Mohon tunggu...
Albertus Arif
Albertus Arif Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

olahraga, kuliner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami dan Mempraktikkan Lectio Divina bagi Putra-putri Altar

20 September 2017   08:38 Diperbarui: 20 September 2017   09:18 1494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengantar 

Umat beriman kristiani hidup dan berakar dari Kitab Suci. Maka, Gereja senantiasa menganjurkan agar umat beriman selalu menyediakan (bukan menyisihkan!) waktu untuk membaca dan merenungkan Sabda Allah. Hal ini ditandaskan oleh Gereja, melalui Konstitusi Dogmatis Dei Verbumtentang Wahyu Ilahi, yang mendorong umat beriman untuk senantiasa membaca dan merenungkan Kitab Suci.[1] 

Dokumen Dei Verbummengutip perkataan Santo Hieronimus (347-419/20) pernah mengatakan, "Ignoratio Scripturarum, Ignoratio Christi est,"yang berarti barangsiapa tidak mengenal Kitab Suci, tidak mengenal Kristus.[2]  Santo Hieronimus yang menerjemahkan Kitab Suci dari bahasa Yunani dan Ibrani ke Latin ini paham bahwa satu-satunya cara untuk mengenal Kristus adalah membaca dan merenungkan Kitab Suci. Gereja tiada henti-hentinya mengajak putra dan putrinya untuk membaca dan merenungkan Sabda Allah. Salah satunya dengan cara Lectio Divina.

 Lectio Divina adalah metode membaca dan merenungkan Kitab Suci yang sudah teruji selama berabad-abad. Dari generasi ke generasi, umat beriman telah banyak dibantu untuk memahami Kitab Suci dengan cara ini. Putra-putri Altar adalah anggota Gereja yang ada dan hidup dari pewartaan Sabda Allah. Mereka juga perlu untuk membaca dan merenungkan Sabda Allah dalam Kitab Suci. 

Tugas-tugas mereka yang paling pokok ialah membantu para imam dalam pewartaan firman. Tetapi mereka sendiri perlu juga hidup dari pewartaan firman. Mereka perlu untuk berdoa dan mendalami Sabda Allah melalui Lectio Divina. Apakah sesungguhnya Lectio Divina itu bagi umat beriman saat ini? Apakah Lectio Divinaini sungguh diperhatikan oleh putra dan putri altar? Apakah putra dan putri Altar sudah mengalami keindahan dan manfaat dari tradisi Gereja yang kaya dan luhur selama berabad-abad ini? Melalui pemaparan singkat ini, kami hendak mengulas pentingnya Lectio Divina bagi Putra dan Putri Altar di Paroki Maria Anunciata Lodalem.

Sejarah Singkat Lectio Divina

Barang kali, tidak banyak umat beriman yang mendengar atau memahami frasa Lectio Divinaini. Begitu juga untuk putra-putri altar. Sejauh mana mereka sudah diperkenalkan dengan Lectio Divina? Lectio divina (Bacaan ilahi) menurut asal-usulnya merupakan pembacaan Kitab Suci oleh orang-orang kristiani untuk memupuk iman, harapan dan kasih mereka, dan dengan demikian menjiwai jalan mereka.[3] Kitab suci menjadi jiwa bagi umat beriman dan membina persekutuan iman. Tindakan dan kehidupan ditandai dengan Kitab suci yang hidup. Sejak awal, pembacaan ini tidak teroganisir dan metodis, melainkan tradisi ini diteruskan dari generasi-ke generasi, lewat praktik umat sendiri.[4]

Adalah Origenes yang mulai membuat istilah Lectio Divina. Carlos Mesters menjelaskan bahwa Origenes memandang perlu untuk setiap saat memberi perhatian kepada kita suci. Kebiasaan ini pun dilanjutkan oleh para rahib di padang gurun yang hidup karena sabda Allah. Mereka meninggalkan gemerlap dunia dan hidup menyendiri di padang gurun untuk merenungkan Sabda Allah dengan baik. Lectio Divina menjadi kekhasan dari tradisi hidup di padang gurun dan bahkan menjadi sumber untuk merumuskan regula dan landasan hidup mereka. Carlos Mesters menjelaskan, "Regula monastik Pakhomius, Agustinus, Basilius dan Benediktus menetapkan pembacaan Kitab Suci bersama dengan kerja tangan dan liturgi, menjadi trilandasan hidup religius."[5]

Abad XII, tepatnya tahun 1150, seorang rahib bernama Guigo, meletakkan sistematisasi bagi Lectio Divina. Sistematisasi bagi Lectio Divina ini ia buat menjadi empat jenjang, "pembacaan berarti rajin mempelajari Kitab suci dengan perhatian yang besar. Meditasi berarti kegiatan budi yang rajin yang dengan bantuan akal  masing-masing berusaha mengenal kebenaran yang tersembunyi. Doa berarti mengangkat budi mengatasi dirinya sendiri dan dalam Allah menikmati kegembiraan kemanisan abadi."[6]

Abad XIII, para mendikantes (para anggota tarekat pengemis) berusaha membuat lectio divina menjadi corak baru hidup religius yang lebih merakyat di tengah kaum kecil (miskin).[7]  Para ordo religius yang mengembangkannya antara lain para fransiskan, dominikan, servit, karmelit, dan lain-lain.

Kontra reformasi menjadi masa yang menenggelamkan Lectio Divina karena tidak ada lagi anjuran untuk membaca kitab Suci, bahkan di kalangan para religius sekalipun. Namun Konsili Vatikan II (1962-1965) mengangkat kembali tradisi kuno dan dalam dokumen Dei Verbum sangat menganjurkan Lectio Divina, terutama bagi kaum religius.[8]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun