Mohon tunggu...
Fransisca Tri Iswari
Fransisca Tri Iswari Mohon Tunggu... Freelancer - Wibu iya, pekerja iya, dengerin Kpop juga iya

Mantan Mahasiswa, Pekerja, Penikmat rebahan, Pengen jadi anime.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Penggambaran Gender dalam Anime: Proses dan Perkembangannya

3 Maret 2023   00:12 Diperbarui: 3 Maret 2023   08:19 1291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anime merupakan istilah film animasi yang sangat terkenal di Jepang hingga seluruh dunia, bahkan saat ini merupakan bagian dari budaya pop milik Jepang. Berbicara mengenai budaya Jepang saat ini, hampir tidak akan lepas dari anime yang dihasilkan oleh "negara matahari terbit" tersebut. Anime sendiri merupakan istilah serapan oleh orang Jepang dari  kata animation dari bahasa Inggris, maka jika dalam bahasa Jepang adalah (baca: anime-shon), kemudian disingkat menjadi (baca: anime). 

Seperti film pada umumnya, genre cerita pada anime berkembang secara dimanis mengikuti zaman. Mulai yang awal mulanya bergenre sejarah perjuangan pahlawan-pahlawan Jepang, kini telah merambah genre aksi, komedi, fiksi ilmiah, percintaan, hingga pornografi. Semuanya memiliki bagian pasarnya masing-masing. 

Selain itu, saat ini anime juga banyak menyisipkan isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat Jepang, bahkan isu-isu global. Salah satunya, Penggambaran gender.

Penggambaran perempuan Jepang telah berubah drastis seiring dengan berkembangnya penyebaran global media Jepang sejak Perang Dunia II. Dahulu, wanita Jepang kerap digambarkan sebagai istri yang patuh atau geisha dalam kimono. 

Namun saat ini, perempuan dalam anime bisa menjadi berbagai macam karakter yang berbanding terbalik dari citranya terdahulu. Walau beberapa serial anime tetap mempertahankan orisinalitas peran perempuan zaman dulu yaitu sebagai ibu rumah tangga.

Ingin lihat perempuan bucin tapi sangat tangguh? Ada Shikimori dalam anime "Shikimori is Not Just a Cutie". 

sumber. pinterest.com
sumber. pinterest.com

Ada Hinata Hyuuga, gadis lemah lembut yang jago bertarung dengan mata khas klan Hyuuga dalam serial "Naruto". 

sumber. pinterest.com
sumber. pinterest.com

Jangan lupakan Mikasa Ackerman, wanita cantik di serial "Attack on Titan" yang dapat memakai 3D manuver gear dengan sempurna, hingga melumpuhkan titan dengan sangat cepat. 

sumber. pinterest.com
sumber. pinterest.com

Masih banyak lagi karakter perempuan dalam anime masa kini yang citranya sangat jauh berbeda dengan dulu. Lantas, bagaimana hal ini bermula?

Berbicara tentang perempuan Jepang kontemporer tidak dapat dilepaskan dari dinamika peran dan status kehidupan perempuan di sepanjang sejarah Jepang yang sudah dimulai sejak berabad-abad silam. Hal yang menarik untuk dibahas, mengingat Jepang kini dikenal luas sebagai masyarakat patriarkal. Padahal sebelumnya, Jepang merupakan masyarakat yang berbasis sistem kekerabatan matrialkal di masa masyarakat Jepang kuno. Perempuan memiliki peran yang lebih tinggi sebagai pemberi garis keturunan. Pada permulaan masa feodal, kaum perempuan bahkan dapat mewarisi hak milik serta mempunyai peran dalam sistem feodal. 

sumber. thekimonogallery.tumblr.com
sumber. thekimonogallery.tumblr.com

Kemudian, perubahan peran perempuan dimulai sejak negara api menyerang. Eh, bukan, maksudnya semenjak Jepang dipengaruhi oleh paham Konfusian yang datang sekitar abad ketiga Masehi dari Cina. Konfusius mengatakan perempuan harus patuh pada ayahnya ketika kecil, suaminya ketika menikah, dan anak laki-lakinya ketika tua. Hingga akhirnya lahirlah pembagian peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan perempuan yang bergantung pada laki-laki. 

Kombinasi feodalisme dan ajaran Konfusianisme ini menempatkan perempuan pada keadaan sangat tidak menguntungkan. Perempuan Jepang dalam pernikahan tidak jarang mendapat perlakuan yang tidak baik. Pernikahan bagi perempuan hanya untuk melahirkan keturunan (yang menjadi penerus keluarga laki-laki) dan mengurus rumah tangga. Lalu jika seorang istri gagal melahirkan keturunan? Dia akan dikembalikan ke keluarganya.

Kesenjangan gender  yang terjadi selama beratus-ratus tahun inilah yang menjadi faktor utama dari tren isu ketidaksetaran gender yang sedang dialami Jepang sampai saat ini.  Sejak kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, banyak kelompok perempuan di Jepang yang menuntut persamaan hak. Mulai dari hak terhadap akses pendidikan, hak untuk memilih bekerja hingga hak menentukan pilihan untuk menikah. Kemajuan zaman seiring dengan berkembangnya informasi dan tingkat kemampuan intelektual manusia, membuat kelompok-kelompok perempuan Jepang getol menyuarakan dan mengkampanyekan kesetaraan gender, salah satunya melalui anime. 

Secara tidak langsung, melalui anime, anime creator atau sang pembuat anime itu sendiri menyampaikan kondisi yang berkembang di masyarakat Jepang secara tersirat. Anime memang lebih banyak dinikmati sebagai hiburan oleh beberapa pihak. 

Namun, jika kita telaah lagi, anime sendiri kini menggambarkan bagaimana kebudayaan dan masyarakat Jepang. Jika kita mempelajari lebih dalam, tidak hanya cerita yang menyenangkan yang kita nikmati melalui anime, tetapi juga ada hal atau kondisi yang digambarkan secara tidak langsung dalam anime tersebut. Termasuk kondisi kesenjangan gender ini. Tak hanya jalan ceritanya, kini perempuan juga sudah banyak yang berprofesi sebagai pembuat manga atau versi gambar yang menjadi awal mula dari anime.

Ada Hiromu Arakawa pembuat anime shounen terkenal Fullmetal Alchemist yang mendunia. Pecinta serial "Demon Slayer" wajib tau jika Koyoharu Gotouge adalah seorang perempuan. "A Silent Voice" yang punya jalan cerita memukau dibuat oleh Yoshitoki Ouima, putri dari seorang penerjemah bahasa isyarat. 

Ya, modernisasi sedikit banyak membuka pikiran dan wawasan perempuan- perempuan Jepang saat ini untuk terus memperjuangkan kesetaraan. Maka dari itu, penggambaran karakter perempuan di anime yang dulunya hanya sebatas ibu rumah tangga berkutat di rumah atau hanya sebagai pemanis pendamping karakter pria, kini menjelma menjadi berbagai karakter yang berdiri sendiri yang independen. Mungkin belum sepenuhnya setara, mengingat masih banyak penggambaran-penggambaran karakter perempuan dalam anime yang bertimpang dengan karakter laki-laki. Namun, jika dibandingkan dengan yang dulu, saat ini sudah jauh lebih baik,

Jadi, siapa yang cita-citanya mau jadi anime?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun