Salah satu dampak paling langsung dari overthinking adalah perasaan tidak cukup dan terjebak dalam ketidakpastian. Gen Z, yang tumbuh dengan ekspektasi tinggi dari media sosial dan lingkungan sekitar, sering kali merasa bahwa apa yang mereka capai tidak pernah cukup. Mereka melihat orang lain yang memiliki segala sesuatu dengan mudah, sementara mereka merasa hidup mereka lebih rumit dan penuh rintangan.
Overthinking ini bisa mengarah pada keraguan diri yang besar. Bahkan ketika mereka telah mencapai sesuatu yang berarti, perasaan cemas dan tidak puas bisa terus menghantui mereka. Mereka bertanya-tanya apakah itu cukup, atau apakah mereka sudah membuat pilihan yang benar. Selain itu, banyak dari mereka merasa khawatir tidak bisa memenuhi harapan orang tua atau bahkan harapan diri mereka sendiri. Akibatnya, mereka terjebak dalam lingkaran setan pemikiran yang tidak produktif, yang justru memperburuk keadaan mental mereka.
Dampak Overthinking terhadap Kesehatan Mental Gen Z
Overthinking yang berlarut-larut dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental. Meskipun berpikir tentang masa depan adalah hal yang wajar, terlalu sering terjebak dalam pemikiran tersebut tanpa mengambil tindakan konkret justru memperburuk kecemasan. Salah satu akibat yang paling jelas adalah stres yang memengaruhi keseharian. Tidak hanya itu, overthinking dapat mengarah pada gangguan kecemasan, depresi, dan rasa putus asa yang mendalam.
Penelitian menunjukkan bahwa Generasi Z lebih rentan terhadap gangguan kecemasan dan depresi dibandingkan generasi sebelumnya. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh American Psychological Association pada 2019, lebih dari 90% Gen Z mengalami stres yang berkaitan dengan masa depan mereka. Stres ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpastian ekonomi, perubahan sosial, dan bahkan perasaan tidak puas dengan pencapaian pribadi. Fenomena overthinking ini jelas membawa dampak besar terhadap produktivitas dan kualitas hidup mereka.
Kebanyakan dari mereka merasa terhenti, tidak dapat mengambil langkah yang jelas karena terlalu khawatir dengan kemungkinan yang ada. Padahal, untuk tumbuh dan berkembang, tindakan nyata jauh lebih penting daripada terus menerus berpikir tanpa melangkah. Akibatnya, mereka merasa terjebak dalam sebuah rutinitas mental yang terus menerus menuntut mereka untuk memikirkan segala hal yang mungkin terjadi di masa depan tanpa memberikan solusi nyata.
Menghadapi Overthinking Apa yang Bisa Dilakukan?
Walaupun overthinking adalah fenomena yang sulit dihindari, ada beberapa cara yang dapat membantu Gen Z untuk menghadapinya dengan lebih bijaksana. Salah satu cara untuk mengurangi kecemasan ini adalah dengan mengubah cara berpikir mereka tentang masa depan. Sebagai generasi yang dikenal dengan kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat, Gen Z perlu belajar untuk melihat masa depan sebagai sesuatu yang dinamis dan penuh kemungkinan, bukan sebagai sesuatu yang pasti dan menakutkan.
Penting untuk diingat bahwa kegagalan adalah bagian dari proses. Tidak ada yang bisa memprediksi masa depan dengan pasti, dan tidak ada yang sempurna dalam perjalanan hidup. Oleh karena itu, mengambil langkah-langkah kecil yang positif walaupun mungkin tampak tidak signifikan dapat membantu mengurangi kecemasan dan membawa rasa pencapaian. Menghargai setiap proses dan perkembangan yang dialami, meskipun itu belum sesuai dengan ekspektasi, adalah kunci untuk melawan overthinking.
Selain itu, memperbaiki keseimbangan hidup dengan beristirahat, berolahraga, dan mencari waktu untuk bersenang-senang juga sangat penting untuk menjaga kesehatan mental. Berbicara dengan teman atau mencari dukungan dari ahli psikologi juga dapat memberikan perspektif yang lebih jelas dan menenangkan.
Terakhir, dengan mengurangi paparan media sosial dan memberikan waktu untuk berfokus pada diri sendiri, Gen Z bisa menghindari tekanan sosial yang berlebihan dan mulai menyadari bahwa hidup tidak selalu harus sesuai dengan standar yang tampak di dunia maya.