Mohon tunggu...
Fransiscus Xaverius Dedes A
Fransiscus Xaverius Dedes A Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 2

Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Memahami Design Thinking dalam Pendidikan bagi Calon Guru Sekolah Dasar

15 Agustus 2023   23:17 Diperbarui: 15 Agustus 2023   23:23 3007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
goodnewsfromindonesia.id


Pendidikan menjadi hal penting dan utama dalam suatu negara untuk membentuk generasi yang kompeten dan berdaya saing. Terutama dalam konteks pendidikan di tingkat sekolah dasar, peran guru sangatlah krusial. Guru sekolah dasar tidak hanya bertugas untuk menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga harus mampu mengembangkan kreativitas, berpikir kritis, dan kemampuan berkolaborasi pada para siswa. 

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, penting bagi calon guru sekolah dasar untuk memahami dan menginternalisasi pola pikir serta prinsip-prinsip Design Thinking.

Design Thinking dalam Pendidikan

Design Thinking adalah suatu pendekatan yang fokus pada pemahaman mendalam terhadap masalah dan pencarian solusi yang inovatif. Menurut (Kelley & Brown, 2018) design thingking adalah pendekatan yang berpusat pada manusia terhadap inovasi yang diambil dari perangkat perancangan untuk mengintegrasikan kebutuhan orang-orang, kemungkinan teknologi, dan persyaratan untuk kesuksesan bisnis. Meskipun sering dikaitkan dengan desain produk, prinsip-prinsip Design Thinking memiliki potensi besar dalam konteks pendidikan. 

Design Thinking membawa perubahan paradigma dalam cara calon guru mendekati permasalahan dalam proses belajar mengajar. Design thinking dapat dianggap sebagai alat yang luar biasa untuk digunakan dalam pembelajaran dan pengajaran untuk meningkatkan keterampilan yang relevan dengan abad ke-21 (Glen et al., 2014).

Pada intinya, Design Thinking memiliki lima tahap utama: Empati, Pengartian (Define), Ideasi, Prototyping, dan Uji Coba. Tahap Empati mengajarkan untuk benar-benar memahami dan merasakan apa yang dialami oleh siswa. Tahap Pengartian membantu guru menggambarkan masalah dengan lebih jelas, yang kemudian menjadi dasar untuk tahap Ideasi. Tahap Ideasi melibatkan generasi berbagai alternatif solusi kreatif. Prototyping memungkinkan pengembangan solusi kasar yang dapat diuji. Terakhir, tahap Uji Coba melibatkan pengujian solusi yang dikembangkan pada tahap sebelumnya.

Pentingnya Menginternalisasi Design Thinking bagi Calon Guru

Pembelajaran yang Lebih Menarik: Dengan mengadopsi prinsip-prinsip Design Thinking, calon guru dapat merancang pembelajaran yang lebih menarik dan interaktif. Ini akan membantu siswa terlibat lebih dalam dalam proses pembelajaran dan membangun minat mereka terhadap pelajaran.

Pengembangan Kreativitas Siswa: Design Thinking mendorong siswa untuk berpikir kreatif dalam memecahkan masalah. Calon guru yang memahami konsep ini dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir di luar batasan dan mengeksplorasi berbagai solusi yang inovatif.

Kolaborasi dan Komunikasi: Design Thinking mengajarkan pentingnya kolaborasi dan komunikasi dalam mengatasi masalah. Calon guru dapat mengajarkan siswa untuk bekerja sama dalam merancang solusi, membangun kemampuan berkolaborasi yang penting dalam dunia nyata.

Berfokus pada Siswa: Dengan menginternalisasi pola pikir Design Thinking, calon guru akan lebih berfokus pada kebutuhan dan preferensi siswa. Ini akan membantu menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih personal dan relevan.

Pemecahan Masalah Kompleks: Design Thinking memberikan pendekatan sistematis dalam memecahkan masalah yang kompleks. Calon guru yang menguasai konsep ini akan lebih siap menghadapi tantangan dalam dunia pendidikan yang terus berkembang.

Dalam menghadapi tantangan pendidikan abad ke-21, calon guru sekolah dasar perlu lebih dari sekadar mengajar rutin. Mereka harus menjadi inovator, pemecah masalah, dan penggerak perubahan. Dengan memahami dan menginternalisasi pola pikir serta prinsip-prinsip Design Thinking, calon guru dapat membawa pendidikan di sekolah dasar menuju tingkat yang lebih tinggi, mempersiapkan siswa untuk menghadapi dunia yang kompleks dan terus berubah.

Penerapan Design Thinking dalam pendidikan, baik oleh guru maupun siswa, dapat menghadapi berbagai tantangan. Beberapa tantangan utama termasuk:

Mindset Tradisional: Beralih dari pendekatan pembelajaran konvensional menuju Design Thinking membutuhkan perubahan pola pikir. Banyak guru dan siswa terbiasa dengan metode pembelajaran yang lebih terstruktur dan kurikulum yang lebih formal. Mengadopsi pola pikir kreatif dan eksploratif dari Design Thinking bisa menjadi tantangan bagi mereka yang terbiasa dengan cara-cara konvensional.

Ketidakpastian dan Ketidakjelasan: Proses Design Thinking sering berlangsung dalam situasi yang tidak pasti dan cenderung tidak terstruktur. Ini bisa membuat beberapa guru dan siswa merasa tidak nyaman karena mereka terbiasa dengan panduan yang lebih jelas dan batasan yang lebih ketat.

Waktu dan Tekanan Kurikulum: Kurikulum yang padat dan tenggat waktu yang ketat dapat menjadi penghalang bagi penerapan Design Thinking. Proses ini memerlukan waktu yang lebih fleksibel untuk melakukan penelitian, eksplorasi ide, dan pengembangan solusi.

Keterbatasan Sumber Daya: Penerapan Design Thinking mungkin memerlukan sumber daya tambahan seperti peralatan, bahan, atau teknologi. Terutama di lingkungan pendidikan yang kurang memiliki sumber daya, hal ini dapat menjadi hambatan.

Pengembangan Kemampuan Guru: Guru perlu mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang konsep Design Thinking untuk mengajar dengan efektif. Ini mungkin memerlukan pelatihan tambahan dan waktu untuk belajar dan berlatih.

Kekhawatiran terhadap Keberhasilan: Ketika menghadapi ketidakpastian dan penelitian yang melibatkan percobaan dan kegagalan, ada kemungkinan siswa merasa takut untuk gagal atau merasa tidak nyaman dalam mengemukakan ide. Hal ini bisa menjadi tantangan dalam mendorong lingkungan yang menerima kesalahan sebagai bagian alami dari proses belajar.

Keterlibatan Aktif: Penerapan Design Thinking mendorong keterlibatan aktif dari siswa. Ini bisa menjadi tantangan dalam kelompok besar di mana beberapa siswa mungkin lebih suka menjadi pendengar pasif daripada berkontribusi aktif.

Evaluasi dan Penilaian: Cara tradisional penilaian mungkin tidak selalu cocok dengan pendekatan Design Thinking yang lebih terbuka dan prosesnya yang berfokus pada eksplorasi. Menilai kreativitas, pemecahan masalah, dan kolaborasi bisa menjadi tantangan tersendiri.

Pemahaman yang Dalam: Memahami dan mengaplikasikan konsep Design Thinking membutuhkan pemahaman yang mendalam dan pembelajaran berkelanjutan. Ini bisa memerlukan upaya ekstra dalam belajar dan berlatih.

Meskipun penerapan Design Thinking dalam pendidikan bisa menghadapi tantangan, namun tantangan-tantangan ini juga bisa diatasi dengan pendekatan yang tepat, pelatihan yang memadai, dan dukungan yang kokoh dari sekolah, sekolah tinggi, dan sistem pendidikan secara keseluruhan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun