Mohon tunggu...
Fransisco Xaverius Fernandez
Fransisco Xaverius Fernandez Mohon Tunggu... Guru - Guru SMPN 1 Praya Lombok Tengah NTB

cita-cita menjadi blogger Kompasiana dengan jutaan pembaca, penulis motivator kerukunan dan damai sejahtera. selain penulis juga pengurus FKUB Kabupaten, Pengurus Dewan Pastoral Paroki Gereja Katolik Lombok Tengah NTB.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jalan dan Mangga di Depan Rumahku

15 November 2022   19:20 Diperbarui: 15 November 2022   20:49 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hanya menangis dan azan magrib sebagai akhir permainan (Dokumen pribadi)

Bukan hanya anak-anak yang bermain di depan rumah kami, terutama pada musim mangga berbuah. Jika tidak salah namanya adalah mangga apel atau bahasa Latinnya  Mangifera indica. Mangga ini sebenarnya masem. Namun banyak sekali manfaatnya.

Merujuk pada beberapa artikel yang sempat aku baca ternyata banyak juga manfaat dari mangga apel ini. Di antaranya adalah dapat menyehatkan mata, dapat menjaga kekebalan tubuh, mampu mencegah penyakit kanker, mampu merawat kecantikan, baik dikonsumsi oleh penderita diabetes, mencegah penyakit jantung, mampu menyehatkan tulang, dapat melancarkan pencernaan dan banyak masalah kesehatan lainnya. Aku tidak membahas tentang manfaat mangga ini, yang akan kuceritakan adalah kisah sekitar jalan dan mangga di depan rumahku.

Salah satu masalah ketika ada pohon mangga di depan rumahku adalah daun yang gugur atau rontok. Baik rontok karena sudah tua atau karena di pukul oleh anak-anak yang mau memetik mangga menggunakan alat seadanya, misalnya dengan kayu. Mangga yang jatuh hanya satu, namun daun yang jatuh beberapa karung! Belum lagi buah yang dipetik itu di makan di tempat dan bekas gigitannya dibuang seenaknya.

Bukan hanya anak-anak yang suka memetik dan memakan mangga tersebut. Ibu-ibupun tidak mau kalah, ikut berebutan mengambil mangga yang terlihat matang. Ketika Ibu-ibu tersebut mengambil mangga, bukannya meminta ijin kepada kami tapi berkata dengan nada nyinyir : 

" Inikan mangga di pinggir jalan, artinya milik umum, tidak ada yang boleh melarangnya!"

Istriku selama ini berusaha diam saja ketika di sindir. Tapi karena kata-kata itu terus-menerus diulang akhirnya ia berkata dengan lembut: 

"Ya Bude, buahnya untuk umum tapi sampahnya untuk kami."

Jawaban istriku yang lembut itu cukup membuat mereka nyengir lalu pergi. Semenjak itu para Ibu yang akan memetik mangga tersebut selalu minta ijin. Tapi bukan berarti selesai di sana, ada juga ibu-ibu yang merasa di kasih ijin langsung membawa tas kresek yang besar ukuran beras 25 kg. lalu mengambil sesukanya.

Istriku hanya menegur halus, " Bude, kalau yang bagian dalam itu ada pemiliknya. Minta ijin saja pasti akan di kasih kok." 

Beberapa kali ia melakukan hal yang sama, tapi istriku tetap mengingatkannya. Akhirnya ia pun malu, dan sampai sekarang tidak pernah mengambilnya. Rupanya ia juga bercermin pada mangga di depan rumahnya, yang tidak boleh di ambil oleh siapapun dengan menegur setiap orang yang melihat mangga yang diakui sebagai miliknya: " Mangga itu sudah ada yang bayar!"

Itulah sekelumit kisah jalan dan mangga di depan rumahku. Pembelajaran singkat yang dapat kami ambil dalam peristiwa di atas khususnya dalam hubungan dengan hidup bertetangga adalah  'Tegurlah pada saat yang tepat dan dengan lembut.'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun