Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Presidential Threshold dan Ketimpangan yang Dibuatnya

3 Januari 2025   08:48 Diperbarui: 3 Januari 2025   08:48 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kursi Kekuasaan .(KOMPAS/TOTO SIHONO) 

Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, pemilihan presiden menjadi salah satu tonggak utama yang menentukan arah bangsa. Namun, terdapat satu aturan yang sering menjadi sorotan dan perdebatan, yaitu presidential threshold. Meskipun awalnya diharapkan mampu menyederhanakan sistem pemilihan, aturan ini justru memunculkan berbagai persoalan mendasar. Presidential threshold telah menjadi isu hangat dalam diskusi politik karena dianggap menciptakan ketimpangan yang berpotensi menggerus esensi demokrasi itu sendiri.

Apa Itu Presidential Threshold?

Presidential threshold adalah ambang batas yang harus dipenuhi partai politik atau gabungan partai untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, partai politik harus memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR atau mengantongi 25 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif untuk dapat mencalonkan pasangan calon.

Sekilas, aturan ini tampak sederhana dan logis. Ide dasarnya adalah memastikan bahwa hanya kandidat yang memiliki dukungan politik kuat yang dapat mencalonkan diri, sehingga proses politik menjadi lebih terkonsolidasi. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa aturan ini lebih banyak membawa dampak negatif dibandingkan manfaat yang diharapkan.

Mengapa Presidential Threshold Menjadi Masalah?

Salah satu persoalan utama yang muncul adalah bagaimana presidential threshold membatasi ruang gerak partai-partai politik kecil. Partai-partai ini sering kali tidak mampu memenuhi ambang batas yang ditentukan, sehingga harus bergabung dengan partai-partai besar melalui koalisi. Sayangnya, koalisi yang terbentuk sering kali tidak didasari oleh kesamaan visi atau misi, melainkan semata-mata untuk memenuhi syarat administrasi.

Kondisi ini menciptakan praktik politik transaksional, di mana kepentingan pragmatis lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat. Misalnya, partai kecil yang tidak memiliki kursi cukup di DPR terpaksa memberikan dukungan kepada partai besar dengan imbalan posisi dalam pemerintahan atau kesepakatan tertentu. Hal ini jelas melemahkan sistem demokrasi yang seharusnya didasarkan pada transparansi dan akuntabilitas.

Ketimpangan yang Ditimbulkan

Ketimpangan yang disebabkan oleh presidential threshold tidak hanya terbatas pada mekanisme koalisi. Lebih dari itu, aturan ini juga membatasi pluralisme politik. Dalam demokrasi, pluralisme politik adalah elemen penting yang memungkinkan berbagai ide, gagasan, dan aspirasi masyarakat dapat terwakili. Namun, dengan adanya presidential threshold, hanya partai-partai besar yang mendominasi proses pencalonan.

Kondisi ini berdampak langsung pada pilihan rakyat. Dalam pemilu presiden, kamu mungkin menyadari bahwa kandidat yang tersedia sangat terbatas. Hal ini bukan karena tidak ada calon lain yang berkualitas, melainkan karena aturan presidential threshold menghalangi mereka untuk tampil. Pada akhirnya, pemilih dihadapkan pada situasi di mana pilihan mereka menjadi terbatas, sehingga potensi untuk menemukan pemimpin alternatif yang mampu membawa perubahan menjadi semakin kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun