Mohon tunggu...
FRANSISKUS HERU
FRANSISKUS HERU Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis asal Kec. Sompak, Kab. Landak, Kalimantan Barat.

Membaca dan menulis berlaku seumur hidup. TERUSLAH SEMANGAT BELAJAR ! *Kelahiran Mangaro, 20 Oktober 1997 *Alumnus IKIP Budi Utomo Malang *Guru SDN 09 Galar *Content Writer di www.sdngalar09.sch.id *Blogger di Kompasiana *Artikel ilmiah terpublikasikan ejurnal.budiutomomalang.ac.id *Cerpen pernah diterbitkan Alinea *Email 1: fransiskusherumahatalino17@gmail.com *Email 2: fransiskusheru17.writer@gmail.com *WhatsApp: 082177482203

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Perjuangan Ayah dan Ibu

12 April 2024   00:50 Diperbarui: 29 Juni 2024   21:15 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya, ayah saya, dan ibu saya. Sumber foto: dokumen pribadi. 

Sebuah Puisi yang Ditulis Fransiskus Heru

Bergeraklah Nak! berdoalah Nak!, berjuanglah Nak!.

Sepasang insan yang dikasihi Allah.

Adam dan Hawa adalah dua manusia pertama yang ada di Bumi.   

Namun Engkau ialah manusia pertama yang menciptakan dan membesarkan diriku.   

Halo Ayahku, halo Ibuku.   

Hai Ayahku, hai Ibuku.    

***

Ayah dan Ibu bagaikan mesin-mesin di dalam pabrik.    

Jarang berhenti bergerak, namun tak lupa untuk istirahat bergerak. 

Tak seorangpun manager utama di Bumi ini yang rapi, bagus, dan baik dalam hal pengelolaan sumber-sumber daya, kecuali Beliau.

Dialah Ayahku.

***

Tak seorangpun pembantu manager di Bumi ini yang setia menemani dan membantu manager-nya, kecuali Beliau.

Dialah Ibuku.

***

Ayah pernah berkata, bahwa keluarga merupakan organisasi kecil.

Sering mengabaikan dan tidak melaksanakan perintah Ayah Ibu. 

Selalu melupakan dan tidak mentaati peraturan Ayah Ibu.  

Ayah! ampunilah aku.     

Ibu, ampunilah aku.

***

Ayah berjuang dengan otot dan otak.

Ibu berjuang dengan cinta kasih dan kelembutan hatinya.

Ingatlah Anakku, sabar.    

Bersama Ayah dan bersama Ibu, kita berjuang.

Berjuanglah Anakku! berjuang!

Ingat itu!

***

Si Ibu sang pemburu sun rise.

Si Ayah sang pejuang sun rise.    

Ayah.  

Ibu.   

Engkaulah Tuhan kami nampak rupa.

***

Ayah, Engkau menafkahi kami anakmu dengan tidak malu, karena Engkau bekerja pada jalan halal.

Ibu, Engkau menafkahi kami anakmu dengan tekad serta sabarnya hatimu.

***

Tulang yang bergetar, jantung yang berdetak "duk, duk, duk, duk."  

Urat nadi yang berdenyut bagaikan bunyi jarum jam dinding.        

Keringat yang telah merendam pakaian Ayah dan Ibu.

Nafas yang ditahan.

Nafas yang ditarik cepat.

Nafas yang dikeluarkan cepat.

Tenggorakan kering.     

Mata perih.   

Kulit yang terasa di gurun pasir.    

Kulit yang seperti warna buah apel yang basi.   

Pikiran yang bercabang bagaikan ranting tanaman cangkokan.    

Kuku yang penuh tanah dan lumpur. 

Telapak tangan yang retak.  

Telapak kaki yang berlobang.  

Lapar yang ditahan.   

Berjalan bagaikan kuda yang berlomba lari.   

Sampai urine yang berwarna kekuning-kuningan keemasan.    

***

Aku dan tanpa lisanku.

Aku tidak mampu membayar perjuangan Ayah dan Ibu.        

Terima kasih Ayah.   

Terima kasih Ibu.    

Perjuangan, jangan takut Anakku!

Ayah dan Ibu akan selalu bersama kalian,Dimanapun dan kapanpun itu.    

***

Hai Ayah, hai Ibu.   

Ingatkan Anakmu ini pada,

Semua perjuangan Ayah dan Ibu.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun