Bukan hanya anak-anak yang bermain di depan rumah kami, terutama pada musim mangga berbuah. Jika tidak salah namanya adalah mangga apel atau bahasa Latinnya  Mangifera indica. Mangga ini sebenarnya masem. Namun banyak sekali manfaatnya.
Merujuk pada beberapa artikel yang sempat aku baca ternyata banyak juga manfaat dari mangga apel ini. Di antaranya adalah dapat menyehatkan mata, dapat menjaga kekebalan tubuh, mampu mencegah penyakit kanker, mampu merawat kecantikan, baik dikonsumsi oleh penderita diabetes, mencegah penyakit jantung, mampu menyehatkan tulang, dapat melancarkan pencernaan dan banyak masalah kesehatan lainnya. Aku tidak membahas tentang manfaat mangga ini, yang akan kuceritakan adalah kisah sekitar jalan dan mangga di depan rumahku.
Salah satu masalah ketika ada pohon mangga di depan rumahku adalah daun yang gugur atau rontok. Baik rontok karena sudah tua atau karena di pukul oleh anak-anak yang mau memetik mangga menggunakan alat seadanya, misalnya dengan kayu. Mangga yang jatuh hanya satu, namun daun yang jatuh beberapa karung! Belum lagi buah yang dipetik itu di makan di tempat dan bekas gigitannya dibuang seenaknya.
Bukan hanya anak-anak yang suka memetik dan memakan mangga tersebut. Ibu-ibupun tidak mau kalah, ikut berebutan mengambil mangga yang terlihat matang. Ketika Ibu-ibu tersebut mengambil mangga, bukannya meminta ijin kepada kami tapi berkata dengan nada nyinyir :Â
" Inikan mangga di pinggir jalan, artinya milik umum, tidak ada yang boleh melarangnya!"
Istriku selama ini berusaha diam saja ketika di sindir. Tapi karena kata-kata itu terus-menerus diulang akhirnya ia berkata dengan lembut:Â
"Ya Bude, buahnya untuk umum tapi sampahnya untuk kami."
Jawaban istriku yang lembut itu cukup membuat mereka nyengir lalu pergi. Semenjak itu para Ibu yang akan memetik mangga tersebut selalu minta ijin. Tapi bukan berarti selesai di sana, ada juga ibu-ibu yang merasa di kasih ijin langsung membawa tas kresek yang besar ukuran beras 25 kg. lalu mengambil sesukanya.
Istriku hanya menegur halus, " Bude, kalau yang bagian dalam itu ada pemiliknya. Minta ijin saja pasti akan di kasih kok."Â
Beberapa kali ia melakukan hal yang sama, tapi istriku tetap mengingatkannya. Akhirnya ia pun malu, dan sampai sekarang tidak pernah mengambilnya. Rupanya ia juga bercermin pada mangga di depan rumahnya, yang tidak boleh di ambil oleh siapapun dengan menegur setiap orang yang melihat mangga yang diakui sebagai miliknya: " Mangga itu sudah ada yang bayar!"
Itulah sekelumit kisah jalan dan mangga di depan rumahku. Pembelajaran singkat yang dapat kami ambil dalam peristiwa di atas khususnya dalam hubungan dengan hidup bertetangga adalah  'Tegurlah pada saat yang tepat dan dengan lembut.'