Di minggu berikutnya baru saya tahu, kalau mereka selalu datang 15-20 menit sebelum seminar untuk mempersiapkan semuanya.Â
Selanjutnya saya pun berusaha untuk datang lebih awal lagi, sesuatu yang bertolak belakang dari saat kuliah di Indonesia. Kebiasaan buruk saya, dan mungkin banyak teman mahasiswa lain: jika kuliah dimulai jam 8, saya baru berangkat jam 8 pula.
Disiplin orang Jerman pun tidak hanya mencakup kewajiban, namun juga hak. Ketika liburan, tidak ada Profesor atau guru di sekolah yang memberikan PR.Â
Mereka akan benar-benar abstain dari bekerja dan belajar; tidak heran hampir semua toko dan bisnis tutup di hari Minggu dan hari raya. Juga ketika dosen sedang liburan email kita akan dibalas setelah mereka selesai liburan.
Kalau tidak betul-betul mendesak, saya tidak akan menghubungi orang Jerman yang sedang liburan karena hal itu tabu hukumnya. Maka, semua harus direncanakan sebelumnya, karena cuti wajib di Jerman bukan hanya 12 hari seperti di Indonesia, tetapi sekitar 6 minggu!
5. Teknologi State-of-the art
Sebagai mahasiswa ilmu sosial di sebuah kampus teknologi (Technische Universitt), kadang kami sering mengeluh karena program studi kami bukan prioritas, dibandingkan dengan jurusan Teknik, informatika, matematika, dsb. Walaupun menjadi anak bawang, kami tetap dapat menikmati berbagai teknologi terkini untuk penelitian.
Misalnya, salah satu kamera eye-tracking (pelacak gerakan mata) tercanggih pada masa ini. Umumnya, alat eye-tracking yang digunakan untuk main game atau penelitian interaksi manusia dengan komputer hanya beresolusi rendah.
Namun kamera dari SR Research yang kami gunakan resolusinya 1000 Hz, artinya kamera ini mengambil 1000 gambar setiap detik!Â
Hal ini penting karena dalam penelitian psikologi kognitif, gerakan mata di setiap milidetik harus diteliti.
Demikian juga alat pencitraan gelombang otak (brain imaging technique). Di kampus saya hanya ada perekam gelombang listrik otak EEG (Electroencephalography).Â