Namun, di balik peluang tersebut, terdapat tantangan yang mungin terjadi dan tidak bisa diabaikan. Salah satunya adalah ketimpangan ekonomi di antara anggota BRICS. Tiongkok, sebagai ekonomi terbesar di kelompok ini, memiliki pengaruh yang sangat dominan. Ketergantungan yang terlalu besar pada Tiongkok dapat memunculkan risiko, terutama jika terjadi perlambatan ekonomi di negara tersebut. Selain itu, kemampuan Indonesia untuk bersaing dengan anggota BRICS lainnya dalam menarik investasi juga menjadi pertanyaan besar.
Data menunjukkan bahwa India, Brasil, dan Rusia memiliki daya tarik investasi yang cukup tinggi di sektor-sektor tertentu. Jika Indonesia tidak mampu menawarkan insentif yang kompetitif, peluang yang tersedia dari BRICS mungkin akan lebih banyak dinikmati oleh negara lain.
Dinamika Hubungan dengan Negara-negara Barat
Langkah Indonesia untuk bergabung dengan BRICS juga harus dilihat dalam konteks hubungannya dengan negara-negara Barat. Selama ini, ekonomi Indonesia sangat bergantung pada investasi asing langsung dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Bahkan, banyak proyek besar di Indonesia, mulai dari pengembangan energi terbarukan hingga teknologi digital, didanai oleh investor Barat.
Dengan bergabungnya Indonesia ke BRICS, ada kemungkinan negara-negara Barat akan mengubah pendekatannya terhadap Indonesia. Beberapa analis menyebut bahwa langkah ini bisa memengaruhi hubungan dagang dan diplomasi, terutama jika kebijakan BRICS secara langsung bertentangan dengan kepentingan Barat.
Misalnya, inisiatif BRICS untuk mengurangi dominasi dolar AS dalam perdagangan global dapat memengaruhi stabilitas mata uang rupiah. Dalam sistem perdagangan internasional saat ini, dolar AS masih menjadi mata uang utama yang digunakan Indonesia, baik dalam ekspor maupun impor. Jika kebijakan ini tidak dikelola dengan baik, dampaknya bisa dirasakan oleh pelaku bisnis dan masyarakat luas.
Peran Strategis Indonesia di BRICS
Sebagai anggota baru, Indonesia memiliki kesempatan untuk memainkan peran penting dalam menentukan arah masa depan BRICS. Posisi Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara memberikan nilai strategis yang tidak dimiliki anggota lainnya. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan pertumbuhan ekonomi yang stabil, Indonesia dapat menjadi jembatan antara BRICS dan kawasan Asia Tenggara.
Namun, untuk memanfaatkan posisi ini, Indonesia harus mampu menyelaraskan kepentingan nasional dengan visi kolektif BRICS. Dalam beberapa kasus, konflik kepentingan di antara anggota BRICS dapat menjadi tantangan. Misalnya, Rusia dan Tiongkok memiliki agenda politik yang cukup kuat di dalam organisasi ini, yang kadang-kadang berbenturan dengan nilai-nilai demokrasi yang dipegang Indonesia.
Indonesia juga perlu memperkuat diplomasi ekonomi untuk memastikan bahwa suaranya didengar dalam pengambilan keputusan strategis. Dalam organisasi multilateral seperti BRICS, pengaruh sering kali ditentukan oleh kontribusi ekonomi dan diplomatik yang diberikan oleh setiap anggota. Jika Indonesia ingin menjadi pemain utama, maka komitmen dan kehadiran aktif dalam setiap forum BRICS menjadi keharusan.
Mengelola Risiko dan Tantangan