Mohon tunggu...
Fransisca Mira
Fransisca Mira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Student of Cognitive Science & Psychology

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Marija Zagorka, Kartini Versi Kroasia yang Melawan Patriarki

25 April 2022   07:09 Diperbarui: 25 April 2022   09:29 1172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Marija Juri Zagorka di jalan Tkalca. Foto Dok. Pribadi

Tanggal 21 April, orang Indonesia memperingati perjuangan Kartini yang berpikiran maju, mendobrak tradisi yang kolot pada zamannya telah membuka jalan bagi pendidikan perempuan di Indonesia.  

Tanpa ada maksud melupakan peran Ibu Kartini yang hebat, kali ini saya ingin memperkenalkan sosok perempuan hebat yang baru saya kenal ketika berlibur ke Zagreb, ibukota Kroasia minggu lalu.

Lewat website guruwalk.com, saya menemukan Dorothea, warga Kroasia yang mengajak saya dan enam turis lain berkeliling Zagreb dan menjelaskan sejarah dan legenda kota ini dengan menarik.

Saya terkesan Ketika berhenti di patung perunggu perempuan dengan topi dan payung ala Mary Poppins.

Ternyata perempuan itu bukanlah dongeng atau legenda semata, tetapi perempuan hebat Bernama Marija Juri Zagorka, yang seperti Kartini juga berperang melawan patriarki dengan pena dan kertas.

Marija lahir 5 tahun sebelum Kartini, tahun 1873. Sama seperti di Indonesia, pada saat itu, budaya patriarki masih sangat-sangat kuat di Kroasia. Perempuan dianggap hanya boleh berperan di ranah domestik.

Hidupnya pun diwarnai penderitaan yang serupa seperti Kartini, mulai dari perkawinan paksa dan diremehkan oleh koleganya yang berpendapat bahwa perempuan hanya cocok menulis roman.

Marija adalah seorang jurnalis perempuan pertama dari Zagreb yang sangat berbakat. Ia menerbitkan tulisannya di berbagai koran dan majalah Kroasia, namun harus bersembunyi di balik nama samaran agar terlihat seakan-akan ia adalah laki-laki. Sama seperti Kartini yang menerbitkan tulisannya di balik nama ayahnya.

Seperti Kartini menolak kolonialisme Belanda dan aristrokasi Jawa, Marija menolak imperialisme Hungaria dan Jerman yang saat itu mendominasi Kroasia.

Ia memiliki visi jurnalisme yang berdasarkan data dan fakta, dan ingin menumbuhkan minat baca masyarakat. Ia menulis tentang politik, perjalanan, biografi, dan lainnya.

Buku Penyihir dari Gric" tentang Perjuangan Perempuan Melawan Patriarki

Tak hanya melalui hidupnya, lewat penanya Marija juga mengkritik patriarki yang bahkan lebih parah memakan korban perempuan di abad pertengahan.

Untuk memahami kondisi mereka, kita harus menyesuaikan pandangan kita ke Eropa pada abad pertengahan dahulu. Akses perempuan pada berbagai aspek kehidupan masih dibatasi.

Perempuan yang pintar, mandiri, dan berani justru akan mendapat konsekuensi negatif. Salah satu yang paling parah, ketika ada pihak yang tidak menyukai mereka, bisa-bisa mereka difitnah atau dianggap penyihir.

Praktik witch hunting atau pemburuan penyihir adalah hal ynag lumrah di Eropa pada saat itu, salah satu masa yang juga dikenal sebagai Dark age" atau masa kegelapan, di mana ajaran agama atau gereja sering dibelokkan demi kepentingan sekelompok elit politik.

Dimulai dari abad ke-15, dan terutama menjamur di abad ke-17, dan berakhir pada abad ke-18 di Zagreb, karena larangan Maria Teresa yang saat itu memerintah.

Salah satu buku pertama yang memicu perburuan penyihir adalah Maleus Maleficarum,yang diterbitkan tahun 1486 di kota Speyer, Jerman. Buku ini mencakup jenis-jenis ilmu hitam dan cara membuktikan hingga mengadili tersangka ilmu hitam.

