BPJS Kesehatan merupakan solusi yang dihadirkan pemerintah Indonesia untuk memastikan seluruh rakyat mendapatkan akses layanan kesehatan yang terjangkau. Sejak diluncurkan, program ini telah membantu jutaan masyarakat dalam memperoleh layanan medis, mulai dari konsultasi dokter hingga perawatan di rumah sakit. Namun, di balik manfaat besar yang ditawarkan, muncul realitas bahwa BPJS tidak bisa mengcover semua penyakit. Hal ini menjadi permasalahan yang kerap menimbulkan kebingungan dan kekecewaan di kalangan peserta.
Dalam sistem pelayanan kesehatan nasional, BPJS memiliki batasan dalam hal cakupan penyakit yang ditanggung. Berbagai faktor, mulai dari keterbatasan anggaran hingga fokus pelayanan yang lebih mengutamakan penyakit umum, menjadi alasan utama mengapa tidak semua kondisi medis dapat dijamin oleh BPJS. Ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat: mengapa cakupan layanan BPJS tidak dapat mencakup semua jenis penyakit, dan bagaimana sebaiknya kita menyikapi keterbatasan ini?
Keterbatasan Anggaran dan Skema Pembiayaan
Salah satu faktor utama yang menyebabkan BPJS tidak mampu mengcover semua penyakit adalah keterbatasan anggaran. Sebagai skema jaminan kesehatan sosial, BPJS Kesehatan mengandalkan sumber pendanaan dari iuran peserta dan subsidi dari pemerintah. Dengan jumlah peserta yang mencapai ratusan juta orang, dana yang tersedia harus dikelola secara efisien agar dapat memberikan layanan kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat.
Namun, dalam praktiknya, keterbatasan anggaran ini menjadi tantangan besar. Biaya perawatan untuk penyakit tertentu, seperti kanker stadium lanjut, penyakit langka, atau prosedur medis yang melibatkan teknologi canggih, sering kali melebihi kapasitas pendanaan yang tersedia. Akibatnya, BPJS hanya dapat menanggung penyakit-penyakit yang dianggap sebagai prioritas kesehatan publik, seperti penyakit menular, penyakit kronis yang umum, dan layanan kesehatan dasar lainnya.
Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, biaya pelayanan kesehatan terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit katastropik seperti jantung, kanker, dan gagal ginjal menyerap sebagian besar anggaran. Pada tahun 2022, misalnya, lebih dari 30% dana BPJS digunakan untuk menangani penyakit jantung. Ini menunjukkan betapa mahalnya pengobatan untuk penyakit tertentu dan mengapa cakupan BPJS harus dibatasi agar tetap berkelanjutan.
Fokus pada Penyakit Prioritas Nasional
Keterbatasan BPJS juga berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang menetapkan prioritas dalam pelayanan kesehatan. Pemerintah memiliki fokus untuk menangani penyakit-penyakit yang dianggap sebagai ancaman kesehatan masyarakat secara luas, seperti tuberkulosis, diabetes, hipertensi, dan penyakit infeksi lainnya. Penyakit-penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang atau terapi khusus yang kompleks sering kali tidak masuk dalam skema jaminan kesehatan karena dianggap sebagai kebutuhan individu yang tidak bersifat mendesak secara nasional.
Selain itu, BPJS juga tidak menanggung pengobatan yang bersifat elektif atau kosmetik, seperti operasi plastik untuk keperluan estetika, perawatan infertilitas, atau pengobatan alternatif yang belum terbukti secara medis. Fokus ini bertujuan untuk memastikan bahwa anggaran yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk menangani kasus-kasus yang paling membutuhkan.
Regulasi dan Birokrasi yang Membatasi Cakupan