Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sejauh Mana Pengembangan Kurikulum dan Pendidikan di Indonesia?

10 Januari 2025   08:42 Diperbarui: 10 Januari 2025   08:42 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu tantangan utama yang dihadapi sistem pendidikan Indonesia adalah kesenjangan antara kurikulum sekolah dan kebutuhan dunia kerja. Pendidikan formal di Indonesia sering kali dikritik karena terlalu berorientasi pada teori tanpa memberikan keterampilan praktis yang relevan. Hal ini membuat banyak lulusan tidak siap bersaing di pasar tenaga kerja, terutama di era Revolusi Industri 4.0.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,86%. Sebagian besar pengangguran berasal dari kelompok usia muda, yang seharusnya menjadi usia produktif. Salah satu penyebabnya adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki lulusan dengan permintaan dunia kerja.

Misalnya, di tengah meningkatnya permintaan akan keterampilan teknologi seperti pemrograman, analisis data, dan kecakapan digital, banyak sekolah di Indonesia yang masih belum memasukkan keterampilan ini dalam kurikulumnya. Hal ini menunjukkan adanya ketertinggalan sistem pendidikan dalam menjawab tren global.

Pendidikan Karakter Fondasi yang Sering Terabaikan

Selain aspek akademis, pengembangan kurikulum di Indonesia juga harus memberikan perhatian serius pada pendidikan karakter. Nilai-nilai seperti integritas, kerja sama, dan rasa tanggung jawab sangat penting untuk membentuk generasi yang tidak hanya pintar secara intelektual tetapi juga berakhlak mulia.

Kurikulum Merdeka sebenarnya telah mencoba menanamkan nilai-nilai ini melalui pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan konteks sosial. Sebagai contoh, siswa diajak untuk mengidentifikasi masalah di komunitas mereka dan mencari solusi bersama. Namun, keberhasilan pendekatan ini sangat bergantung pada komitmen guru dan lingkungan sekolah.

Di sisi lain, tantangan modern seperti penyebaran hoaks, intoleransi, dan perilaku negatif di media sosial menunjukkan bahwa pendidikan karakter harus menjadi prioritas utama. Sayangnya, penguatan pendidikan karakter sering kali terabaikan karena tekanan untuk mencapai target akademis yang tinggi.

Hambatan Digitalisasi Pendidikan

Era digital membawa peluang besar bagi dunia pendidikan, termasuk di Indonesia. Digitalisasi dapat membantu memperluas akses pendidikan, terutama di daerah yang sulit dijangkau. Program seperti digital learning dan e-learning telah mulai diterapkan di beberapa sekolah sebagai bagian dari transformasi kurikulum.

Namun, implementasi digitalisasi pendidikan masih jauh dari ideal. Salah satu hambatan utamanya adalah kesenjangan infrastruktur digital. Di banyak daerah, akses internet masih sangat terbatas, sehingga penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran sulit diterapkan. Selain itu, kurangnya literasi digital di kalangan guru dan siswa menjadi tantangan lain yang harus diatasi.

Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2023, hanya sekitar 62% populasi Indonesia yang memiliki akses internet. Angka ini menunjukkan bahwa hampir separuh penduduk Indonesia belum dapat menikmati manfaat dari digitalisasi pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun