Pantas saja, semua pekerja wisata, seperti penjaga toko, pelayan restoran, cantik-cantik dan fashionable. Tidak terlihat sama sekali tunawisma atau peminta-minta, seperti di kota-kota besar di Eropa lainnya.
Untuk menyebrang jalan kecil saja, ada petugas berseragam kuning yang memberi aba-aba pada kami, agar bisa menyebrang dengan aman dari tempat parkir ke kota tua San Marino.
Padahal, sudah ada zebra cross besar di sana. Wah, seandainya petugas seperti ini ada di Jalan Margonda Depok dahulu, tempat saya harus susah payah menyebrang untuk ke kampus setiap harinya.
Menggiurkan rasanya untuk mengajukan kewarganegaraan di sini.
Sayangnya, untuk mengajukan kewarganegaraan di sini sangat sulit. Seseorang harus dapat membuktikan bahwa ia adalah turun temurun warga San marino.
Bahkan warga negara Uni Eropa (EU) yang biasanya bebas hidup di negara EU lainnya, harus mengajukan visa untuk tinggal dan bekerja di San Marino.
Namun demikian, sebagai turis, saya merasa bahwa harga-harga di sini lebih murah ketimbang di Italia, apalagi Jerman.
Hal ini karena di San Marino tidak ada pajak penambahan nilai.
Misalnya, satu porsi makanan di restoran sekitar 6 Euro, dan tiket masuk 2 benteng terbesar 4 Euro saja untuk mahasiswa.Â