahaan pesaing kalau ingin merebut kliennya. Mungkin hal ini akan berhasil dalam jangka pendek, karena akan memotong waktu dalam mendapatkan klien tersebut. 

Tapi untuk mencuri klien perusahaan pesaing bukan melulu faktor karena orang yang kita bajak, melainkan ada juga budaya perusahaan yang akan menjadi kunci jawaban sukses atau tidaknya perusahaan pesaing mencuri klien dalam jangka panjang.

Budaya Kerja, sebenarnya inilah kata kunci bagi kita untuk membentengi kepentingan perusahaan agar terhindar dari efek negatif akibat karyawan kita berpindah ke perusahaan pesaing.

Program bisa ditiru, kebijakan bisa ditiru, orang bisa dibajak, namun BUDAYA KERJA di masing-masing perusahaan berbeda dan tidak bisa ditiru. Kalau kita bisa membangun budaya kerja yg positif, semua karyawan bersemangat memajukan perusahaan, klien juga dibuat bahagia bekerja sama dengan kita dan dengan orang-orang kita; tidak perlu lagi khawatir klien kita akan hilang direbut perusahaan pesaing yang membajak karyawan kita. Bahkan karyawan juga akan berpikir dua kali meninggalkan perusahaan kita.

Mungkin perusahaan pesaing berhasil untuk jangka pendek, karena perpindahan karyawan kita ke sana bisa jadi menjiplak program promosi dan memberikan tambahan plus plus, klien akan pergi sebentar. Namun kalau klien tidak mendapatkan pelayanan yang baik sebagaimana yg diperoleh dari kita percayalah klien akan kembali lagi.

Demikian juga sebaliknya, jika perusahaan tidak mampu membangun budaya kerja yang positif, tidak menanamkan budaya melayani, tidak perlu menunggu karyawannya dibajak pun, klien dipastikan akan hengkang sendiri satu per satu. Dan sudah pasti karyawan terbaiknya juga akan pergi satu per satu.

Kesimpulan saya, membentengi diri dengan membuat peraturan aneh atau melakukan kampanye negatif tidak akan efektif. Lebih baik kita membenahi kondisi di dalam perusahaan dengan membangun budaya kerja yang positif. Jadikan budaya kerja perusahaan kita budaya melayani, budaya kerja positif yang sulit ditiru perusahaan pesaing, dan karyawan bahagia bekerja di tempat kita. 

Ngomong-ngomong melayani konsumen itu bukan hanya bergantung pada Departemen Customer Service, melainkan harus menjadi budaya kerja seluruh karyawan. Jadikan klien sedemikian puas dan bahagia bekerja sama dengan kita, sehingga klien pun tidak mau pindah ke lain hati lagi. Ini jauh lebih efektif.

Salam,
Freddy Kwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun