Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Makan Bergizi Gratis Memakan Anggaran 1.2 Triliun Rupiah, Apakah Tepat Sasaran?

9 Januari 2025   09:21 Diperbarui: 9 Januari 2025   16:06 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, terutama dalam isu gizi. Salah satu langkah pemerintah untuk mengatasi masalah ini adalah dengan program makan bergizi gratis untuk siswa Sekolah dasar sampai menegah, program ini dengan mengalokasikan anggaran kurang lebih sebesar 1,2 triliun rupiah. Program ini digadang-gadang sebagai solusi untuk mengurangi angka stunting, gizi buruk, serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin. Meski terlihat menjanjikan, pertanyaan yang muncul adalah apakah kebijakan ini benar-benar efektif dan tepat sasaran?

Masalah Gizi di Indonesia

Masalah gizi buruk dan stunting di Indonesia sudah menjadi isu nasional yang serius. Berdasarkan laporan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), pada tahun 2022, angka prevalensi stunting mencapai 21,6 persen. Angka ini meskipun mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya, masih jauh dari target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan batas prevalensi stunting di bawah 20 persen sebagai ambang wajar.

Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik anak-anak yang terdampak, tetapi juga memengaruhi perkembangan kognitif mereka. Anak-anak yang tumbuh dengan gizi buruk sering kali memiliki keterbatasan dalam belajar dan produktivitas di masa depan. Jika masalah ini tidak segera diatasi, generasi muda Indonesia akan menghadapi tantangan besar terutama dalam peningkatan SDM untuk bersaing di kancah global.

Dalam konteks ini, program makan bergizi gratis menjadi sangat relevan. Pemerintah berharap melalui penyediaan makanan sehat secara gratis, kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap gizi buruk bisa mendapatkan nutrisi yang memadai. Namun, penting untuk melihat bagaimana kebijakan ini dilaksanakan dan apakah benar-benar mampu menjawab permasalahan mendasar yang ada.

Distribusi yang Tepat Sasaran

Salah satu aspek paling krusial dari program makan bergizi gratis adalah memastikan bahwa bantuan sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Berdasarkan pengalaman dari berbagai program sosial sebelumnya, sering kali ditemukan bahwa distribusi bantuan tidak merata. Dalam beberapa kasus, bantuan malah diterima oleh kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria sebagai penerima manfaat.

Kesalahan dalam pendataan sering menjadi akar masalah ini. Data yang digunakan untuk menentukan penerima manfaat sering kali tidak mutakhir, sehingga beberapa kelompok rentan terlewatkan. Misalnya, banyak keluarga miskin di daerah pedalaman atau terpencil yang tidak terdaftar dalam sistem pendataan pemerintah. Padahal, kelompok ini sering kali merupakan yang paling membutuhkan bantuan gizi.

Di sisi lain, kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan program juga menjadi tantangan. Dalam beberapa kasus, distribusi bantuan makanan bergizi terhambat oleh praktik korupsi atau inefisiensi birokrasi. Misalnya, makanan yang seharusnya disalurkan kepada penerima manfaat justru tertahan di tingkat penyelenggara atau bahkan dijual kembali untuk keuntungan pribadi.

Efektivitas Penggunaan Anggaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun