Mohon tunggu...
Fransiskus Jamento
Fransiskus Jamento Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Sekolah Dinas PKO Mabar; Sekretaris PGRI Cabang Ndoso/Guru Sertifikat Google Level 1

Frengky Jamento; lahir di Rego - Manggarai Barat; Flores – NTT tanggal 14 November 1987. Menyelesaikan Pendidikan Dasar di SDK Rego, Sekolah Menegah Pertama di SMPK Santu Markus Pateng dan Sekolah Menengah Atas di SMAK Santu Klaus Werang. Menyelesaikan pendidikan tinggi PGSD pada Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng - Flores – NTT (2013). Sebagai guru di SD Inpres Lareng (sampai 2023) dan sekretaris PGRI kecamatan Ndoso – NTT. Bersama Tim Gurita menulis buku Refleksi Pendidikan Untuk Masa Depan (Penerbit Diandra Kreatif Yogyakarta; 2019). ‘Tulusku Untukmu’ adalah karya dalam buku antologi Bait-bait Indah Senandung Asa (CV Oase Pustaka; 2022) yang merupakan karya bersama teman-teman yang bergabung dalam group Penggiat Literasi Nusantara. Menikah dengan Afny Sutiany Jamento (2013) saat ini dikarunia 2 (dua) orang anak; Adventiano Suryawestren Jamento dan Priscillia Ayunajwa Jamento. Sejak 21 Maret 2024 diangkat menjadi Pengawas Sekolah pada Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Manggarai Barat-NTT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Toing agu Titong le Toming, Refleksi Untukku dan Untukmu

2 Mei 2024   06:43 Diperbarui: 2 Mei 2024   19:00 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sebuah Refleksi Sederhana Hardiknas 2024)

Kekayaan dan kekhasan kebudayaan masyarakat lokal Manggarai-Flores NTT; salah satunya tercermin dalam berbagai ungkapan yang mengandung makna mendalam mengungkapkan nasihat, perjuangan, harapan, doa, motivasi dan sebagainya. 

Salah satu ungkapan bermakna terkandung dalam sederetan kata yang memiliki keselarasan bunyi yaitu; ‘Toing, Titong, Toming’

Ketiga kata ini memiliki keterkaitan, memberikan kekuatan dan energi positif saat diwujudnyatakan dalam tindakan keseharian masyarakat Manggarai.

Dalam tulisan ini penulis tidak menelusuri secara etimologis (asal-usul serta unsur-unsur) pembentuk kata ‘Toing, Titong, Toming’

Namun memaknainya untuk menjiwai peran seorang pendidik (guru) dalam pengabdiannya serta sebagai pijar refleksi dari kekuatan sebuah ungkapan kearifan lokal (Manggarai) yang selaras dengan pemikiran folisofis Ki Hajar Dewantara  sang tokoh pendidikan nasional yang telah meletakkan dasar dan hakekat pendidikan itu sesungguhnya. 

Toing = menasihati, mengajarkan; Titong = menjaga, melindungi, mengarahkan, mendampingi, menuntun; Toming = meniru, mengikuti, mencontohkan/memberi contoh, meneladani). 

Mendalami arti, maksud dan tujuan serta wujudnyata tindakan dari ketiga kata ini sudah sangat dipahami oleh masyarakat Manggarai, juga oleh para guru yang telah berusaha semaksimal perannya dalam mengemban tugas mulia yang telah dipercayakan.

Perwujudan ketiga kata ini seyogianya tidak saling lepas dalam konsep mendidik. Oleh karenannya dalam konteks proses mendidik menekankan bahwa mengajar (toing) dan menuntun (titong)  dengan cara memberi contoh/teladan (toming). 

Maka konsep ini dalam budaya Manggarai menggarisbawahi hakekat pendidikan yaitu Toing agu Titong le Toming (mengajar dan menuntun dengan cara meneladani) sebagai filosofi keraifan lokal yang patut dijunjung tinggi dan terus menggema setiap aktor pendidikan.

Penulis dan rekan-rekan guru serta tenaga kependidikan yang telah mendedikasikan diri dalam dunia pendidikan sekiranya momen memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2024 merefleksi diri dengan memaknai  filosofi lokal Manggarai ‘Toing agu Titong le Toming’.

Jadi, untuk mengembalikan hakaket pendidikan pada satuan pendidikan masing-masing agar kemerdekaan belajar, kemerdekaan mengajar benar-benar diwujudnyatakan. 

Penulis menyakini bahwa ungkapan ‘Toing, Titong, Toming’ selaras dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewanatara yang meletakkan dasar proses pendidikan dengan ungkapan ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani dapat dimaknai dalam ungkapan lain sebagai kearifan lokal (Manggarai) “Toing agu Titong le Toming”

Filosofi ini dapat dijadikan pedoman maupun refleksi kritis, bagi guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah. 

Tentu ini sangatlah beralasan, bahwa filosofi ungkapan toing, titong dan toming selaras filosofi pemikiran Ki Hajar Dewanatara ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. 

Guru menjadi penuntun, memberikan dorongan dan teladan bagi muridnya. Selain itu, selaras dengan program pemerintah (Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi) yang telah meluncurkan program Merdeka Belajar. 

Pada momen Hardiknas 2024 begitu besar harapan dari pemerintah untuk tetap terus begerak dalam melanjutkan Merdeka Belajar.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Oleh karenanya refleksi sederhana ini memberikan spirit dan arah untuk terwujudnya Merdeka Belajar, tentu juga bagi pendidik akan menikmati kemerdekaan dalam mengajar. 

Kepada rekan guru dan kepala sekolah yang telah menempuh program pendidikan guru penggerak dan sekolah penggerak telah tergerak serta menimba banyak pemahaman dari filosofi Ki Hajar Dewantara agar menjiwai setiap tugas pengabdiannya sembari berharap untuk terus bergerak dan saling menggerakkan  melalui kolaborasi dan berbagi di komunitas belajar di satuan pendidikan maupun lintas satuan pendidikan. 

Sehingga lahirlah pemimpin-pemimpin pembelajaran yang menggerakkan komunitas belajar di sekolah sebagai terobosan cemerlang dan tepat sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh peserta didik zaman sekarang yang memiliki kodrat alam dan kodrat  zaman. 

Sekiranya filosofi Toing agu Titong le Toming,  meningatkan kita akan pentingnya komitmen dan jiwa menyatu dengan tugas panggilan sebagai guru sehingga menciptakan suatu ekosistem sekolah nyaman sebagai sebuah taman bagi murid menikmati tuntunan mencapai kebahagian sejati. 

Akhir tulisan ini, penulis menitipkan kado refleksi bagi rekan-rekan guru dalam sederet tanya. “Apakah filosofi Toing, Titong dan Toming telah menjiwai kita dalam menjalankan tugas? 

Apakah hanya berhenti pada Toing (mengajar, menasihati)? Sudahkan Titong (mengarahkan pada jalan dan arah) yang benar? Sudahkah Guru Toming (memberi contoh/teladan) dengan menunjukkan identitas dan integritas sebagai seorang guru? Inilah pertanyaan refleksi untuk kita mengevaluasi diri dan berkomitmen mengubah diri. 

Tentu pertanyaan ini tidak bisa dijawab begitu saja tetapi lebih penting dijadikan pedoman dalam mengevaluasi diri. Lebih dari itu sebagai inspirasi dan petunjuk dalam setiap tahapan proses pendidikan yang diimplementasikan dalam tugas pengabdian sebagai guru pada masa mendatang.

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei tahun 2024.

Salam, Bergerak Bersama Lanjutkan Merdeka Belajar.

Oleh ; Frengky Jamento, S.Pd;Pengawas Sekolah pada Dinas PKO Manggarai Barat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun