Ia sungguh takut, apabila dirinya menyatakan yang sebenarnya merenggangkan persahabatan mereka yang menahun. Josef sungguh menghargai persahabatan dibandingkan cinta yang ujungnya sakit hati.
Sedang, Mariam pun dalam posisi dilema antara ia yang memulai menyatakan yang sesungguhnya kepada Josef dan juga posisi dia sebagai perempuan mana mungkin dirinya mengungkapkan perasaan terhadap lelaki.
Hari-hari mereka jalani bersama dengan label persahabatan meski kadang-kadang raut muka mereka sudah tumbuh rasa saling cinta. Namun, enggan untuk saling jujur. Persahabatan bagi mereka hal yang sakral yang tak boleh mengingkarinya. Walau sakit menyayat perih hati karena telah memendam perasaan.
Cinta bagi mereka adalah sesuatu yang misterius, mendatangkan ribuan tanya, bahkan tak bertuan walau mereka mengakui cinta itu nyata. Di setiap kesempatan, keduanya tampak romantis bahkan mereka saling suap di saat makan.
Bagi mereka, jatuh cinta itu rumit, akan saling canggung setiap temu. Kalaupun ada yang menyukai mereka di Kampus. Mereka memilih jarak karena takut saling melukai. Baik Josef maupun Mariam mengisi hari dengan selalu bersama, sehingga acapkali orang mencap mereka pacaran. Mereka hanya tersenyum bila ada yang menanyakanya.
Di kelas sekalipun, keduanya duduk berjejer. Pada malam yang sunyi, Mariam tak bisa tidur memikirkan beribu tanya dalam kepalanya. Apakah dirinya sedang jatuh cinta dengan Josef, ia membatin. Sesekali tersenyum, "ah itu hanya pikiranku saja," katanya.
Jarum jam terus berpijak dari satu angka ke angka yang lain. Matanya tak kunjung kantuk. "Ia aku jatuh cinta," simpulnya.
Keesokan harinya, Mariam memberanikan diri mengatakan perasaanya kepada Josef. Di bangku taman Kampus, sembari saling melempar canda. Tak ada angin, tak ada hujan "Aku mencintaimu Josef," kalimat itu mengalir cepat dari bibir Mariam.
Sedang, Josef menjawabnya oh ia saja. Seketika air mata mengalir deras dari kedua kelopak matanya sambil menjauh dari Josef. Sementara Josef, tertawa kecil lalu mengatkan padanya "Aku juga mencintaimu  Mariam,  sungguh"
Lalu, Mariam membalikan badanya, ia mencium bibir Josef sembari berpelukan. Josef pun tak mau kalah. Keduanya menghempaskan badan di taman itu, tanganya memegang buah dada Mariam, sesekali ia isapi tanpa ampun.
Kicauan burung menyadarkan gejolak mereka. Akhirnya mereka kembali sadar, lalu saling mencium bibir dan berpelukan.