Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kekerasan oleh Atasan Diskriminasi yang Harus Dihentikan!

22 Januari 2025   10:23 Diperbarui: 22 Januari 2025   10:33 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan.(Freepik.com)

Di dunia kerja, atasan sering kali dipandang sebagai sosok yang memegang kendali penuh atas dinamika kantor. Dengan posisi tersebut, mereka seharusnya memimpin dengan teladan, memberikan arahan, dan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Namun, kenyataan tidak selalu sesuai harapan. Banyak kasus di mana atasan menyalahgunakan kekuasaan mereka, melakukan tindakan kekerasan terhadap karyawan yang seharusnya mereka bimbing. Kekerasan semacam ini bukan hanya bentuk penindasan, tetapi juga diskriminasi yang merusak tatanan kerja dan martabat manusia.

Kamu mungkin pernah mendengar cerita tentang karyawan yang dipermalukan di depan rekan kerja, diberikan beban kerja yang tidak masuk akal, atau bahkan diintimidasi secara verbal hingga fisik. Ini bukan sekadar insiden individual; ini adalah masalah sistemik yang memiliki dampak besar pada korban, organisasi, dan masyarakat secara umum. Kekerasan yang dilakukan oleh atasan mencerminkan ketimpangan kekuasaan yang berakar pada diskriminasi.

Mengapa Kekerasan oleh Atasan adalah Masalah Serius?

Kekerasan di tempat kerja tidak muncul dalam ruang hampa. Ini sering kali berakar pada budaya perusahaan yang tidak memiliki sistem perlindungan bagi karyawan. Dalam banyak kasus, atasan yang melakukan kekerasan merasa kebal karena posisinya, sementara korban merasa tidak berdaya untuk melawan. Ketidakseimbangan ini memperparah situasi, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.

Kekerasan oleh atasan bukan hanya tindakan individual, melainkan cerminan struktur diskriminatif yang menganggap karyawan sebagai entitas subordinat yang bisa diperlakukan sesuka hati. Misalnya, ketika seorang karyawan diperlakukan dengan kasar karena alasan tertentu---baik itu gender, usia, atau status pekerjaan---ini adalah bentuk diskriminasi yang melanggar prinsip kesetaraan. Kekerasan tersebut mempertegas bahwa tidak semua karyawan diperlakukan sama, melainkan berdasarkan hierarki kekuasaan.

Lebih jauh lagi, dalam banyak budaya kerja, kekerasan oleh atasan sering kali dianggap sebagai "bagian dari pekerjaan." Anggapan ini mengabaikan hak-hak dasar karyawan dan memperkuat normalisasi kekerasan sebagai alat kontrol.

Jenis-Jenis Kekerasan oleh Atasan

Kekerasan oleh atasan bisa berbentuk fisik, verbal, atau emosional. Secara fisik, meskipun jarang terjadi, ada kasus di mana atasan secara langsung melukai karyawannya. Lebih sering, kekerasan ini berbentuk verbal, seperti hinaan, komentar merendahkan, atau ancaman yang secara perlahan merusak rasa percaya diri korban. Selain itu, kekerasan emosional juga kerap terjadi, seperti memberikan beban kerja berlebihan tanpa alasan jelas, mempermalukan karyawan di depan umum, atau menciptakan suasana kerja penuh tekanan yang membuat karyawan tidak nyaman.

Menurut data Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kekerasan di tempat kerja memiliki dampak jangka panjang yang serius, mulai dari gangguan kesehatan mental hingga penurunan produktivitas. Dalam konteks Indonesia, studi menunjukkan bahwa lebih dari 30% pekerja pernah mengalami kekerasan verbal dari atasan mereka. Ini adalah angka yang mengkhawatirkan dan mengindikasikan perlunya tindakan segera.

Kekerasan sebagai Bentuk Diskriminasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun