Menurut cerita mamaku dan papaku, aku berhari=hari tidak mau makan. Bagaimana mau makan, sadar saja hampir tidak. Aku dibawa ke seorang mantri tentara. Ya dokter sangat langka saat itu. Â
Berbulan-bulan aku di rawat, berapa ember air mata mamaku mengalir. Apalagi melihat akibat wabah tersebut saat itu. Banyak sekali yang meninggal. Hal ini karena pengobatan belum sebaik sekarang. Bayangkan begitu sakit, besoknya meninggal. Tidak kenal umur. Mau tua atau muda, dewasa atau anak-anak, laki-laki atau perempuan. Pokoknya kena langsung mati.
Tapi mamaku tidak mau menyerah, ia bertekad penuh untuk kesembuhanku. Semula aku begitu kuat makan, saat itu sama sekali tidak mau makan. Tapi atas anjuran si mantra jika ia mau makan kasih saja.
Langsung mamaku memenuhinya. Begitu aku sadar, langsung aku diberinya makan. Karena aku tidak pernah makan maka yang dibuatnya adalah bubur. Ya langsung aja aku tolak. Tapi karena takut pada mamaku, aku paksa masukkan ke mulut.
Begitu aku telan, langsung deh keluar lagi. Muntah! Mamaku langsung memberiku makan lagi. Untungnya dalam beberapa kali percobaan makan tersebut, aku bisa makan lebih banyak dari yang dimuntahkan.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, akhirnya beberapa bulan kemudian aku dinyatakan sudah baikan. Berdaasrkan hasil pemeriksaan mantri dan dokter yang terkadang datang aku  dinyatakan sudah bisa mengurangi rutinitas pengobatan.
Mereka sebenarnya agak heran kenapa bisa sembuh secepat itu. Langsung mamaku cerita bahwa aku mau makan. Â Merekapun senang. Bagus banget.
"Makan yang banyak ya Ko," kata pak dokternya ramah.
****
Jujur sebenarnya aku sangat trauma ketika melihat semua orang yang berpakaian putih. Karena selama sakit berbulan-bulan itu mereka selalu melakukan tindakan dengan menyuntik pantatku.
Sampai-sampai ketika mereka datang, langsung pantatku terasa nyeri padahal mereka belum memegangku. Aku bayangkan jarum suntik yang besar-besar itu.