Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Presidential Threshold Dihapus Arah Politik Semakin Membingungkan

7 Januari 2025   09:25 Diperbarui: 7 Januari 2025   09:25 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahkamah Konstitusi hapus presidential threshold dan larang foto AI dipakai kampanye((ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto))

Namun, meskipun argumen-argumen ini masuk akal, penghapusan presidential threshold juga memiliki dampak besar yang tidak boleh diabaikan.

Dampak yang Berpotensi Membingungkan

Jika presidential threshold dihapus, salah satu dampak langsung yang akan terjadi adalah meningkatnya jumlah kandidat presiden. Dalam sistem tanpa ambang batas, setiap partai, termasuk yang memiliki perolehan suara kecil, berpotensi mengusung calon presiden. Ini tentu menjadi dilema. Di satu sisi, lebih banyak kandidat berarti lebih banyak pilihan bagi masyarakat. Namun di sisi lain, hal ini dapat memicu fragmentasi suara yang signifikan.

Sebagai contoh, jika ada 10 calon presiden yang maju dalam pemilu, kemungkinan besar tidak ada satu pun kandidat yang mendapatkan mayoritas suara signifikan pada putaran pertama. Hal ini akan memaksa pemilu dilanjutkan ke putaran kedua, di mana dua kandidat dengan suara terbanyak akan bersaing kembali. Selain memakan biaya yang sangat besar, proses ini juga berisiko memperpanjang ketegangan politik di masyarakat.

Selain itu, penghapusan presidential threshold juga dapat mengganggu stabilitas pemerintahan. Presiden yang terpilih tanpa dukungan mayoritas di DPR akan menghadapi kesulitan besar dalam menjalankan program kerjanya. Tanpa koalisi yang kuat, presiden bisa terjebak dalam konflik berkepanjangan dengan legislatif. Ini bukan hanya akan menghambat pengambilan keputusan, tetapi juga berdampak negatif pada percepatan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

Masalah lainnya adalah munculnya potensi kandidat populis yang hanya bermodalkan popularitas, tanpa visi dan misi yang jelas. Dalam kondisi di mana aturan presidential threshold dihapus, partai-partai kecil bisa saja mengusung calon yang populer di media sosial atau tokoh yang kontroversial untuk menarik perhatian. Namun, pemimpin semacam ini berpotensi menimbulkan masalah baru jika mereka tidak memiliki kemampuan untuk memimpin negara dengan baik.

Bagaimana dengan Pengalaman Negara Lain?

Beberapa negara lain juga telah menerapkan atau bahkan menghapuskan ambang batas dalam sistem pemilu mereka. Salah satu contohnya adalah Filipina, yang tidak memiliki presidential threshold. Sistem ini memungkinkan banyak kandidat presiden maju dalam pemilu. Namun, pengalaman Filipina menunjukkan bahwa fragmentasi suara bisa sangat tinggi. Presiden terpilih sering kali hanya mendapatkan kurang dari 40% suara nasional, sehingga legitimasi kepemimpinan mereka kerap dipertanyakan.

Sebaliknya, negara-negara seperti Brasil dan Prancis menggunakan sistem ambang batas untuk memastikan bahwa kandidat presiden memiliki dukungan signifikan sejak awal pencalonan. Dengan cara ini, stabilitas politik dapat lebih terjaga, meskipun peluang bagi partai kecil lebih terbatas.

Indonesia tentu memiliki karakteristik politik yang berbeda dengan negara-negara tersebut. Namun, pengalaman mereka bisa menjadi pelajaran penting untuk mempertimbangkan apakah penghapusan presidential threshold benar-benar langkah yang tepat bagi demokrasi Indonesia.

Mencari Solusi yang Bijak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun