Mohon tunggu...
Fraya Fitria25
Fraya Fitria25 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo, perkenalkan saya adalah mahasiswi jurusan Sosiologi Agama, yang masih aktif berkuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menelusuri Warisan Bersejarah: Kagungan Dalem Masjid Ageng Pakualaman

10 Juni 2024   15:06 Diperbarui: 10 Juni 2024   20:49 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Daerah Istimewa Yogyakarta bukan hanya daerah yang terkenal akan pariwisatanya, tetapi juga terkenal akan sejarah dan kebudayaan. Yogyakarta juga dikenal sebagai pusat Kerajaan Mataram dan juga Kebudayaan Jawa.  Agama mayoritas di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah agama Islam. Tersebarnya Islam di Yogyakarta dimulai sekitar akhir dari abad ke-16, dan ditandai dengan berdirinya Kesultanan Mataram Islam yang berasal dari Demak, kemudian pindah ke daerah Pajang, lalu kemudian ke daerah Kotagede. Wilayah kesuasaan Mataram pada saat itu meliputi Jawa bagian Tengah dan Timur. 

Salah satu bukti peradaban Islam di Yogyakarta ialah banyaknya masjid peninggalan zaman dahulu yang masih berdiri kokoh. Masjid tersebut masih digunakan sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai objek wisata religi karena memiliki keunikan apabila dilihat dari sisi arsitektur dan sisi historisnya. Masjid merupakan simbol syi'ar Islam sekaligus menjadi pusat aktivitas keagamaan. 

Keberadaan masjid juga menjadi salah satu tempat pengabdian seorang hamba kepada penciptanya, sehingga masjid menjadi elemen penting dalam ritual peribadatan umat Islam. 

Perhatian umat Islam terhadap masjid dapat ditunjukan dalam desain bangunan masjid yang cukup megah, indah, dan monumental. Masjid dalam perkembangannya bukan hanya sebagai sentral ibadah khusus seperti shalat dan i'tikaf, namun juga memiliki cakupan peranan yang lebih luas dalam menjangkau berbagai aspek kehidupan manusia. 

Ada  banyak sekali masjid-masjid tua yang ada di kota ini, diantaranya adalah masjid Pathok Negoro dan Kagungan Dalem Masjid Ageng Pakualaman. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat 4  masjid yang mengarah ke arah mata angin, yang dikenal dengan Masjid Pathok Negara. Keempat Masjid Pathok Negoro dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana I.  Adapun keempat masjid tersebut ialah  Masjid Dongkelan, Masjid Babadan, Masjid Mlangi, Masjid Ploso Kuning. Empat Masjid Pathok Negoro yang sesuai dengan arah mata angin tersebut adalah 1). Masjid An- Nuur di Mlangi yang ada di arah barat, 2). Masjid Sulthoni Plosokuning di Ngaglik yang berada di arah utara, 3). Masjid Ad Darojat di Daerah Babadan Banguntapan yang berada di arah timur, 4). Masjid Nurul Huda di Dongkelan yang berada di arah selatan, dan 5). Masjid Gedhe Kauman (yang dikenal dengan Masjid Keraton), yang merupakan titik pusat dari 4 masjid Pathok Negoro. Letak dari masjid ini  berada di dalam kawasan Keraton Yogyakarta. Masjid tersebut merupakan wujud simbolik dari filsafah Jawa yang dikenal dengan istilah kiblat papat limo pancer. Masjid-masjid tersebut bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, namun juga pertahanan masyarakat.

Masjid lain yang juga mengandung nilai sejarah di Yogyakarta adalah Masjid Agung Pura Pakualaman. Masjid ini dibangun pada sekitar tahun 1850 M, tepatnya pada masa pemerintahan Sri Paku Alam II (1829-1858 M).  Berdasarkan beberapa bacaan yang saya baca, bukti dari pendirian masjid ini tertulis pada prasasti yang terdapat di dinding serambi masjid, ditulis dalam huruf Arab dan Jawa. Setelah adanya perbaikan, prasasti Jawa terletak di sebelah utara dan selatan masjid, sedang untuk huruf Arab dipindah di sebelah utara dan selatan pintu masuk. 

Masjid Besar Pakualaman merupakan sebagian dari peninggalan bersejarah dan bukti perkembangan Islam di wilayah Yogyakarta dan Ndalem Pura Pakualaman. Penguasa Pakualaman merupakan bagian dari raja Jawa, mereka yang masih menaruh perhatian akan pentingnya pembelajaran agama islam. Bukti dari pernyataan tersebut bisa kita lihat melalui pembangunan Masjid Pakualaman sebagai satu-kesatuan yang tidak terpisahkan dengan bangunan Puro Pakualaman dan sebagai elemen pembentuk Catur Gatra Tunggal pada kawasan ini.

Bahkan ciri arsitektur dari benda peninggalan yang masih ada di dalam kompleks masjid, hal ini menunjukkan bahwa Masjid Pakualaman di masa lalu juga sangat memperhatikan keserasian antara kebudayaan Jawa dengan Islam sebagai sebuah harmoni kebudayaan. Warna cat bangunan ini adalah warna kuning. Bangunan masjid ini disangga oleh 12 tiang jati.

Kagungan Dalem Masjid Ageng Pakualaman berada di Jl. Sewandanan, Gunungketur, Pakualaman, Kota Yogyakarta. Letaknya sekitar 70 meter dari Pura Pakualaman. Lebih tepatnya, berada disebelah barat laut alun alun Sewandanan di luar komplek Puro. Pangeran Natadiningrat yang mendesain sendiri bangunan masjid dibantu oleh Patih Raden Riya Natareja dan Mas Penghulu Mustahal Nasrahin. Pembangunan masjid diperkirakan selesai pada hari Ahad Pon, Tanggal 2 Syawal 1244 H atau tahun 1839 M. Masjid ini terdiri dari 3 ruangan,yaitu 1. Ruang utama yang digunakan untuk sholat berjamaah, 2. Serambi masjid. 3. Teras masjid. Di masjid ini juga terdapat tempat wudhu, toilet, dan juga ruangan khusus takmir.

 Bagian utama yaitu bagian yang digunakan untuk sembahyang. Bagian utama ini dibuka ketika sholat berjama'ah sedang dilaksanakan. Luas dari ruang utama adalah sekitar 114 m2. Selain ruang utama, terdapat serambi dan teras masjid. Masjid ini berbentuk segi empat dan pada awal pembangunannya hanya terdapat ruang untuk sembahyang dan serambi. 

Di dalam ruang utama, terdapat Ma'surah. Ma'surah yaitu tempat shalat khusus untuk raja, apabila sang raja mengikuti sholat berjamaah di masjid ini. Letaknya ada di shaf paling depan, sebelah selatan tempat imam. Ma'surah ini terbuat dari bahan kayu dengan aneka hias ceplok bunga dan stilisasi huruf Arab, yang biasa disebut mirong dengan mustaka berbentuk mahkota. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun