Walaupun Berbeda Namun Satu Wadah
Oleh Fransisco Xaverius Fernandez
(Pengingat: Kisah dalam cerpen ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan cerita dengan manusia, itu hanya kebetulan belaka yang tidak di sengaja.)
"Mari kita lanjutkan dengan persembahan." Suara Romo dari altar suci.Â
Lalu terjadilah riuh rendah dalam dompet umat yang hadir dalam Misa Kudus di sebuah gereja.
"Sekarang giliran kita!"
"Siapa yang di pilih untuk datang ke Tuhan, ya?"
"Semoga aku yang di pakai sekarang..." harap si Ratri sambil memohon dengan tangan terkatup.
"Ah, kamu jarang kami lihat di kantong itu. Kemana aja lu?" tanya Sepri kepada Ratri.
"Entahlah, aku sepertinya sering di ajak ke tempat yang wangi-wangi parfum wanita yang berkeringat . Atau di tempat tas-tas branded bergabung dengan kartu-kartu ATM dan sejenisnya!" Sahut Ratri .
"Eh, kamu kok diam saja?" tanya Lipuri kepada Liri sambil tersenyum.
"Aku sih tidak mau berbicara karena aku ini sabar dan pasti dipakai untuk masuk ke kantong itu!" jawab Liri bangga.
"Ya... jika dipikir-pikir, justru kalian si Liri, Si Duori, Seri, dan para bocah logam yang sering di masukkan ke kantong itu. Enak kalian dekat Tuhan terus..."
"Sedangkan kita 'kan kaum jetset  yang sering dibawa ke mall, ke bioskop, diskotik-diskotik." Sahut si Ratri sedih.
Kemudian sunyi sesaat. Karena mereka semua di ambil dari masing-masing dompet untuk di masukkan ke kantong kolekte.
Terjadilah pertemuan dengan teman-teman lama di kantong tersebut. Ternyata di sana cukup banyak teman-teman baru. Ada teman Ratri yang beberapa lembar. Sepertinya ini awal bulan. Ada Lipuri yang juga beberapa lembar. Ada si Dupuri, Sepuri. Namun yang paling banyak adalah teman satu gang Liri dan Duori. Yang paling berisik si bocah logam. Dasar bocah, Â di manapun selalu ribut termasuk di gereja.
"Hai Ratri dan Dupuri, kalian pasti berasal dari kantong Pengusaha kaya dan para dokter itu, ya?" puji si Sepuri kagum.
"Ah, nggak sih. Memang ada dari mereka yang menyerahkanku ke kantong ini. Tapi itu karena sudah tak ada makhluk seperti kalian di dompet mereka. Ada pula yang sengaja memperlihatkanku kepada orang di sebelahnya." Sahut si Ratri dan Lipuri hampir bersamaan.
"Tapi saya kagum dari sebuah keluarga, dia tidak kaya seperti yang lain. Tapi dia rela menyisihkan sebagian rejekinya untuk Tuhan!" sambung Lipuri.
" Bagaimana ceritanya?" tanya Seri dan Sepuri serta yang lainnya.
"Si Ibu yang hanya memiliki satu uang Lipuri berusaha untuk memberikannya ke Tuhan walaupun si bapak agak berat. Uang di rumah tinggal sedikit, sisa bayar tagihan hutang dan kebutuhan lainnya."
"Terus apa kata si Ibu?" penasaran si Duori bartanya.
"Ibunya berkata bahwa Tuhan mengajarkan 'berilah dari kekurangan kita'." Jawab Lipuri.
"Wow, sangat menginspirasi. Terus apakah mereka bisa memenuhi segala kebutuhan mereka?"
"Tidak selalu! Tapi seringkali mereka mendapatkan rejeki dalam bentuk lainnya. Misalnya anak-anak mereka berhasil sekolah dan kerja di tempat yang baik. Bahkan orang kaya dan mampu saja jarang bisa sekolah atau bekerja di sana."
"Ngomong-ngomong, sepertinya ada yang kusut dan tak berbentuk nih!" sindir Ratri kepada si Duori dan Seri.
"Aku justru kebalikan," sahut Duori dan Seri juga ikut-ikutan hampir bersamaan.
"Aku justru di ambil dari kantong mereka yang kaya." jawab Duori.
"Lha kok bisa?"
"Begini, mereka ini memang seorang ekonom keluarga. Sering di pakai sebagai pembicara di pertemuan-pertemuan penting. Mereka sering memberikan nasehat bagaimana mengelola keuangan."
"Nah, mereka ini benar-benar berhasil. Karena bisa memiliki rumah lebih dari satu. Anak-anak mereka sudah berkeluarga dan juga berprinsip seperti itu."
"Bahkan mereka sering tidak ke gereja karena berusaha menambah penghasilan sehingga bisa tetap eksis di masyarakat."
"Bahkan ada yang berpenampilan necis. Selalu berbicara sopan dan sistematis. Susunan kata-katanya bisa menghipnotis pendengarnya. Tapi ...sst... mereka tidak pernah mengeluarkanku untuk kolekte." Bisik Ratri kepada mereka.
Lalu tanpa sengaja para bocah logam ribut-ribut.
"Lha kenapa ini para bocah banyak di sini?"
"Mereka ini pasti dari kantong para bocah yang dibawa orang tuanya, ya?"
"Bukan, kami ini dari orang-orang yang katanya sekolah gratis dan di kasih gaji lagi!"sahut para bocah bersamaan.
"Oo...mereka yang nantinya akan menjadi abdi masyarakat?" tanya si Ratri.
Kemudian pembicaraan mereka terhenti setelah para ibu menghitung uang kolekte tersebut.
"Masih ada yang memberikan uang seribu dan dua ribu lecek, sobek dan hilang warnanya!" kata seorang Ibu.
====
Praya, 16 November 2022
Salam damai sejahtera dari Pulau Jalan Lurus -- Lombok
Dari Opa Sisco yang selalu bahagia...
Catatan:
Kantong kolekte adalah semacam kotak amal, infak, dana punia yang diedarkan kepada jemaat di Gereja. Kalau di Gereja Katolik biasanya diedarkan saat bagian 'Persembahan' saat misa.
Singkatan-singkatan nama uang yang Penulis pakai adalah:
RATRI = Seratus Ribuan
LIPURI = Lima puluh ribuan
DUPURI = Dua Puluh Ribuan
SEPRI = Sepuluh Ribuan
LIRI = Lima Ribuan
DUORI = Dua Ribuan
SERI = Seribuan
Bocah-bocah = Uang logam lima ratusan dan seribuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H