Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sejauh Mana Pengembangan Kurikulum dan Pendidikan di Indonesia?

10 Januari 2025   08:42 Diperbarui: 10 Januari 2025   08:42 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi suasa belajar. (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Pendidikan selalu menjadi tulang punggung dalam pembangunan sebuah bangsa. Tanpa sistem pendidikan yang kuat dan relevan, sulit bagi sebuah negara untuk bersaing di era globalisasi yang menuntut kompetensi tinggi dalam berbagai bidang. Di Indonesia, pengembangan kurikulum selalu menjadi perhatian serius karena dianggap sebagai pilar utama untuk menciptakan generasi muda yang siap menghadapi tantangan zaman. Namun, bagaimana sebenarnya perkembangan kurikulum dan pendidikan di Indonesia saat ini? Sejauh mana keberhasilannya dalam menjawab kebutuhan masyarakat dan perubahan global?

Transformasi Kurikulum dari Masa ke Masa

Kurikulum di Indonesia telah mengalami berbagai transformasi sejak masa kemerdekaan. Perubahan ini mencerminkan usaha pemerintah dalam menjawab kebutuhan pendidikan masyarakat yang terus berkembang. Dimulai dari Kurikulum 1947, yang dirancang untuk membangun identitas bangsa pascakolonial, hingga Kurikulum Merdeka yang diterapkan sejak tahun 2021. Setiap perubahan memiliki karakteristik dan tujuan yang sesuai dengan konteks zamannya.

Kurikulum Merdeka, yang menjadi tonggak terbaru, menawarkan pendekatan yang lebih fleksibel dengan fokus pada pengembangan kompetensi siswa. Dalam pendekatan ini, pembelajaran berbasis proyek diperkenalkan untuk mendorong siswa berpikir kritis dan memecahkan masalah nyata. Sebagai contoh, siswa diajak terlibat dalam proyek sosial seperti kampanye lingkungan, yang tidak hanya melibatkan pelajaran teori, tetapi juga aplikasi praktis yang membangun karakter.

Namun, di balik langkah maju ini, pelaksanaan Kurikulum Merdeka tidak sepenuhnya berjalan mulus. Tantangan besar yang muncul adalah kesiapan tenaga pendidik. Banyak guru yang masih merasa kesulitan memahami dan menerapkan pendekatan baru ini karena kurangnya pelatihan memadai. Menurut laporan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2023, hanya sekitar 60% guru yang telah mengikuti pelatihan Kurikulum Merdeka. Hal ini tentu menjadi kendala besar dalam mencapai tujuan kurikulum tersebut.

Ketimpangan Akses Pendidikan

Meskipun kurikulum terus diperbarui, satu masalah besar yang belum terselesaikan di Indonesia adalah ketimpangan akses pendidikan. Realitas ini sangat terasa di daerah-daerah terpencil, di mana fasilitas sekolah sering kali tidak memadai. Banyak sekolah di pedalaman masih menghadapi kendala seperti ruang kelas yang rusak, kekurangan buku pelajaran, dan minimnya tenaga pengajar.

Sebagai ilustrasi, sebuah studi oleh United Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar 25% anak-anak di wilayah terpencil Indonesia tidak memiliki akses ke pendidikan dasar yang layak. Situasi ini diperburuk oleh kurangnya infrastruktur seperti listrik dan internet, yang membuat upaya digitalisasi pendidikan sulit diterapkan secara merata.

Ketimpangan ini juga berdampak pada penerapan Kurikulum Merdeka. Siswa di daerah perkotaan mungkin menikmati manfaat penuh dari kurikulum baru ini karena memiliki akses ke fasilitas modern, sementara siswa di pedalaman harus puas dengan sarana yang terbatas. Akibatnya, kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah maju dan tertinggal semakin melebar.

Relevansi dengan Dunia Kerja

Salah satu tantangan utama yang dihadapi sistem pendidikan Indonesia adalah kesenjangan antara kurikulum sekolah dan kebutuhan dunia kerja. Pendidikan formal di Indonesia sering kali dikritik karena terlalu berorientasi pada teori tanpa memberikan keterampilan praktis yang relevan. Hal ini membuat banyak lulusan tidak siap bersaing di pasar tenaga kerja, terutama di era Revolusi Industri 4.0.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,86%. Sebagian besar pengangguran berasal dari kelompok usia muda, yang seharusnya menjadi usia produktif. Salah satu penyebabnya adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki lulusan dengan permintaan dunia kerja.

Misalnya, di tengah meningkatnya permintaan akan keterampilan teknologi seperti pemrograman, analisis data, dan kecakapan digital, banyak sekolah di Indonesia yang masih belum memasukkan keterampilan ini dalam kurikulumnya. Hal ini menunjukkan adanya ketertinggalan sistem pendidikan dalam menjawab tren global.

Pendidikan Karakter Fondasi yang Sering Terabaikan

Selain aspek akademis, pengembangan kurikulum di Indonesia juga harus memberikan perhatian serius pada pendidikan karakter. Nilai-nilai seperti integritas, kerja sama, dan rasa tanggung jawab sangat penting untuk membentuk generasi yang tidak hanya pintar secara intelektual tetapi juga berakhlak mulia.

Kurikulum Merdeka sebenarnya telah mencoba menanamkan nilai-nilai ini melalui pembelajaran berbasis proyek yang melibatkan konteks sosial. Sebagai contoh, siswa diajak untuk mengidentifikasi masalah di komunitas mereka dan mencari solusi bersama. Namun, keberhasilan pendekatan ini sangat bergantung pada komitmen guru dan lingkungan sekolah.

Di sisi lain, tantangan modern seperti penyebaran hoaks, intoleransi, dan perilaku negatif di media sosial menunjukkan bahwa pendidikan karakter harus menjadi prioritas utama. Sayangnya, penguatan pendidikan karakter sering kali terabaikan karena tekanan untuk mencapai target akademis yang tinggi.

Hambatan Digitalisasi Pendidikan

Era digital membawa peluang besar bagi dunia pendidikan, termasuk di Indonesia. Digitalisasi dapat membantu memperluas akses pendidikan, terutama di daerah yang sulit dijangkau. Program seperti digital learning dan e-learning telah mulai diterapkan di beberapa sekolah sebagai bagian dari transformasi kurikulum.

Namun, implementasi digitalisasi pendidikan masih jauh dari ideal. Salah satu hambatan utamanya adalah kesenjangan infrastruktur digital. Di banyak daerah, akses internet masih sangat terbatas, sehingga penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran sulit diterapkan. Selain itu, kurangnya literasi digital di kalangan guru dan siswa menjadi tantangan lain yang harus diatasi.

Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2023, hanya sekitar 62% populasi Indonesia yang memiliki akses internet. Angka ini menunjukkan bahwa hampir separuh penduduk Indonesia belum dapat menikmati manfaat dari digitalisasi pendidikan.

Masa Depan Pendidikan Indonesia

Untuk menjawab berbagai tantangan yang telah disebutkan, pengembangan kurikulum dan pendidikan di Indonesia membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif. Pertama, pemerintah harus mempercepat pemerataan infrastruktur pendidikan, terutama di daerah tertinggal. Ini mencakup pembangunan sekolah, penyediaan fasilitas belajar, hingga akses internet yang memadai.

Kedua, pelatihan berkelanjutan bagi tenaga pendidik perlu ditingkatkan agar mereka dapat memahami dan menerapkan kurikulum terbaru dengan baik. Guru adalah ujung tombak pendidikan, sehingga investasi pada peningkatan kompetensi mereka adalah kunci keberhasilan reformasi pendidikan.

Ketiga, kolaborasi dengan sektor swasta dan dunia industri harus diperkuat. Dunia kerja dapat memberikan masukan berharga untuk menciptakan kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar. Program magang dan pelatihan keterampilan kerja juga dapat dijadikan bagian dari kurikulum formal.

Selain itu, pemerintah perlu mengintegrasikan teknologi ke dalam sistem pendidikan dengan lebih serius. Penyediaan perangkat digital, pelatihan literasi digital, dan pengembangan platform e-learning yang mudah diakses adalah langkah-langkah penting untuk memastikan pendidikan berbasis teknologi dapat diterapkan secara efektif.

Kesimpulan

Pengembangan kurikulum dan pendidikan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang signifikan, tetapi tantangan besar masih menghadang. Ketimpangan akses, kurangnya relevansi dengan dunia kerja, dan hambatan dalam digitalisasi pendidikan adalah beberapa masalah utama yang perlu segera diatasi.

Pendidikan bukan hanya tentang mencetak lulusan dengan nilai akademis tinggi, tetapi juga tentang menciptakan individu yang siap menghadapi tantangan nyata dalam kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan komitmen bersama dari pemerintah, pendidik, dan masyarakat untuk menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, relevan, dan berdaya saing.

Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, Indonesia dapat membangun generasi yang tidak hanya kompeten secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan keterampilan yang relevan. Hanya dengan cara ini, cita-cita mewujudkan pendidikan yang berkeadilan dan berkualitas untuk semua dapat benar-benar tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun