Mohon tunggu...
Fransiska Isti
Fransiska Isti Mohon Tunggu... Guru - Tulisan adalah jejak kaki yang kita tinggalkan.

youtube.com/@fransisca_otey

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mantan Kekasih

12 November 2020   22:48 Diperbarui: 12 November 2020   23:02 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: via Sheen Magazine

Wusssssssssssss... suara angin mengembuskan napasnya, menyentuh bulu kuduku. Kupandang mega sore itu. Tak selamanya mendung itu kelabu. Nyatanya sore ini kulihat masih ada mega yang tak kusam wajahnya. Tetapi apa daya, wajahnya kusam juga. Rintikan air hujan yang teratur jatuhnya membasahi genting rumahku.

Secangkir teh Cajtot Fanilla menemaniku duduk di kursi Jati serambi depan menyaksikan beribu-ribu rintikan air hujan. Aku selalu bahagia saat hujan turun karena aku dapat mengenang dia.

Ya, dia yang pernah singgah di hatiku selama dua tahun. Hemm, tak terasa kami sudah berpisah dua setengah tahun yang lalu. Ah, malah jadi terharu kalau mengingatnya. Ya mau gimana lagi, mau tidak mau kami harus berpisah karena keegoisan. Sedih.

Sore berganti petang, dan petang berganti malam. Hujan pun berhenti beberapa jenak. Entah mengapa malam ini hatiku galau. Kucoba menemukan kegalauan itu, tetapi sulit ia kucari. Makan tak enak, tidurpun tak nyenyak. Akhirnya, kuputuskan untuk menyalakan laptop dan kubuka Facebook. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.30 WIB, mataku juga belum sayu. Aku masih sibuk dengan teman-temanku yang online juga. Agak sedikit menghibur hati sih dengan canda mereka. Tiba-tiba ada yang mengirim pesan di dindingku, "Hay, bagaimana kabarmu?". Kutelusur siapakah dia?

Tahukah siapa ia? Oh no, mantan kekasih yang sudah lama tak bersua. Ingin rasanya membuka profilnya, tetapi akan kutahan saja keinginan itu.

Ah, mana bisa. Diam-diam aku masih punya rindu kepadanya. Tak kusadari air mataku keluar dari sumbernya. Tahu kenapa?

Karena aku tidak kuat memandang foto profilnya yang sudah bersanding dengan orang lain. Hati ini serasa diiiris. Seketika itu juga, kepalaku pening. Sudahlah, mending aku off saja.

Malam itu, aku terlelap tidur dalam suasana hati yang bercampur aduk tidak keruan adonannya. Dalam tidurku aku bermimpi. Aku berada di sebuah taman yang hanya ada aku di sana. Aku tidak tahu kenapa langkahku tiba-tiba menuju taman itu, padahal sebelumnya aku sedang merangkai bunga di halaman belakang rumahku.

Di taman itu aku menemukan sehelai kertas yang bertuliskan "Kau cantik hari ini dan aku suka" yang ditujukan padaku, tetapi sayang tidak ada nama penulis yang tertera di kertas itu.

Aku pun mencari lebih lanjut. Kukelilingi seluruh taman, dan di suatu sudut taman itu aku melihat seorang laki-laki yang memakai kaus biru berkerah duduk di sebuah kursi santai yang ada di taman itu. Aku mendekatinya perlahan-lahan dan menyapanya.

"Hay", ia pun menoleh. Astaga! Dalam hati menjerit kaget. Tak kuduga dia adalah Rendy, mantan kekasihku itu. Kulihat wajahnya tampak pucat dan hanya menatapku tanpa membalas suara.

Aku iba, karena dia hanya diam saja. Tetapi, tiba-tiba Rendy tersenyum dan melontarkan tiga kata, "Selamat tinggal Nawang." Namaku disebut olehnya. Aku terbangun, keringat bercucuran keluar. Jam menunjukkan pukul 03.00 WIB. Aku merenungkan mimpiku tadi, hingga tertidur kembali.

Keesokkan harinya, aku bangun kesiangan, untung saja tanggal merah. Bergegaslah aku mandi dan setelah itu membantu ibu menyiapkan sarapan. Hampir mau siang, ya sekitar pukul 10.30 WIB, ibu mengajakku belanja keperluan rumah tangga ke sebuah mall di Bandung. Baru hendak menghidupkan mesin mobil, tiba-tiba HP-ku berdering. "Nawang, tadi pagi Rendy kecelakaan dan ia meninggal," kata Nadia teman sekelasku dengan Rendy ketika SMA.

Aku tak bisa berkata-kata dan seketika aku teringat akan mimpiku semalam. Apakah ini arti mimpiku? Aku pun tidak jadi menemani ibu belanja. Lalu, bergegaslah aku ke rumah Nadia. Aku menceritakan mimpiku semalam kepadanya. Kami segera melayat ke rumah Rendy.

Sungguh tak kuduga bahwa akhirnya Rendy pergi dan tak kembali lagi dalam usia yang masih belia, 21 tahun. Ketika aku menangis tersedu-sedu, aku melihat seorang cewek yang juga menangis berada di dekat jenazah. Aku ingat, cewek itu yang berada di foto profil Rendy.

Ya, dia adalah kekasih Rendy saat ini yang dijodohkan oleh orang tuanya. Sebenarnya, hatiku belum bisa menerima dia bersama orang lain. Tetapi apa guna, Rendy sudah meninggalkan kami. Tak kuhiraukan perasaan itu. Yang ada hanya berucap doa untuk Rendy. Agak sedikit menyesal, kenapa semalam aku tidak menghiraukan dia di Facebook, ternyata ia menyapaku terakhir kali di dinding. Sungguh pilu. Selamat jalan Rendy, semoga jalanmu terang menuju surga.

Setiap hujan turun aku selalu ingat kepadanya, tak kulupa ketika pertama kali ia menyatakan cinta yang disaksikan oleh rintikan hujan malam itu. Tetapi, sekarang aku harus belajar untuk sedikit demi sedikit melupakan dia, melupakan semua kenangan, karena aku sudah mempunyai cinta yang baru bersama Antony.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun