Sekarang tentang kisah masa remajaku.
Dari SMP sampai SMA aku tinggal bersama orang tuaku di Mujur. Salah satu kota kecamatan di Lombok Tengah, tepatnya di Kecamatan Praya Timur.
Tamat Sekolah Dasar, sebenarnya aku langsung daftar dan ikut tes masuk salah satu SMP di kota Mataram. Namun tidak lulus. Waktu itu aku mau nekad mondok, namun mamaku agak keberatan. Mau tinggal di keluarga juga sulit karena mereka rata-rata memiliki banyak anak atau kurang mampu, nanti malah memberatkan.
Setelah tahu bahwa aku tidak lulus tes masuk SMP Mataram, justru kedua orangtuaku kegirangan. Maka resmilah aku di sekolahkan pada suatu sekolah persiapan negeri Mujur  (sekarang namanya SMPN 1 Praya Timur di Mujur).
Sebenarnya aku agak telat mendaftar karena proses pemindahan orang tua. Namun karena sebagai salah satu apparat, maka diterimalah aku di sana.
Aku kaget karena jumlah kelas 1 SMP waktu itu ada sepuluh kelas dan masing-masing kelas berisi hampir 45-48 orang. Padat banget. Ditambah lagi kami meminjam SD, jadi sekolahnya sore hari.
Tapi untungnya semester kedua , kami sudah pindah ke gedung baru milik sendiri. Dan kami pun resmi menjadi siswa SMP Negeri Mujur. Siswanya berasal dari seluruh desa di kecamatan Praya Timur. Ditambah lagi ada beberapa siswa dari kecamatan lain terdekat.
Anehnya jumlah sepuluh kelas itu bisa berkurang sampai menjadi enam kelas dalam waktu Satu semester. Sampai sekarang aku masih merenung kenapa waktu itu kami tidak sadar ya?
Menurut penuturan teman-teman yang aku tanya, jawaban mereka bahwa teman-teman tersebut banyak yang berhenti. Sebagian besar dari mereka adalah karena menikah. Sebagian kecil karena pindah atau meninggal dunia (termasuk salah satu teman sekelasku). Misteriku sampai sekarang adalah kami tidak sadar kapan mereka tidak masuk, tiba-tiba saja jumlah siswa berkurang. Lalu kelas di marger.
Salah satu indikator kami saat itu adalah ketika ada siswa yang tidak masuk tanpa keterangan sampai tiga hari. Maka sudah bisa dipastikan berhenti.
Aku sebagai siswa yang cukup cerdas, ditambah lagi anak tentara, menyebabkan aku dipilih menjadi Pengurus kelas sampai pengurus OSIS dari kelas 1 SMP. Bahkan di ekstra Koperasi Siswa, akupun jadi pengurus. Tapi aku menjalankan tugasku dengan baik dan tulus.
Belajar tentu kulakukan juga. Bahkan aku menjadi juara kelas tapi turun naik, juara  dua atau tiga. Karena yang juara satu adalah temanku yang juga juara umum. Juara umumnya bersaing dengan adikku.
Ok kita kembali ke misteri kelas yang hilang.
Naik ke kelas dua, kelas sudah berkurang menjadi hanya empat kelas. Dan bertahan sampai kenaikan kelas. Dan anehnya lagi di kelas tiga sisa kelas adalah dua kelas. Inilah misteri kelas yang hilang dan sampai sekarang masih tetap menjadi misteri...
Biarlah misteri tinggal misteri. Karena kami di kelas tiga hanya bersisa dua kelas dari sepuluh kelas waktu kelas satu, menyebabkan persaingan makin ketat. Namun untuk prestasi aku juga tidak malu-malu amat sebagai juara 2 atau 3 aku sering mendapat hadiah buku.
Betapa bangganya aku membawa hadiah ke orang tuaku. Merekapun bangga menceritakan kepada kerabat yang datang. Maka praktis aku juga dikelilingi para gadis.
Ohya, aku hampir lupa bercerita ya. Bahwa karena aku sebagai juara dari kelas satu sampai kelas tiga menyebabkan aku di rebut menjadi kelompok belajar mereka. Terutama para cewek. Akukan tidak bisa menolaknya. Tapi ini ada pada kisah lainnya. Tunggu ya...
===
Praya , 17 Februari 2022
Oleh Frans Fernandez-Praya
Fransisco Xaverius Fernandez, S.Pd.Mat
Guru Motivator Kerukunan dan Damai Sejahtera.
Silahkan masuk juga ke blogku: https://fransiscoxfpraya.blogspot.com/
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H