DARI AYAH KUTAHU KAPAN DIAM
PESAN-PESAN GURU HIDUP KITA: AYAHKU
OLEH FRANSISCO XAVERIUS FERNANDEZ
MENGAPA PERLU DIAM?
Â
Ketika penat terasa di seluruh tubuh, maka diam dan beristirahatlah.
Kala nyilu dan gundah gulana merasuk ke seluruh jiwa, maka diam dan rebahlah dalam pelukan kasih-Nya.
Saat hiruk pikuk seluruh dunia memasuki lubang kecil telinga ini, maka diam dan tutuplah sesaat hatimu.
Dan di mana tangan-tangan halus tak berbentuk menarikmu melalui layar gadgetmu dengan terus  dan terus menghipnotis mata dan pikiranmu, maka diam dan tutuplah matamu, jauhkan tanganmu, dekatkan jiwa dan ragamu pada Sang Illahi yang terus menerus memanggilmu!
AKU DAN RINDUKU 'TUK DIAM
Â
Benar kurindu saat diam setelah semua gejolak ini hendak membakar seluruh dunia...
Di saat tangis Ananda dan pandangan ibunya nanar mengharapkan uang belanja untuk hari ini.
Tugas-tugas yang seakan terus menggerus harga diriku, seolah-olah ini mesin! Namun aku tak sanggup untuk menghindar karena kutahu ini adalah nafas hidupku yang telah kuikat dalam tetesan tinta janji!
Belum lagi wajah-wajah penuh amarah menagih janji yang kubuat sendiri, sehingga salah ini terus dan terus menggebrak jiwa dan buatku lelah berjalan...
SAAT KU RINDU WAJAH DIAM DALAM SENYUM AYAHKU
Â
Saat inilah ku teringat wajah tua peluh ayahku, wajah gagah seorang prajurit negara yang terus berjuang dalam hidup dan sungguh berpegang pada janji 'tuk mengabdi tanpa pernah berkata tidak.
Wajah gagah ayahku yang selalu mengajariku memulai hari-hari dengan penuh semangat tanpa perlu berteriak! Mengajakku berlari tanpa perlu membentak! Namun buatku takut mengatakan tidak.
Dalam diam ayahku tersimpan beribu kata bagiku. Kebengalan seorang bocah kecil yang lupa pulang saat bermain, kulihat rotan di tangan menjemputku. Aku hanya berlari dalam teriak tangis penuh ketakutan. Padahal ayahku hanya diam ke arahku.
Di saat aku berkata kasar penuh makian, kulihat amarah di wajah diam ayahku. Ia memegang tanganku, bersama ibu tercinta mengusapkan pembelajaran pada mulut kotorku. Yah, aku menangis memohon ampun tidak akan berkata kotor dan penuh makian. Ayahku hanya berkata : Mulutmu adalah tempat memuji Tuhan bukan tempat mengumpat!
HANYA INI YANG MAMPU KU PERSEMBAHKAN PADAMU, AYAH
Â
Sejak saat itulah ku mulai menata kata di mulut mungilku. Walaupun sulit karena di sekelilingku kata-kata itu berseliweran terus menggoda. Namun Aku harus bisa!
Aku teringat kala aku dewasa, ayahku tanpa banyak kata bangga bahwa aku menjadi mandiri. Ia bangga bahwa aku bisa memulai langkah pasti. Bangga walau ia tak mampu bantuku banyak. Walaupun kutahu hatinya ingin membuatku lebih tenang.
Aku teringat ketika aku mulai memilih pasangan hidup, senyumnya buatku semangat. Kutahu ia akan berkata , selama ini kami selalu menjadi Bapa dan Mama Saksi Nikah di Gereja, kini kami bahagia menjadi Bapa Mama Calon Pengantin.
Senyumnya makin ceria di wajah pendiam ayahku, ketika tahu cucu pertamanya adalah laki-laki, dan ia seolah berkata, inilah penerus namaku! Kuingat ia bangga dan titik-titik air menetes di sudut-sudut mata tuanya.
Ku lihat kebanggaannya makin sempurna ketika ia mendapatkan cucu keduanya dari kami. Penerus namanya makin lengkap.
Saat keluarga kecilku menengok saat sakitnya, ia begitu bahagia. Ia langsung bangun dengan penuh semangat memasakkan semua kesukaan cucunya. Dan melihat para cucu lahap menyantap hidangannya, sampai habis.
Namun ia terus menahan rindunya pada cucu-cucunya di kala adik perempuanku menatap cemburu. Padahal kutahu ia begitu rindu ingin mengajak mereka jalan-jalan seperti mengajak cucu-cucunya dari adikku. Dan kini mereka menjadi besar walaupun tak pernah diajak jalan-jalan opanya dalam waktu yang banyak.
MAAFKAN KAMI ANAK-ANAKMU YANG BELUM MAMPU MEMBAHAGIAKANMU, AYAH
Â
Akhirnya masa tugasmu berakhir setelah masa sakit yang cukup panjang bagimu. Kami menangis penuh sesal, karena belum sempat membahagiakan hati sang ayah yang diam penuh kasih.
Yang dapat kupersembahkan hanyalah doa dan mengajak ketiga cucunya dan menantunya di pusaranya. Cucu ketiga dariku yang belum sempat menerima masakan opanya. Namun kuberi nama opanya : Juan Fernandez...
JADILAH PENDOA KAMI
Â
Terimakasih papaku tercinta yang mengajariku bahwa mendidik anak tidak perlu banyak kata. Beristirahatlah di surga bersama mama tercinta dan menantumu, mama dari cucu-cucumu, yang kini telah menjadi pendoa bagi kami yang masih mengembara di dunia ini...
KAMI PARA ANAK DAN CUCUMU YANG RINDU SENYUMMU
Â
====
Â
Praya, 12 November 2022
Salam damai sejahtera dari Pulau jalan Lurus -- Lombok
Pesan Sehat, Sukses dan Bahagia dari Opa Sisco
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H