Pagi itu, Doni terbangun dari tidurnya. Ia sangat kaget melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06:40.
Buru-buru, ia mengambil handuk dari jemuran. Ketika hendak ke kamar mandi, ia berpapasan dengan ibu yang sedang membereskan makanan.
Doni bertanya kepada ibunya mengapa tidak membangunkannya pukul 06:00. Ibu menjelaskan bahwa ibu sudah membangunkan Doni berkali-kali tetapi Doni tak kunjung bangun.
Ya sangat wajar Doni bangun kesiangan karena ia begadang bermain game sampai larut malam.
Tanpa pikir panjang, Doni ke kamar mandi hanya untuk membasahi badannya menggunakan air. Setelah selesai, Doni bergegas memakai bajunya dan mengayuh sepedanya.
Tak lupa ia mengambil sebuah roti untuk dimakan di jalan. Doni mengayuh sepedanya sangat kencang sampai-sampai membuat orang di sekitarnya hampir tertabrak.
Tak heran, banyak pejalan kaki memaki Doni. Doni tidak menghiraukan mereka, ia hanya fokus supaya ia sampai di sekolah pukul 07:00 tepat waktu.
Ketika sudah hampir mendekati sekolah, ia menabrak tukang bakso beserta gerobaknya. Baik Doni dan penjual tukang bakso tersebut sama-sama terjatuh.
Gerobak tersebut hancur berantakan. Piring-piringnya pecah berkeping-keping dan mie baksonya berserakan di jalan. Tukang bakso itu juga meringis kesakitan.
Tanpa memedulikan tukang bakso tersebut, Doni kembali naik ke sepedanya dan mengayuhnya. Beruntungnya, tidak ada saksi mata di lokasi tersebut.
Akhirnya, Doni sampai ke sekolah tepat saat gerbang sekolah ditutup oleh satpam sekolah. Keringatnya bercucur deras sampai membuat seragamnya basah.
Di tengah pelajaran, hati Doni tidak tenang. Ia masih kepikiran soal insiden tabrakan tadi pagi.
Ia berpikir bagaimana nasib tukang bakso itu setelah Doni menghancurkan gerobak bakso yang menjadi mata pencahariannya.
Budi yang daritadi melihat Doni yang sedang melamun bertanya kepada Doni apa yang sedang dipikirkannya. Doni yang sudah tidak kuasa memendam kejadian tadi pagi menceritakan yang sebenarnya kepada Budi.
Budi kaget mendengar cerita Doni. Ia lantas menyarankan Doni untuk memberitahu kedua orang tuanya untuk menolong tukang bakso tersebut.
Awalnya, Doni takut apabila ia menceritakan kejadian tabrakan itu kepada orang tuanya akan marah. Tetapi setelah diyakinkan oleh Budi, Doni menjadi memiliki keberanian untuk mengungkapkan insiden tersebut kepada ayah dan ibunya.
Lagipula, apabila Doni tetap terus mengurungkan niatnya menolong tukang bakso tersebut, ia akan tetap dihantui perasaan bersalah tersebut.
Sorenya, ketika ayah Doni pulang kerja. Ia menjelaskan peristiwa tadi pagi kepada ayah dan ibu. Ayah yang mendengarnya seketika marah. Tetapi, melihat kejujuran Doni, hati ayah menjadi luluh dan bersedia membantu Doni.Â
Mereka pun bersama-sama pergi mencari tukang bakso tersebut. Karena tidak tahu alamat si tukang bakso, mereka bertanya-tanya kepada warga setempat di lokasi insiden tabrakan itu.
Ada seorang warga yang tahu alamat tukang bakso tersebut. Ia mengantarkan Doni berserta kedua orang tuanya ke rumahnya.
Setelah mereka sampai, Doni melihat gerobak bakso yang telah hancur di depan halaman tukang bakso tersebut. Doni memberanikan diri mengetuk pintu rumahnya.
Tukang bakso tersebut membukakan pintu dengan ditemani istrinya yang menggendong anaknya yang masih kecil.
Doni pun meminta maaf kepada tukang bakso tersebut dengan memberikan uang ganti rugi. Tukang bakso tersebut sangat bahagia dan mengajak keluarga Doni masuk ke rumahnya untuk mengobrol-ngobrol sebentar.
Setelah berbincang-bincang, Doni beserta keluargnya berpamitan untuk pulang. Di dalam hati Doni, ia sangat lega karena ia sudah berani untuk jujur dan bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H