Biasanya cara-cara ini sangat kejam dan akhirnya perempuan tersangka tidak punya pilihan selain mengaku sebagai penyihir, untuk mengakhiri penyiksaan yang diterimanya.

Maleus Maleficarum juga menjadi judul salah satu novel Marija, mungkin sebagai sindiran karena  isi buku ini tentunya menentang perburuan penyihir.

Hingga hari ini, di atap Stone Gate, atau gerbang batu yang merupakan satu-satunya gerbang masuk ke kota tua Zagreb bernama Greca, kita dapat melihat senjata abad pertengahan berbentuk bulat dengan duri-duri di sekitarnya, mirip-mirip virus korona.

Stone gate. Foto Dok. Pribadi
Stone gate. Foto Dok. Pribadi

Senjata untuk penyihir di atap stone gate ketika di-zoom. Foto Dok. Pribadi
Senjata untuk penyihir di atap stone gate ketika di-zoom. Foto Dok. Pribadi

Muncul pertanyaan mengapa di Zagreb praktik ini masih berlangsung sampai abad ke 17, dimana masa Renaissance dan ilmu pengetahuan mulai menyebar di Eropa.

Salah satu kemungkinan adalah, praktik ini membantu para elit penguasa untuk menyingkirkan perempuan-perempuan yang berbahaya bagi penguasa atau tidak mereka sukai.

Salah satu dari ratusan perempuan malang itu adalah pembuat roti Barica.

Kisah Barica dapat dibaca di novel Marija berjudul Penyihir dari Gric" atau The Witch of Gric" atau "Grika vjetica" dalam Hrvatska (bahasa Kroasia).

Ditinggal mati suaminya, dan harus menghidupi anak-anaknya sendiri, Barica yang masih muda, rajin bekerja dan cantik sukses menjalankan bisnisnya sampai rotinya terkenal di penjuru kota.

Ia juga menarik perhatian salah satu orang penting yang ingin menjadikannya simpanan, namun tentunya ditolak, karena ia ingin berkonsentrasi pada bisnisnya.

Cinta ditolak fitnah bertindak, Barica pun ditangkap dan harus menjalani berbagai siksaan. Untungnya, Ratu Maria Teresa yang saat itu memerintah Zagreb di bawah kekaisaran Habsburg dapat berpikir jernih dan menghapuskan perburuan penyihir. Konon katanya, Barica pun dibebaskan.

Sosok Marija menurut saya ekuivalen dengan Kartini, penulis dan pemikir yang hebat, dan mampu membuktikan bahwa dirinya tidak kalah unggul dengan laki-laki.

Di Museum Kota Zagreb, nama-nama perempuan yang tercatat dieksekusi dengan kejam tercantum di salah satu eksibisi permanen. Yang tidak tercatat? Tentu jauh lebih banyak lagi.

Nama-nama korban dan ilustrasi penyiksaan
Nama-nama korban dan ilustrasi penyiksaan "penyihir". Foto Dok. Pribadi
Jika beruntung, tersangka
Jika beruntung, tersangka "penyihir" hanya harus mengenakan topeng hukuman atau "shame mask" ini. Foto Dok. Pribadi

Kini, patung Marija berdiri dengan kokoh di jalan Tkalca (Tkalieva Street) di Zagreb, yang terkenal ramai dengan berbagai butik, toko tradisional, restoran dan pub.

Setelah kematiannya, ia disemayamkan di pemakaman indah di Zagreb bernama Mirogoj.

Gerbang masuk pemakaman Mirogoj yang indah. Foto Dok. Pribadi
Gerbang masuk pemakaman Mirogoj yang indah. Foto Dok. Pribadi
Hari ini, perempuan tampaknya secara langsung banyak mendapat hak yang sama dengan laki-laki. Namun, secara tidak langsung banyak mendapatkan diskriminasi dan bias, atau secara ilmiah disebut sebaga implicit bias. Misalnya, secara tidak sadar atau tidak sengaja memilih pemimpin laki-laki karena dianggap lebih kompeten dan rasional, walaupun tentunya tidak dikemukakan secara terbuka.

Kiranya dengan mengenal Marija dan Barica, perempuan-perempuan tangguh yang melawan patriarki dengan memperjuangkan nilai-nilainya, kita pun hari ini dapat juga melawan diskriminasi gender.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun